Minggu, 08 Maret 2015

Hari Ini Bajingan Bali Nine Dimatikan!!

Jurnalis Independen: Dermaga Wijayapura yang menjadi pintu masuk dan keluar dari Pulau Nusakambangan, Cilacap, kedatangan seorang Ibu muda dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Ibu muda yang belakangan diketahui bernama Ecin Suciatin mendadak membentangkan spanduk kecil berwana biru di dua tiang plang Kantor Dermaga Wijayapura.


Di spanduk itu tertulis, "Mati Kita Mati Bersama." Di bawah tulisan itu tercetak tulisan kecil, "Menjual narkoba atau obat-obatan terlarang kepada anak sekolah disebut pengkhianat bangsa. Karena putra-putri adalah penerus bangsa Indonesia."

Ecin, begitu perempuan itu mengaku disapa, mendesak agar semua terpidana mati yang ada di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan seperti gembong Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, segera dieksekusi. "Kalau bisa hari ini. Semoga hukuman mati dijalankan dengan baik di Indonesia," kata Ecin di depan Dermaga Wijayapura, Minggu (8/3/2015).

Ecin mengaku prihatin dengan keberadaan narkoba di Indonesia. "Makin hari banyak saja warga Indonesia kena narkoba," terang Ecin menegaskan.

Dia menyatakan bertolak dari Tasikmalaya dari pukul 05.00 WIB. Berhubung ia belum pernah ke Dermaga Wijayapura, ia sempat tersesat. "Saya tidak tahu tempat ini. Saya tanya-tanya agar bisa sampai ke sini," terang Ecin.

Ecin menegaskan keinginannya agar Pemerintah segera mengeksekusi mati para terpidana narkoba kelas kakap atas dorongan pribadi. "Demi Allah, saya pribadi yang ingin menyampaikan ini. Tidak ada perintah dari siapa-siapa," ungkap Ecin.

Menurut Ecin, narkoba sudah merusak bangsa Indonesia. Gara-gara narkoba, kata Ecin, banyak sanak keluarga, kerabat dan temannya yang harus masuk jeruji penjara.

"Banyak. Saudara, bahkan teman saja di penjara di polres gara-gara narkoba," ungkap Ecin tanpa mau mengungkap apakah orang dekatnya yang terjerat narkoba sebagai pemakai atau pengedar.

Ecin enggan mengungkap apakah ada anggota keluarganya yang meninggal gara-gara narkoba. "Saya tidak mau membuka yah. Membuka aib itu kan dosa. Jadi cukup kami saja yang menelan pahit narkoba. Yang pasti kami prihatin," terang Ecin.


Aussie Ngotot Bela Gembong Narkoba Duo 'Bali Nine' Demi Bisnis

Australia terus berupaya melobi pemerintah Indonesia agar dua warga negaranya, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tidak dieksekusi mati. Salah satu upaya yang sedang ditempuh saat ini yaitu menawarkan 'prisoner exchange' atau barter narapidana.

Mereka menawarkan menukar dua warganya yang tergabung dalam sindikat 'Bali Nine' itu dengan tiga warga Indonesia yang ditahan di negeri kangguru. Mereka adalah Kristito Mandagi, Saud Siregar, dan Ismunandar. Ketiganya ditangkap karena kasus narkoba.

Lantas apa alasan Australia begitu ngotot untuk membatalkan hukuman mati bagi duo 'Bali Nine' itu? Padahal sudah jelas mereka terbukti menyelundupkan heroin seberat 8,2 kilogram ke Indonesia.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Teuku Rezasyah menjelaskan, duo Bali Nine itu merepresentasikan dua masyarakat minoritas yang ada di negeri kangguru.

Seperti diketahui, Myuran merupakan etnis India, sementara Andrew Chan merupakan warga negara Australia dari etnis Tiongkok. Dua etnis ini, lanjut Reza sangat berpengaruh bagi Australia dalam mengembangkan perekonomian Australia.

"Sebenarnya mereka ini merepresentasikan dua masyarakat yang merupakan minorittas di Australia, yakni China dan India, dua masyarakat ini kan sangat industries bila dibanding kulit putih Australia," jelas Reza kepada Okezone, di Jakarta, Minggu (8/3/2015).

Adanya rencana program Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) menimbulkan keinginan Australia untuk masuk ke wilayah itu dan berintegrasi dengan negara-negara di kawasan Asia, seperti Tiongkok dan India.

Dalam proses integrasi itu, Australia dituntut mengklaim negaranya sebagai negara yang multikultur, di mana semua etnis yang ada di negara itu harus dilindungi.


Advertisement

Dengan saling melindungi itulah, rasa percaya diri pemerintah Australia semakin besar ketika harus berinvestasi di dua negara tersebut ataupun sebaliknya ketika dua negara itu memercayai Australia sebagai tempat berinvestasi.

"Nah, ini menjadi nilai tambah bagi masyarakat dan juga pemerintah Australia, mereka bayar pajak, mereka bawa teknologi, dan bisa juga memberdayakan masyarakat Australia sendiri, ya ujungnya ke masalah bisnis dan ekonomi," tuntas Reza.(put)


Hendardi: Hukuman Mati Menyalahi Undang-Undang!

Ketua Setara Institute, Hendardi, menegaskan, penerapan hukuman mati di Indonesia telah menyalahi Undang-Undang serta hak asasi manusia (HAM).

"Banyak negara di dunia yang menghapuskan hukuman mati. Jika kita bicara solusi, hukuman mati itu bisa diganti dengan hukuman seberat-beratnya tanpa pemberian remisi," kata Hendardi saat dihubungi, Minggu (8/3/2015).

Dia menduga, eksekusi mati terhadap sejumlah warga negara asing dalam waktu dekat ini hanya menutupi kelemahan Presiden Jokowi di bidang hukum, salah satunya konflik KPK dengan Polri.

"Saya menolak hukuman mati itu. Karena itu hak hidup orang lain dan hukuman mati itu bertentangan dengan HAM," ujarnya.



Advertisement

Menurutnya, Jokowi selalu menjustifikasi pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana narkoba dapat menimbulkan efek jera bagi para narkoba lainnya.

"Jokowi mendapatkan angka 40-50 orang meninggal akibat narkoba, ternyata berasal dari penelitian tujuh tahun lalu, yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Badan Narkotika Nasional (BNN)," ungkapnya.

Dia menambahkan, penerapan hukuman mati tidak bisa menjadi indikator keberhasilan pemerintahan Jokowi-JK. "Saya sangat yakin seluruh permohonan grasi tidak dibaca dipelajari Jokowi. Padahal masing-masing kasus punya karakter persoalan pertimbangan berbeda," tutupnya.

Tidak ada komentar: