Keramat Sewuni
Wiryodihardjo
karena kalah judi tidak berani pulang ke rumah. Dia memilih tidur di bawah
pohon beringin besar di luar dusun. Dalam mimpinya ia bertemu seseorang yang
ternyata sudah meningga dunial. Makamnya berada di tempat yang saat itu ia
tiduri. Bahkan pada saat lain ia kerasukan roh Mbah Basah dan memainkan jurus
silat andalan yang dimiliki oleh Raden Sentot Ali Basah Prawirodirdjo.
Ketika Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830 di
Magelang, para manggala prajurit P. Diponegoro banyak yang tidak mau takluk dan
pasrah bongkokan kepada serdadu
penjajah Belanda. Mereka lebih baik mundur dan menyingkir dari tempat
perdamaian daripada mati konyol melawan serdadu Belanda. Ada yang menyingkir ke
timur menyeberang sungai Elo, seperti Kyai Candrabumi dan perajuritnya. Di daerah Magelang juga banyak peninggalan dan
petilasan terkait dengan Perang Diponegoro. Ada Langgar Agung Pangeran
Diponegoro di desa Menoreh, Salaman, Gardu Benteng Stelsel di desa Ringinputih,
Watu Gudig di desa Sambeng, Sendang Suruh di Giritengah, Bedug Pangeran
Diponegoro di Wanurejo di wilayah Borobudur.
Banyak
juga mantan manggala yudha lasykar Pangeran Diponegoro itu berada di daerah ini sampai wafatnya. Makam
Kyai Candrabumi ada di dusun Gupitan desa Podosoko Kecamatan Candimulyo, makam Danurejo di desa Danurejo
Mertoyudan. Sedangkan sebuah
“makam” yang dipercaya
sebagian warga setempat sebagai makam Raden Ali Basah Senthot Prawirodirdjo berada di Sewuni dusun Kayuares
Desa Banyuwangi Kecamatan Bandongan. Kalau makam Kyai Candrabumi sudah banyak
yang tahu dan ramai peziarah pada bulan Ruwah dengan ‘nyadran’, tetapi untuk “makam” R. Ali
Basah Senthot Prawirodirdjo belum banyak yang tahu. Makam ini tidak jauh dari gedung
eks karesidenan Kedu di
Magelang di mana dulu Pangeran
Diponegoro ditangkap serdadu Penjajah Belanda. Dari gedung bersejarah tersebut
“makam” ini kira-kira hanya 3 kilometer ke arah barat.
“Makam” R. Ali Basah Sentot Prawirodirdjo
terletak di bawah kerindangan sebuah
pohon beringin besar dan merupakan makam tunggal. Di cungkupnya tertulis
“Makam Keramat Raden Basah”, dan di
nisan makam ada tulisan aksara Jawa nama “Ali Basah Senthot Prawirodirdjo”. Di
tembok cungkup sisi utara dipajang gambar almarhum. Cungkup ini dikelilingi
pagar tembok setinggi satu meter. Suasana di sekitar makam keramat ini terasa
‘angker’ dan ‘berwibawa’. Di dekat makam ada sebuah pohon kamboja tua yang dianggap wingit. Tidak jauh
dari makam ini ada sebuah mata air yang dianggap wingit oleh masyarakat
setempat. Oleh warga setempat makam
Raden Alibasyah Sentot Prawirodirdjo lebih dikenal dengan sebutan “Makam mBah
Basah”.
Asal Mula ditemukannya “makam”,
Menurut Supana, 59 tahun, warga dusun Kayuares, makam R. Ali Basah Sentot
Prawirodirdjo “ditemukan” pada tahun 1968. Kisah
penemuannya, ada seorang
warga desa setempat bernama
pak Wiryodihardjo. Karena dia
kalah judi tidak berani pulang ke rumahnya di dusun Kayuares. Dia memilih tidur
di bawah pohon beringin besar di pinggir dusun yang ketika itu keadaan tempat ini sangat sepi dan jauh dari rumah
penduduk. Karena sangat lelahnya,
di tempat ini dia bisa terlelap tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya dia
mendengar suara gaib, “Kowe aja susah.
Balia menyang omahmu lan mertobata, kowe bakal luwih apik panguripane.” (Kamu jangan bersedih. Pulanglah ke
rumahmu dan betobatlah, kamu akan menjadi lebih baik). Mengindahkan
pesan suara gaib dalam mimpinya itu, dia berani pulang ke rumahnya. Dan sejak
saat itu dia bisa menghilangkan kesukaan berjudi.
Pada lain hari, ada salah seorang tetangganya yang
masih keluarga pak Wiryo, -bernama pak Puri - kesurupan. Dalam kesurupannya itu
dia berkata, “Aku gelem bali menyang
papan dunungku angger ana sing ngetutake.” (Saya mau pulang ke tempatku,
asalkan ada yang mengikutiku). Kemudian para tetangga mengikuti
perjalanan pak Puri yang kesurupan itu. Tingkah lakunya
dalam perjalanan ke tempat asalnya
tidaklah biasa. Karena pak
Puri bisa berlari cepat dan melompat-lompat seperti layaknya orang menunggang
kuda. Bahkan dia bisa melompati pagar tembok yang tinggi di pekarangan samping
rumahnya. Ketika sampai di
bawah pohon beringin besar di Sewuni dusun Kayuares, dia roboh dan berkata, “Ya ing kene iki papan panggonanku.
Mangertia, yen jenengku Ali Basyah Sentot Prawirodirdjo.” (Ya di sinilah tempatku. Ketahuilah,
kalau namaku Alibasyah Sentot Prawirodirdjo). Tempat di mana dia roboh itu tidak lain adalah tempat di mana pak Wiryo pernah tidur dan menerima wangsit dalam mimpinya.
Sejak saat itu pak Wiryo percaya kalau di tempat tersebut adalah makam seorang priyayi luhur, salah seorang
manggala yudha prajurit Pangeran Diponegoro. Kemudian di tempat ini oleh pak Wiryo dibuat semacam tetenger
berupa sebuah makam dengan cungkup
kecil.
Oleh sementara
orang, “makam” ini dianggap keramat dan menjadi tempat sesirih dengan tirakat
atau memanjatkan doa-doa di sini. Bermacam-macam maksud dan tujuan orang
berziarah dan melakukan sesirih di makam ini. Menurut juru kunci makam, Sunarko
Hadiwardoyo, 60 tahun, yang lebih dikenal dengan sebutan Sunarko Birowo atau
mBah Narko, kebanyakan orang-orang yang berziarah ke makam ini mempunyai
masalah keluarga, terutama masalah ekonomi atau utang-piutang. Seperti
halnya makam keramat lainnya, di makam R. Ali Basah Sentot Prawirodirdjo ini
juga banyak peziarah yang datang dari
luar daerah untuk nyekar dengan doa permohonan yang bermacam-macam. Tetapi bila ada peziarah yang permohonannya
tidak baik, mesti akan celaka.
Ketika ‘jaman judi buntutan’ dulu, pernah ada peziarah yang nyepi di sini untuk
minta ‘nomer jitu’. Tetapi
dia malah ‘dibuang’ atau dilemparkan
ke luar cungkup oleh tenaga ghaib yang
ada di makam ini.
Ada salah seorang peziarah dari kota Magelang
yang sudah terkabul permohonannya kepada Allah SWT dengan berdoa di makam ini. Dia adalah R. Soemardiyanto, yang pada hari Rabu Kliwon tanggal
16 Maret 1977 melakukan pemugaran cungkup makam tersebut. Namun, karena dimakan usia, cungkup yang sudah
dibangun puluhan tahun yang lalu itu bagian atapnya banyak yang rusak.
Gentengnya ada yang runtuh dan dindingnya tampak kumuh. Kini, bagian atap
cungkup ini sudah diperbaiki. Juru kunci
pertama makam ini adalah pak
Wiryodihardjo. Sepeninggal pak Wiryo tahun 1981, tugas juru kunci dilanjutkan
pak Muh Miri, pak Wandi, dan sekarang dipercayakan kepada pak Sunarko Birowo.
Makam
‘imajiner’?
“Makam” R. Ali Basah Sentot Prawirodirdjo yang berada di Sewuni ini sampai kini masih menyimpan misteri. Karena sebenarnya, makam ini hanyalah
sebuah petilasan. Sampai saat ini masih ada beberapa pertanyaan dari sementara orang yang belum
ada jawabannya, terkait dengan
keberadaan makam ini. Apakah benar makam ini adalah makam R. Ali Basah Sentot
Prawirodirdjo, manggala yudha lasykar Pangeran Diponegoro yang terkenal dalam sejarah itu? Mengapa beliau
dimakamkan di sini? Kapan dan siapa yang memakamkannya? Wafatnya Raden Basah di sini dibunuh serdadu Belanda
atau wafat karena usia tua? Dan masih banyak pertanyaan yang terkait dengan perjuangan Raden Alibasyah Sentot Prawirodirdjo di
daerah Magelang ketika itu.
Disamping
itu, sampai sekarang juga belum pernah ada kerabat trah R. Ali Basah Sentot Prawirodirdjo yang nglarah ke sini. Menurut sejarahnya, Raden Ali Basah Sentot Prawirodirdjo
adalah putra Bupati Madiun ke III, R. Prawirodirdjo, yang setia menjadi perajurit Pangeran Diponegoro. Sedangkan warga masyarakat di desa ini
sepertinya kurang memberikan perhatian terhadap keberadaan makam ini. Bahkan
dulu keberadaan makam ini ‘dimusuhi’ atau ditentang oleh sementara ulama di
daerah ini. Karena dikhawatirkan menjadi tempat yang bisa menjurus ke
kemusyrikan.
Ketika pak Wiryo masih hidup pada setiap bulan Ruwah
diadakan nyadran dengan nyekar bersama di makam ini. Kini, acara
nyadran di makam ini sudah tidak pernah diselenggarakan lagi. Sekarang, kadangkala ada peziarah dari lain kota yang nyekar
ke sini. Hanya sayang, tidak ada catatan ‘buku tamu’, sehingga siapa dan dari
mana peziarah itu tidak diketahui.
Makam
Raden Alibasyah Sentot Prawirodirdjo berada di Bengkulu,
Pangeran Diponegoro pada hari Minggu tanggal 25 Maret
1830, P. Diponegoro ditangkap dengan tipu muslihat yang licik oleh Jendral De
Kock, yang semula mengajaknya berunding. Setelah ditangkap, P. Diponegoro
beserta isteri dan putra-putranya dibawa ke Batavia pada tanggal 8 April 1830.
Penjajah Belanda pada tanggal 30 April 1830 memutuskan untuk membuangnya ke
Manado. Pada tanggal 4 Mei 1830 mereka diberangkatkan ke sana dan ditempatkan
di Benteng Amsterdam. Dari Manado pada tanggal 12 Juni 1830 P. Diponegoro
dipindahkan ke Makassar dan ditempatkan di Benteng Rotterdam, Ujung Pandang. P.
Diponegoro berada dalam pengasingan selama 25 tahun. Tanggal 8 Januari 1855 P.
Diponegoro wafat dan dimakamkan di luar benteng, di Kampung Melayu, bagian
utara kota Ujung Pandang.
Menurut
catatan sejarah, sebelum Pangeran Diponegoro ditangkap penjajah Belanda, ada dua
peristiwa yang sangat mempengaruhi kekuatan lasykar dalam perjuangan melawan
penjajah kala itu. Peristiwa pertama, adalah tertangkapnya
Kyai Modjo
pada tanggal 12 Nopember 1828. Penangkapan Kyai Mojo ini
memberikan pukulan yang berat bagi Pangeran Diponegoro.
Sebaliknya, bagi penjajah Belanda
peristiwa ini membuat sangat bersuka cita. Karena dengan
demikian penyangga utama
perjuangan Pangeran Diponegoro
sudah runtuh. Tinggal dua tokoh yang merupakan manggala
yudha andalan Pangeran Diponegoro yang
harus dilumpuhkan yaitu panglima pemberani Raden Alibasyah Sentot Prawirodirdjo, yang kala
itu berusia sekitar 20 tahun dan Pangeran
Mangkubumi.
Pemerintah Penjajah Belanda berusaha menghubungi Raden
Alibasyah Sentot Prawirodirdjo dan membujuknya
dengan memberikan janji-janji yang muluk-muluk agar dia mau menghentikan
perlawanan terhadap serdadu penjajah Belanda. Raden Sentot terpengaruh oleh bujuk-rayu
penjajah Belanda dan pada tanggal 17 Oktober 1829 dia menghentikan
perlawanan. Barangkali karena umurnya yang masih belia dan dendamnya sudah
tersalurkan, ia akhirnya tertarik dengan imbalan materi dari penjajah Belanda, dan bersedia meletakkan senjata. Ini merupakan
peristiwa kedua yang sangat menampar Pangeran Diponegoro. Selanjutnya, Raden
Alibasyah Sentot Prawirodirdjo dikirim ke Sumatra Barat sebagai tentara bayaran penjajah Belanda, dengan tugas memerangi
saudara muslimnya sendiri dalam Perang Padri. Permintaan Raden Sentot untuk
kembali ke Tanah Jawa setelah usai Perang Padri tidak dikabulkan oleh penjajah Belanda. Di Bengkulu Raden Alibasyah Sentot Prawirodirdjo menghembuskan
nafas terakhir pada tanggal 17 April 1855 dalam usia 48 tahun, dan dimakamkan
di sana.@Amat Sukandar
2 komentar:
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
versi sejarah sentot yg cukup menarik. namun kami mempunyai versi lain yg lebih menarik... yaitu.. sentot dan p.dipanegoro...tidak pernah terpisah. sentot dan P.dipanegoro tidak pernah menyerah atau di tangkap oleh belanda. P.Dipanegoro bukan orang biasa.. dia ahli berperang dan juga ahli inteligensi. cerita saya ini pasti akan menjadi bualan semata krn orang menuju pada sejarah yg tertulis, bahwa sentot terakhir di bengkulu begitu juga p.dipanegoro di makasar. Kalau membaca sejarah ya akan seperti itu, sentot di rayu belanda ikut perang paderi, P.dipanegoro di tangkap dan dibuang di makasar 25 thun. Pembaca harus berani bertanya... siapakah penulis sejarah itu... orang indonesiakah atau orang belanda. Perlu diingat... korban pada perang jawa (P.dipanegoro ) sebanyak 200 ribu ( dlm catatan KNIL ). bagaiaman kondisi kejiwaan para praurit, komandan dan panglima P.dipanegoro. Mungkinkah Panglima perang P.dipanegoro hanya satu orang yaitu Sentot saja.. untuk menggalang ribuan prajurit. Secara logika.. akan sulit mengatur gerakan prajurit yg bgitu besar. Tentunya akan sulit memobilasasi pasukan besar tampa bantuan panglima paglima kecil di level bawahanya. Pernahkah pembaca berpikir.. saat itu banya Panglima kecil yg ada menyebut dirinya sebagai Sentot, sebagai cara untuk melindungi Panglima dan P>dipanegoro yang sebenernya......ingin tahu lebih lanjut....nanti menyusul
Posting Komentar