Kamis, 17 Oktober 2013

Mata Hari, Ratunya Mata-Mata Dunia

Jurnalis Independen: Menjadi agen ganda atau mata-mata, tidaklah mudah, namun memang sangat mengasyikan dan menantang. Itulah yang dilakukan oleh seorang wanita turunan Belanda berdarah Jawa. Ia memiliki sandi H-21 yang diberikan oleh tentara Jerman saat perang dunia I berkecamuk.


Paris. Hari itu, 15 Oktober 1917, berpakaian hitam-hitam, Mata Hari menghadapi 15 algojo tembak. Eksekusi pun dimulai. Sebuah peluru menembus jantungnya, satu peluru lainnya lalu ditembakkan ke telinganya, menembus batok kepala. Ia tewas dalam usia 41 tahun.

Hidup legenda mata-mata perempuan dalam sejarah intelijen berakhir 96 tahun yang lalu. Namun, tidak dengan kisahnya. Mata Hari akan tetap dikenang sebagai legenda, 'The Greatest Woman Spy' -- ratunya mata-mata.

Setelah nyawa hilang dari raga, tak ada keluarga yang mengklaim jasadnya. Tubuh Mata Hari berakhir di meja praktek fakultas kedokteran. Sementara kepalanya disimpan di Museum Anatomi Paris. Pada tahun 2000 diketahui bahwa kepala itu menghilang --mungkin raib saat museum itu dipindahkan pada 1954.

Berdarah Jawa

Mata Hari lahir dengan nama Margaretha Geertruida 'Grietje' Zelle pada 7 Agustus 1876 dari pasangan pengusaha minyak Belanda yang sukses.

Margaretha alias Mata Hari tumbuh sebagai remaja bertubuh tinggi, payudaranya kecil. Namun, tubuhnya eksotis membuatnya punya daya tarik.

Rambutnya hitam dan kulitnya coklat -- itu pengaruh darah Jawa yang mengalir di tubuhnya.

Kebangkrutan bisnis ayahnya pada 1889, mengubah kehidupannya secara drastis -- orangtuanya bercerai, ibunya meninggal, dan dia dikeluarkan dari sekolah calon guru taman kanak-kanak karena skandal tak senonoh dengan kepala sekolahnya.

Hidup morat-marit, saat usia 18 tahun, Margaretha menikahi seorang pegawai militer Belanda, Rudolf John MacLeod, yang 20 tahun lebih tua.

Pernikahan itu menuntut takdirnya ke Jawa -- negeri leluhurnya. Dia tinggal di Ambarawa, Jawa Tengah. Dia juga pernah tinggal di Sumatera.

Di Jawa, dia menemukan dunianya -- belajar tarian Jawa dan tak seperti nyonya-nyonya Belanda lainnya, dia gemar memakai sarung.

Ketika berkorespondensi dengan kawan dan kerabat, dia memakai nama alias, Mata Hari, yang berarti Sang Surya, Matahari. Kelak nama itulah yang membuatnya populer dan dikenal dunia.

Malang, kehidupannya di tanah jajahan jauh dari membahagiakan. Anak lelakinya tewas, dia bercerai dengan suaminya yang gemar mabuk dan main perempuan -- sekaligus terlalu cemburu dengan pesona yang dimiliki istrinya itu.

Menjadi Mata-mata

Takdir Margaretha menjadi mata-mata diawali kepindahannya ke Paris, Perancis.

Setelah jadi pemain sirkus, Margaretha banting setir jadi penari erotis. Di panggung dia memakai nama Mata Hari.

Dengan daya tarik sensualnya, Mata Hari menjelma jadi sosok yang dikenal. Dia punya hubungan intim dengan pejabat militer, politisi, dan orang-orang berpengaruh, bahkan jadi 'simpanan' putra mahkota Jerman saat itu -- koneksinya ini memungkinkan dia bepergian melintasi batas-batas negara.

Saat jadi penari telanjang di Berlin, Mata Hari dikabarkan direkrut agen rahasia Jerman. Beberapa penulis biografi, misalnya, Erika Ostrovsky yakin bahwa Mata Hari pernah menjalani pelatihan di sekolah mata-mata Jerman di Antwerp, Belgia. Oleh Jerman, dia disebut dengan kode 'H21'.

Selain jadi mata-mata Jerman, Mata Hari juga direkrut menjadi mata-mata Prancis. Semua yang dia lakukan demi uang agar bisa hidup bersama kekasihnya yang asal Rusia, Vladmir Masloff.

Ketahuan

Masalah datang pada bulan Januari 1917, saat atase militer Jerman di Madrid mengirim pesan radio ke Berlin menggambarkan kegiatan mata-mata Jerman dengan kode nama H 21. Pesan itu disadap agen mata-mata Perancis. Dari informasi-informasi itu, diduga kuat H 21 adalah Mata Hari.

Pada 13 Februari 1917, Mata Hari dicokok aparat Prancis. Tuduhannya, agen ganda.

"Saya tidak bersalah," kata Mata Hari saat diinterogasi, tegas. "Seseorang sedang mempermainkan saya - kontra spionase Perancis. Saya sedang dalam tugas mata-mata dan saya bertindak hanya dalam perintah itu," kata dia, seperti dimuat laman www.mata-hari.com.

Pembelaannya mentah. Ratu erotis itu lalu diadili dengan dakwaan menjadi mata-mata Jerman dan bertanggung jawab atas kematian 50.000 tentara. Dia diputus bersalah.

Kisah hidup penari erotis itu berakhir tragis, namun ia menjelma jadi legenda. Mata Hari mewakili gambaran seorang 'femme fatale' -- perempuan penakluk kaum adam -- yang pesonanya menuntunnya ke akhir yang tragis. @(Ein/Sss) lavanguardia.com



Tidak ada komentar: