Minggu, 28 Desember 2014

Jokowi Presiden, Tuntutan Papua Merdeka "Mereda"


Jurnalis Independen: Demo penentuan nasib sendiri tepatnya tuntutan merdeka sebagian kecil masyarakat Papua relatif menurun jika dibandingkan pada masa pemerintahan presiden-presiden sebelum Joko Widodo. 1 Desember lalu, hanya ada demo di Jakarta dan di Merauke. Itupun diikuti hanya puluhan orang mahasiswa "bayaran". Sementara media yang meliput hanyalah media-media antek Amerika Serikat.


Sejumlah warga Papua melakukan unjuk rasa di Jakarta, menuntut agar Papua Barat diberikan "hak untuk menentukan nasib sendiri".

Ketua umum aliansi mahasiswa Papua, Jefri Wenda, mengatakan aksi diikuti oleh sekitar 300 mahasiswa asal Papua di Jawa dan Bali.

Dalam orasi yang dimulai sejak pagi hingga siang hari itu, mereka menggunakan atribut bendera bintang kejora di lengan dan kepala. Sesekali mereka berteriak "Merdeka!"

Unjuk rasa dilakukan bertepatan pada 1 Desember, yang dianggap sebagai hari kemerdekaan Papua. Upaya menuntut Papua merdeka kerap disuarakan oleh pemimpin separatis Benny Wenda di luar negeri.

"Berikan kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat," kata Jefri.

Mereka juga meminta pemerintah menarik unsur militer dan polisi dari Papua Barat dan menutup perusahaan asing di wilayah itu.

Mereka menolak tegas paket Otonomi Khusus Plus untuk Papua yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.

Tak seperti di Jakarta, peringatan 1 Desember tidak menggema wilayah lain.
Di Papua sendiri situasi aman, tanpa aksi unjuk rasa, kata Kabid Humas Polda Papua AKBP Sulistyo Pudjo.

"Kecuali di Merauke, ada pagi-pagi ditemukan satu bendera berkibar, subuh pukul lima, tetapi pelakunya kita tidak tahu," katanya. "Yang lainnya tidak ada."
Jalan tengah

RUU Otonomi khusus Papua sebelumnya dianggap bisa menjadi jalan tengah karena memberi ruang yang lebih luas kepada Papua dalam bidang pemerintahan, keuangan, dan kewenangan pengelolaan sumber daya alam.

Peringatan 1 Desember rencananya juga dilakukan disejumlah wilayah di Indonesia.
Dewan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Masud Said, mengatakan revisi otonomi khusus ini merupakan "upaya prosedural, konstitusional, dan konsultif."

"(Dibuat) dengan timbal balik komunikasi antara rakyat Papua yang diwakili oleh pemerintah provinsi, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dan orang tua di Papua," katanya kepada BBC Indonesia.

Ini adalah solusi paling baik untuk menyelesaikan masalah Papua, klaim Masud.
"Paling bagus melalui undang-undang. Kalau tidak melembaga, kekhawatiran-kekhawatiran akan muncul. Tuntutan apapun disampaikan secara konstitusional akan menjadi sah."

Tidak ada komentar: