Sabtu, 20 Desember 2014

JAS Larang Muslim Ucapkan Selamat Natal, Gus Sholah "Itu Himbauan"

Jurnalis Independen: "Aneh bin kadal", setiap jelang akhir tahun di negeri ini selalu meributkan ucapan Selamat Natal.Yang aneh justru media-media jelas-jelas "berbasis Nasrani". Mereka selalu mengejar tokoh-tokoh Islam agar "membimbing" ummatnya mau mengucapkan Selamat Natal sebagai wujud toleransi beragama.


Seorang tokoh seperti KH Salahudin Wahid alias Gus Solah mendapat giliran menggiring  Jemaah Ansharus Syariah (JAS) agar tidak melakukan pemaksakan, larangan kepada setiap muslim atau muslimah mengucapkan selamat Natal dan mengenakan atribut Natal khususnya pramuniaga di toko, swalayan, dan mal.

"Kalau hanya menyebarkan (imbauan) tidak masalah tapi kalau memaksakan pendapatnya pada orang lain itu bermasalah," begitu kata pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur ini, Ahad, 21 Desember 2014.

Masih dari keterangan Gus Solah, ada perbedaan pendapat di umat Islam soal boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal dan menggunakan atribut bernuansa Natal bagi muslim  yang menjadi buruh para majikan Kristen. "Ada yang mengatakan tidak boleh tapi juga ada yang mengatakan boleh," kata adik kandung Gus Dur ini.

Gus Solah mengatakan karena ada perbedaan pendapat maka setiap orang dibebaskan mengikuti pendapatnya. "Biarkan masing-masing mengikuti pendapatnya, intinya ada kebebasan menyikapi sesuatu dan tidak boleh dipaksa," jelasnya.

Gus Solah juga meminta JAS tidak sampai melakukan razia atau sweeping untuk mengingatkan orang khususnya pramuniaga muslim atau muslimah di toko, swalayan, dan mal yang tiap tahun mengenakan atribut bernuansa Natal untuk menarik konsumen dalam rangka perayaan Natal. "Kalau sampai razia itu sudah enggak benar, bukan tugas mereka razia," katanya.

Pernyataan Gus Solah menanggapi aksi JAS di Kota Mojokerto, Jawa Timur, 17 Desember 2014, yang menyebarkan selebaran dan membentangkan spanduk berisi larangan muslim atau muslimah mengucapkan selamat Natal atau menggunakan atribut bernuansa Natal terutama karyawan atau pramuniaga toko, swalayan, dan mal yang biasa mengenakan atribut Sinterklas atau Santa saat perayaan Natal. Namun aksi tersebut dicegah polisi.

Sayangnya, Gus Sholah tidak tidak mengaitkan adanya pemaksaan para karyawan, buruh oleh majikannya dimana mereka bekerja dalam mengenakan atribut kekristenan itu.  

Sementara itu, juru bicara JAS Indonesia Ahmad Fatih berjanji anggota JAS tidak akan memaksakan kehendak atas apa yang mereka serukan terkait larangan muslim atau muslimah mengucapkan selamat Natal dan menggunakan atribut Natal. "Kami tidak akan memaksa, kami hanya mengingatkan umat Islam bahwa itu haram,"  kata Fatih.

Meski sempat dicegah polisi, menurut Fatih, JAS akan tetap melanjutkan seruan tersebut. "Kami tetap lakukan sampai 25 Desember nanti sebab ini dakwah," kata Fatih. Seruan itu menurutnya sudah rutin dilakukan tiap tahun menjelang perayaan Natal.

Sementara terkait Kisruh Perayaan Natal, Direktur Wahid Institute Yenny Wahid menyarankan agar Presiden Joko Widodo tidak menggubris komentar Front Pembela Islam (FPI) ihwal perayaan Natal.

"Presiden tidak usah dengarkan FPI," kata Yenny kepada Tempo, Sabtu, 20 Desember 2014. (Syafii Maarif: Selamat Natal seperti Selamat Pagi)

Menurut Yenny, merayakan Natal bagi Presiden Indonesia --meski beragama Islam-- adalah sebuah tradisi tahunan. Kehadiran presiden pada hari raya itu dinilai sebagai bentuk pengayoman seorang pemimpin negara terhadap rakyatnya. "Itu diatur, lho, di konstitusi," katanya.

Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid ini menilai wajar ketika presiden ikut merayakan hari raya salah satu agama yang diakui oleh negara, baik Idul Fitri, Waisak, atau pun Natal. "Tidak membuat keyakinan luntur. Ini bentuk pengayoman saja. Memang FPI luntur, ya, keyakinannya bila memberikan ucapan selamat Natal," Yenny mempertanyakan.

Memang aneh di negeri ini. Setiap menjelang perayaan Natal, selalu ada yang "menyeret-nyeret" kaum muslimin,  mewajibkan kaum muslim berkomentar prokontra dan memaksa mengenakan atribut kekristenan. Kejamnya  lagi, media tak bosan-bosannya memberikan ruang penuntutan keikutsertaan perayaan natal kepada kaum muslimin di Indonesia dengan dalih toleransi. JI

Tidak ada komentar: