Rabu, 03 Desember 2014

KPK 2015, Rasa Presiden Jokowi atau Rasa DPR RI Setya Novanto

Jurnalis Independen: Seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR diprediksi  akan berjalan mulus. Namun melihat carut marut diawal pergantian pemerintahan dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), terjadi gaduh politik yang hingga kini masih terasa baranya. Akankah KPK memiliki rasa Jokowi yang tegas tanpa kompromi pada korupsi? Atau memiliki rasa Setya Novanto yang "memiliki kesan" melindungi koruptor dan memandulkan fungsi KPK?


Tiga fraksi yang tadinya dikhawatirkan tak akan hadir, ternyata datang dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dua calon Pimpinan KPK di Komisi III.

Kehadiran seluruh fraksi dapat memuluskan penetapan calon Pimpinan KPK. DPR akan memilih Busyro Muqoddas atau Roby Arya Brata

"PDIP ada. Sepuluh fraksi lengkap. Setahu saya sudah (hadir semua). Sampai hari ini full, masuk semua," kata Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Namun, Aziz belum tahu apakah hasil dari uji kelayakan dan kepatutan akan diplenokan langsung hari ini atau di kemudian hari. Yang pasti, kata dia, DPR akan memaksimalkan momentum fit and proper test untuk menguji calon pimpinan KPK dari berbagai sisi.

"Tergantung hasil ini, perlu pendalaman lagi atau tidak. Ya, kita pertanyakan masalah intelektual, pengetahuan hukum, kebijakan terhadap penafsiran hukum apabila menjadi pimpinan KPK," tambah Aziz.

Hingga saat ini Busyro masih menghadapi pertanyaan anggota Komisi III. Sementara Robby dijadwalkan menjalani fit and proper test pukul 15.00 WIB.

Seperti diberitakan, Fraksi PDI Perjungan, PKB dan Hanura yang tergabung ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tak pernah menghadiri rapat pembahasan seleksi capim KPK.

Ketiga fraksi ini pun dikhawatirkan tak hadir dalam uji kelayakan dan kepatutan Busyro dan Roby.  


Bersaing dengan Busyro, Robby Pede Hadapi Tes Capim KPK
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Robby Arya Brata mengaku sangat siap menghadapi fit and proper test di Komisi III DPR. Robby mengaku sudah lama mengkaji tentang korupsi sehingga tidak ada persiapan khusus dalam menghadapi tes kali ini.

"Sudah lama saya kaji. Sebelum KPK berdiri sudah saya kaji korupsi. Jangan anggap remeh penulis. Seorang penulis itu opini leader, dan banyak yang sudah diterima oleh KPK sendiri," kata Robby di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Robby juga mengaku sudah pernah menulis tentang Dewan Pengawas KPK sejak 2008. Tulisan tersebut diakuinya diterima oleh si pembuat kebijakan yakni DPR.

"Pimpinan KPK kemarin menjual Dewan Pengawas. Tapi setelah jadi, mereka menentang. Tapi saya akan konsisten Dewan Pengawas KPK harus dibentuk," tambahnya.

Robby merupakan pegawai negeri di Sekretariat Kabinet. Ia menjabat Kepala Bidang Hubungan Internasional sejak 2011 lalu. Terkait pekerjaannya tersebut, Robby membantah kabar yang beredar bahwa dirinya merupakan "titipan" mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Itu tidak benar. Itu hanya orang yang ingin jatuhkan saya. Silahkan tulisan saya dikaji. Apakah seorang kalau keluar dari kandang tikus apakah tikus juga. Bisa saja saya kucing yang masuk ke kandang tikus. Tapi bukan saya bilang di sana sarang tikus, ya," tegas Robby.

Partai Hanura Bersikukuh tidak Hadiri Pemilihan Pimpinan KPK
Fraksi Partai Hanura tidak menghadiri fit and proper test di Komisi III. Nyatanya hal itu bertentangan dengan ucapan Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin yang mengklaim sepuluh fraksi menghadiri acara tersebut.

"Hanura mengambil posisi tidak ikut dalam fit and proper test dan pemilihan calon pimpinan KPK," kata Ketua DPP Partai Hanura Syarifuddin Sudding ketika dihubungi wartawan, Rabu (3/12/2014).

Hanura, tambah Sudding, tidak datang karena tidak sepakat atas rapat sebelumnya saat Komisi III memaksakan pelaksanaan rapat, sedangkan beberapa fraksi tidak hadir.

"Ketika itu terjadi (Hanura tidak ikut) apa yang dilakukan oleh Komisi III tidak akan sah, tidak mendapat legitimasi karena itu menyalahi tata tertib dalam Pasal 283 Undang-Undang MD3. Pasal itu menyatakan pengambilan keputusan harus dilakukan anggota dari unsur fraksi. Artinya, harus ada keterlibatan seluruh fraksi di sana. Satu fraksi tidak hadir maka keputusan itu tidak sah. Itu diatur dalam undang-undang MD3 dan tatib," kata Sudding.

Sudding mempersilakan jika Komisi III memaksakan proses pemilihan tetap berlangsung. Namun, Hanura kukuh tidak akan hadir.

Sudding juga membantah ketidakhadiran Hanura terkait dengan KIH-KMP.

"Ini enggak ada hubungannya dengan KMP atau KIH. Ini sikap Fraksi Hanura. Kami hanya merespons keinginan KPK, keinginan penggiat antikorupsi," tambahnya.


Sutarman Beri Kebebasan Penyidik Pindah Institusi
Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengaku tak mengekang ataupun melarang anggotanya untuk mengundurkan diri dari Polri dan kemudian pindah ke lembaga lain. Termasuk hijrah ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Meski begitu, pertimbangan pengunduran diri itu tetap harus dibicarakan dengan pimpinan Polri.

"Kita panggil dulu, yang akan mengundurkan diri, tanya istri dan keluarga (dulu). Kita beri keleluasan untuk memilih berprofesi di manapun," akunya, saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Sejumlah penyidik Polri yang berdinas di KPK pun, lanjutnya, telah resmi mengundurkan diri dari Polri, pekan lalu. Soal alih kepegawaian mereka ke KPK, Sutarman mengaku tak ikut campur. Ia menyerahkannya kepada internal KPK. Yang jelas, kata dia, tak ada alih kepangkatan Korps Bhayangkara jika pindah ke instansi lain.

"Pegawainya KPK adalah bagaimana mekanisme pegawainya KPK. Tidak ada alih status dalam golongan tertentu, termasuk (pangkat) AKP, Kompol, AKBP," ujarnya.

Soal pengunduran diri penyidik Polri yang berdinas di KPK dari Korps Bhayangkara, itu telah diajukan sejak Juli lalu. Mereka ingin tetap di KPK meski masa dinasnya sudah berakhir. Perkembangan selanjutnya, ada 11 penyidik yang sudah mengundurkan diri dari Polri.

Tidak ada komentar: