Senin, 22 Desember 2014

Terkait Bansos, Presiden Jokowi "Lebih Pintar" Dibanding Pendahulunya Presiden SBY

Jurnalis Independen: Setelah mencermati laporan terkait Bantuan Sosial (Bansos) masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Joko Widodo (Jokowi) "Naik Pitam" dan mengintruksikan Kemendagri penghentian Bansos tahun 2015.


Dibanding pendahulunya, Presiden Jokowi lebih pintar, cerdik dan jujur. Bansos yang selama ini digelontorkan pemerintah kepada lembaga negara dan kementerian serta pemerintah daerah ditarik seluruhnya. Sebab dari instruksi Presiden yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada pers di kantor Kemendagri, Senin (22/12), Bansos menjadi "bancakan" di kementrian dan daerah. semasa Pemerintahan SBY.

“Bansos sebagaimana instruksi Presiden Jokowi akan ditarik secara nasional. Karena Bansos sumber manipulasi dan korupsi,” katanya.

Dana Bansos yang selama ini digelontorkan kepada lembaga dan kementerian serta pemerintah daerah dianggap tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.

Misalnya dana Bansos dari Pemerintah Pusat yang digelontorkan kepada pemerintah daerah terkadang dijadikan bahan lahan kepala daerah melakukan korupsi. Dengan kondisi tersebut, maka Presiden Jokowi akhirnya mengintruksikan agar seluruh dana bansos dihentikan secara nasional.

“Dana bansos tidak dilaksanakan dan tidak tepat sasaran. Ini yang menjerat kepala daerah dengan masalah hukum termasuk anggota DPRD. Kami sepakat dihentikan dimana saat ini pemerintah sedang melakukan penghematan anggaran,” kata Tjahyo.

Mendagri menyatakan arahan Presiden Jokowi adalah masing-masing Pemerintah Daerah Provinsi, kabupaten dan kota tahun mendatang (2015-red), dilarang menganggarkan dana Bansos. Sebab, dana Bansos ternyata disalahgunakan. Bansos pada kenyataannya, langsung dibagikan kepada anggota DPRD, Dinas maupun institusi.

Namun dalam prakteknya dana Bansos untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan tempat ibadah tidak sesuai harapan sebagaimana maksud dan tujuan dana Bansos tersebut digelontorkan.

“Ternyata dari evaluasi yang dilakukan, terjadi banyak penyimpangan. Banyak orang masuk penjara di KPK lantaran terkait Bansos yang tidak transparan,” ungkap Tjahjo.

Sementara itu, terkait Bantuan Sosial, pada awal April 2013, Indonesian Audit Watch (IAW) telah mengeluarkan pernyataan mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta pemerintah agar Kementerian dan lembaga terkait untuk menunda pencairan dana Bansos menjelang pemilihan umum (Pemilu) tahun 2014 lalu.

Ketua IAW saat itu Junisab Akbar sempat mengatakan dalam siaran pers yang dilakukan 5/4/2013, “Kami yakin itu dilakukan KPK setelah menemukan modus negatif atas penggunaan Bansos selama ini”.

Junisab mengatakan, sikap KPK yang tegas itu, kami menduga dilatar-belakangi persekongkolan politik besar yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pemerintah dalam hal ini Kementerian seperti Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan.

Junisab yang juga mantan anggota DPR RI itu juga menegaskan, “sikap KPK itu menarik untuk dicermati publik. Sebab itu kebijakan yang sangat langka dan berani dalam menegakkan bersihnya managemen pengelolaan keuangan negara”.

Ketegasan KPK saat itu, setelah mengamati perilaku BPK, DPR, Kementerian Pendidikan dan Kesehatan yang sejak awal November 2013 memarakkan dan mendukung agar pemerintah daerah (pemda) di Indonesia menggunakan dana bantuan sosial seperti bantuan siswa miskin (BSM).

Saat itu, juga beredar "instruksi" lembaran data BPK yang diberi nama pemantauan dana BSM. Dari data tersebut, terlihat bagaimana anggota BPK bersama-sama dengan anggota DPR RI masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), khususnya di Komisi XI dan struktur di Kementerian melakukan road show agar dana Bansos itu segera digunakan.

Tidak ada komentar: