Oleh: Abdul Muis Syam
Jurnalis Independen: Sejumlah analisis melihat ada
manuver dari kelompok Sofyan Wanandi-Mari Elka Pangestu dari kubu CSIS dan
APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonsia) untuk ‘’meloloskan Jusuf Kalla (JK),’’
agar dapat berduet dengan Megawati atau Jokowi pada Pilpres 2014.
Keduanya (Sofyan dan Mari) bahkan
dikabarkan akan menjadi bandar politik untuk “HANYA” memajukan JK sebagai
cawapres, yakni dengan menyiapkan Rp.2 Triliun sebagai cost-politik dalam
pertarungan Pilpres 2014 tersebut.
Sebelumnya, Prof. M. Amien Rais
beberapa waktu lalu memang sudah memberikan sinyalemen, bahwa akan ada cukong
atau bandar/pemodal kakap di balik pencapresan Jokowi dari PDIP. Dan boleh jadi
itu ada benarnya, yakni jika dikaitkan dengan niatan kubu Sofyan Wanandi-Mari
Pangestu mewakili asosaisi pedagang Tionghoa, sebagai kelompok yang memberi
prioritas kepada JK untuk dijadikan pendamping Megawati atau Jokowi.
Disuguhkan Rp.2 Triliun, tentu
saja bisa membuat Megawati atau Jokowi “tergiur dan klepek-klepek” agar segera
menerima JK sebagai cawapres dari PDIP. Dan, “tawaran” ini tentu saja dinilai
akan ada “sesuatu” di baliknya.
Tetapi, berbagai kalangan
menyerukan agar Megawati dan PDIP sebaiknya lebih mengutamakan merekrut tokoh nasional yang mewakili civil
society dan kaum oposisi yang berjuang
melawan kebebalan dan kezaliman rezim sekarang demi memperluas basis sosial
bagi dukungan memenangkan pemilihan presiden 2014.
‘’Sosok seperti Rizal Ramli
PhD, Prof Mahfud MD, memiliki basis sosial yang kuat di kalangan civil society dan kaum nahdliyin
yang kritis dan kecewa kepada elite penguasa sekarang. Tokoh-tokoh itu bisa jadi pasangan Megawati untuk maju ke pilpres 2014, guna memperluas basis sosial dukungan
untuk PDIP,’’ kata pengamat
politik Unair Airlangga Pribadi MA, yang
kini kandidat PhD di Murdoch University, Australia. Seperti dilansir oleh
rimanews.
Selain almarhum Taufiq Kiemas,
berbagai kalangan juga menilai, JK sudah terlalu sepuh untuk mendampingi
Megawati apalagi Jokowi. Belum lagi yang patut dipertimbangkan tentang bisnis JK di Indonesia Timur makin menggurita
ketika JK jadi wapresnya SBY, sehingga SBY pun “menendangnya” keluar istana,
karena SBY mendapat masukan dari berbagai kalangan di dalam dan luar negeri.
‘’Bisnis JK makin menggurita
ketika jadi wapresnya SBY, semua orang tahu itu. Banyak proyek triliunan rupiah
dikeruk JK ketika jadi wapres 2004-2009 dan kini sudah waktunya dibuka ke
publik biar orang tahu sejauh mana konglomerasi bisnis JK sebenarnya,’’ kata
sumber dari istana era SBY-JK yang kini
sudah di luar pagar kekuasaan.
Tapi yang jelas, JK dekat sekali
dengan Sofyan Wanandi dan Mari. Kedua konglomerat ini sepakat agar JK maju ke
pilpres 2014, di mana Jokowi diincar sebgai duetnya. ‘’Kalau Jokowi berduet
dengan JK, maka yang untung besar JK,
sebab kalau menang, bisnis JK kian menggurita dan oligarkinya kian kuat,’’ kata
sumber itu.
Para pengamat politik juga
melihat, bisnis JK jadi beban bagi JK untuk maju pilpres karena gerbong bisnis itu akan menggerus
kepercayaan publik pada JK dan Jokowi jika mereka berduet nanti. ‘’Banyak
mudharat dan ruginya bagi Jokowi jika berduet dengan JK atau Aburizal Bakrie
atau Hatta Rajasa, sebab para pedagang itu akan ‘’berdagang’’ ekonomi-politik
sebagai konsekuensi oligarkisme tanpa bisa dielakkan lagi,’’ kata para aktivis
prodemokrasi.
Adalah aktivis senior A Rahman
Tolleng yang selalu mengingatkan bahaya oligarkisme dalam demokrasi indonesia,
karena bisnis sudah terlalu dalam mencaplok dan menjarah politik sehingga
negara dikuasai plutokrat.
Aktivis M.Fadjroel Rachman bahkan
pernah menilai, era SBY-JK 2004-2009 adalah fenomena ‘’Negara Pedagang’’
dimana JK dan Aburizal Bakrie waktu itu merajalela bisnisnya, dan kaum pedagang menggurita secara politik dan ekonomi dalam bentuk oligarki.
Prof Williaml Liddle dari Ohio
Stata University ,AS mengingatkan bahwa oligarkisme telah menguasai
ekonomi-politik di Indonesia dan itu berbahaya bagi masa depan demokrasi di
negara seperti Indonesia.
Terlepas dari semua itu, sebagian
kalangan juga menilai, dengan adanya kubu Sofyan Wanandi-Mari Pangestu yang
siap memajukan JK sebagai cawapres adalah bisa saja merupakan “skenario
politik” untuk menjatuhkan “animo” masyarakat terhadap Jokowi ataupun Megawati
dengan PDIP-nya.
Sebab, bagi sebagian masyarakat
menilai, JK tak cocok lagi untuk maju pilpres, karena masanya sudah lewat. JK
sudah pernah duduk sebagai wakil presiden, dan sudah pernah gagal dan kalah
sebagai capres dalam pertarungan pilpres 2009 lalu. Sangat jelas orientasi JK
mendapatkan kekuasaan itu boleh jadi hanya untuk membesarkan bisnis di
lingkarannya, sehingga meski hanya berposisi sebagai RI-2 pun ia siap. Dan
orientasi JK ini sangat mudah ditebak oleh siapa saja.
Sehingganya, orang akan
bertanya-tanya, bahwa Sofyan dan Mari berani menyiapkan Rp.2 Triliun itu
sesungguhnya untuk apa? Apakah benar-benar ingin memenangkan JK sebagai wapres
di saat masyarakat sudah memahami bahwa sesungguhnya “pasaran” JK saat ini
sebetulnya sudah anjlok? Jangan-jangan ini justru hanya ingin agar rakyat bisa
kembali mengalihkan perhatiannya kepada pasangan yang diusung nantinya oleh
Partai Demokrat, karena di PDIP hanya mengusung JK yang dianggap tak layak lagi
sebagai wapres?
1 komentar:
SAYA SANGAT BERSYUKUR ATAS REJEKI YANG DIBERIKAN KEPADA SAYA DAN INI TIDAK PERNAH TERBAYANKAN OLEH SAYA KALAU SAYA BISA SEPERTI INI,INI SEMUA BERKAT BANTUAN MBAH RAWA GUMPALA YANG TELAH MEMBANTU SAYA MELALUI NOMOR TOGEL DAN DANA GHAIB,KINI SAYA SUDAH BISA MELUNASI SEMUA HUTANG-HUTANG SAYA BAHKAN SAYA JUGA SUDAH BISA MEMBANGUN HOTEL BERBINTANG DI DAERAH SOLO DAN INI SEMUA ATAS BANTUAN MBAH RAWA GUMPALA,SAYA TIDAK AKAN PERNAH MELUPAKA JASA BELIAU DAN BAGI ANDA YANG INGIN DIBANTU OLEH RAWA GUMPALA MASALAH NOMOR ATAU DANA GHAIB SILAHKAN HUBUNGI SAJA BELIAU DI 085 316 106 111 SEKALI LAGI TERIMAKASIH YAA MBAH DAN PERLU ANDA KETAHUI KALAU MBAH RAWA GUMPALA HANYA MEMBANTU ORANG YANG BENAR-BANAR SERIUS,SAYA ATAS NAMA PAK JUNAIDI DARI SOLO DAN INI BENAR-BENAR KISAH NYATA DARI SAYA.BAGI YANG PUNYA RUM TERIMAKASIH ATAS TUMPANGANNYA.. DANA DANA GHAIB MBAH RAWA GUMPALA
Posting Komentar