Senin, 11 Maret 2013

Sodo Lanang Misteri Hilangnya Tank Amfibi dan Pasukannya Di Ranu Klindungan


Ranu Grati adalah danau kecil yang terletak dikabupetan Pasuruan. Dalam sejarahnya danau ini pernah menggegerkan Masyarakat Indoesia dengan tregedi tenggelamnya Tank Amfibi beserta seluruh isinya. Peristiwa tragis itu hingga sekarang masih diliputi misteri karena bangkai tank dan seluruh awaknya tak seorangpun berhasil ditemukan.


Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Oktober 1979. Beberapa kendaraan tank dan Batalyon Zipur 10 Amfibi tembak berdatangan memasuki wilayah Grati melewati jalan-jalan kecil desa menuju danau. Terbertik kabar bahwa hari itu mereka akan mengadakan latihan rutin di Ranu Grati. Bagi anak-anak desa disekitar danau, acara latihan pasukan amfibi itu merupakan tontonan menarik yang tidak boleh dilewatkan.

Bila anak-anak merasa gembira dengan kedatangan pasukan Amfibi,  tidak demikan halnya dengan para orang tua dan sesepuh desa, meraka merasa tegang dan resah. Rasa khawatir akan adanya terjadi sesuatu marabahaya yang menelan jiwa peserta latihan. Hal ini disebabkan mitos Ranu Grati yang di jaga ular super besar bernama Nogo Baru Klinting.  Yang setiap saat bisa menelan siapa saja yang mengusik ketenangannya, termasuk para Marinir dari TNI AL.

Para sesepuh desa merasa khawatir acara Latihan perang Amfibi diperairan Ranu Grati bakal mengusik ketenangan Baru Klinting. Itulah sebabnya meraka mencoba menghalangi adanya kecelakaan yang berakibat hilangnya nya pada acara latihan itu. Beberapa orang sesepuh desa menyarankan pada anggota Marinir yang berniat latihan itu agar sebelum turun ke air mengadakan ritual terlebih dahulu. Ritual itu juga mengadakan acara selamatan dengan memandikan para anggota Pasukan Amfibi dengan air bunga kamboja.

Selain itu, adapula yang menganjurkan agar latihan Psaukan Amfibi pagi itu ditunda. Hal ini desebabkan salah seorang yang dipercaya dapat berkomunikasi dengan makhluk halus penjaga Danau menyatakan bahwa pagi itu Baru Klinting sedang mengadakan sebuah pesta dengan Ratu Pantai Selatan. Sampai saat ini banyak masyarakat yang masih percaya bahwa penghuni gaib Ranu Grati berhubungan dengan gaib Pantai Selatan Laut Jawa.

Semua saran dan alasan yang tidak dapat diterima secara logika itu ditolak mentah-mentah oleh penyelenggara latihan yang melibatkan Pasukan Amfibi. Meraka lebih percaya dengan hasil survei yang telah dilakukan sebelum mereka turun kelapangan, karena seperti biasa setiap kali sebelum latihan selalu diawali dengan rencana latihan atau rencana lapangan ( renlap ). Sesuai dengan rencana pagi itu meraka tetap mengadakan latihan dengan menurunkan 7 buah Tank Amfibi keperaiaran Ranu Grati.
Sebelum tank Amfibi beserta awaknya turun keair, sempat terjadi perbedaan antara orang sesepuh desa dengan angota Pasukan Amfibil. Menurut saksi mata yang menyaksikan jalannya perdebatan bernama Hamzah telah mengingatkan kepada komandan latihan.
“ Pak, sebaiknya jangan latihan sekarang,” kata Hamzah, menirukan ucapan sesepuh  desa yang bernama Suliati.  ”Bila bapak-bapak akan latihan, sebaiknya nanti siang saja, “ lanjut sesepuh itu.
“ Mengapa ?” Tanya jawab salah seorang anggota pasukan, dengan nada  merasa kurang senang ada orang lain yang ikut campur dalam tugasnya.
“ Berbahaya pak!, Jaka Baru (sebutan untuk Naga Baru Klinting) bisa marah!”, kenangnya cemas.
“ Biarlah, saya ingin melihat kumisnya Jaka Baru, “ tampang orang itu sambil bergurau dan tertawa-tawa. Teman-temannya yang mendengar percakapan itupun ikut tertawa, namun diam-diam beberapa orang warga yang hadir tampak mulai khawatir atas penolakan usulnya oleh sang komandan latihan.

Sulihati merasa kecewa karena para anggota pasukan Amfibi itu tidak mau mengikuti sarannya. “ Sudahlah Mbah. Sul para perwira yang gagah berani itu mana mungkin percaya dengan cerita kita, “ kata beberapa sesepuh desa lainnya,
Para anggota paukan Amfibi itu memang pernah mendengar cerita tentang legenda Baru Klinting yang dipercaya penduduk sekitar sebagai sang penunggu yang sesekali minta korban persembahan.

Meraka merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena telah mengadakan persiapan latihan yang secara matang, lagipula apakah arti latihan danau dibandingkan dengan latihan di laut, seperti yang selama ini telah meraka lakukan bahkan berinbu kali, pikir mereka. Latihan di laut tentu lebih banyak tantangannya dibandingkan dengan latihan di sebuah danau yang luas dan kedalamannya tidak seberapa.

Sebenarnya ada juga beberapa orang diantara anggota pasuka anggota amfibi yang sejak semula kurang setuju untuk mengadakan latihan di Ranu Grati. Mereka lebih suka  latihan di daerah laut Semedu Sari Nguling, seperti yang selama ini biasa meraka lakukan. Disamping kekhawatiran  akan adanya perbedaan antara laut yang asin dan air tawar yang ada di danau Grati, akan berpengaruh pada latihan mereka. Keberadaan Ranu Grati yang dikenal sangat angker cukup membuat ciut hati mereka.

Tenggelamnya Misterius…
Mbah Sulihati kembali menuturkan Bahwasanya ada salah seorang anggota pasukan batalyon Zipur 10 Amfibi, Serka Sayyadi yang saat itu ikut serta dalam latihan di Ranu Grati. Serka Sayyadi  merupakan salah seorang dari pelaku sejarah yang sampai saat ini masih hidup. Saat kejadian itu berlangsung beliau masih sangat muda dan berpangkat Prada. Menurut cerita Serka Sayyadi, pada saat itu dia dan teman-tamannya dari BTR 50 Amfibi akan mengadakan latihan rutin dibawah pinpinan Komandan BTR. Subiyoto dan Wadang Aminuddin Sobli.

Saat itu ada 7 kendaraan tank yang bergerak menuju Ranu Grati siap mengadakan latihan. Setelah sampai ditepi danau, Sayyadi dan teman-temannya beristirahat sebentar. Dalm latihan itu melibatkan 2 kompi pasukan amfibi yang hendak mengadakan latihan secara bergelombang. Gelombang pertama ada 6 Tank. Tiap tank berisi 20 orang awak. Seorang  jurumudi dan seorang pembantu jurumudi. Jadi jumlahnya pasukan yang berada didalam setiap tank sebanyak 22 orang.

Seorang komandan tank berjaga diluar ( diatas tank ) sebagai penunjuk arah, dengan demikian jumlah seluruh pasukan pada tiap tank sebanyak 23 0rang.Tepat pukul 08.30 pagi, acara latihan  dimulai. Anggota pasukan amfibi memasuki kendaraan masin-masing pintu tank ditutup rapat, kemudian itu mulai turun ke air. Naas tak dapat ditolak, ternyata salah satu dari 7 konvoi itu saat memasuki air, terus tenggelam tanpa diketahui sebab-sebabnya. Tank Amfibi yang tenggelam itu adalah Tank yang berada di sebelah kanan Tank yang ditunpangi Serka Sayyadi.

Menurut Serka Sayyadi, ia melihat sosok bayangan ular yang amat besar membelit tubuh tank yang ditumpangi sejumlah prajurit. Tank beserta prajurit sosok ular penunggu Ranu Grati bernama Baru Klinting dan tak pernah ditemukan hingga kini. Untuk mengenang kejadian yang terjadi pada 17 Oktober 1979 itu, pihak TNI Angkatan Laut membangun sebuah monument, tugu peringatan yang berlokasi di sebelah timur danau.
Berikut adalah nama-nama prajurit yang tidak diketahui rimbanya di danau Ranu hingga kini:

Nama-nama anggota Amfibi yang tewas dalam peristiwa tenggelamnya tank di Ranu Grati:

1.      
Serda Gino
476872
12.   
Prada Suhartono
7755153682
2.      
Koptu Sukarjo
409675
13.   
Prada Musyanto
7755153641
3.      
Koptu Bohir
409321
14.   
Prada Bachtiar
7756153860
4.      
Koptu Suwarto
741486
15.   
Prada Firdaus A.
7755153737
5.      
Koptu Sukardi
409788
16.   
Prada Susdiyono
7756153850
6.      
Koptu Tukirin
409815
17.   
Prada Setu
7757153920
7.      
Koptu Sutarto
7758154060
18.   
Prada Moch. Kosim
7757153951
8.      
Koptu Edi Agustina
7757157556
19.   
Prada Ralip
7755153652
9.      
Prada Sutedjo
7757153939
20.   
Prada Urip S.
7755153696
  

Menurut legenda dan kepercayaan masyarakat sekitar, pada jaman dahulu Desa Ranuklindungan merupakan sebuah wilayah bekas Kademangan Klindungan. Kawasan itu terkenal akan kesuburan alamnya. Di wilayah itu hidup seorang yang sakti nan arif bijaksana, Begawan Nyampo namanya.  Suatu hari, ia didatangi Endang Sukarni dari Keraton Mataram. Dia melarikan diri dari keraton karena hendak dinikahkan dengan lelaki yang tidak ia sukai. Endang Sukarni adalah seorang gadis molek nan jelita. Sang putri memikat hati Begawan Nyampo.

Sebagai simbul rasa cintanya, Begawan memberikan sebilah pisau kepada Dewi Endang Sukarni. Namun Begawan juga berpesan unmtuk tidak memangku pisau yang hendak dipergunakan Dewi Endang mencari daun jati. Sayangnya, suatu ketika ternyata Dewi Endang melupakan pesan sang Begawan dan memangku pisau itu. Keteledoran itu membuat dirinya hamil dan melahirkan seorang bayi setengah ular. Wujud manusia setengah ular itu ia beri nama Baru Klinting.

Baru Klinting tubuhnya dipenuhi sisik ular. Hal ini menjadikan Penduduk mengucilkannya. Begawan yang menganggap Baru Klinting sebagai anaknya sendiri merasa malu akan kejadian itu. Begawan dan Dewi Endang Sukarni akhirnya menyepakati untuk menyingkirkan Naga Baru Klinting. Maka dicarilah dua tantangan yang tidak akan bisa dilalui dengan selamat oleh Naga Baru Klinting.

Ujian atau tantangan pertama bagi Naga Baru Klinting adalah mengambil air dengan menggunakan keranjang bambu yang berlubang. Ternyata walau menggunakan keranjang bambu berlubang, Naga Baru Klinting bisa memenuhi isi sebuah kolam luas yang dibuat oleh Sang Begawan dengan air.

Ujian kedua juga dimenangkan oleh Naga Baru KLinting. Bahkan Naga Baru Klinting dapat membunuh buaya putih yang diperintahkan Begawan Nyampo untuk melenyapkan dirinya dari muka bumi lantaran rasa malu akan ujudnya. Kematian Buaya Putih yang tak lain adalah putra Raden Dodo Putih, adik Begawan Nyampo, membuktikan kesaktian Naga Baru Klinting dan membuat ciut nyali sang Begawan.

Tanpa disadari Naga Baru Klinting, Begawan Nyampo membujuknya untuk melakukan tabrata dengan melingkari Gunung Kelut, tapabrata itu dimaksudkan agar Naga Baru Klinting bisa menjadi manusia sempurna seperti orang kedua tuanya. Dalam melakukan tapa itulah Naga Baru Klinting tewas. Tubuhnya dibantai dan dimakan oleh penduduk sekitar setelah dicacah menjadi 40 bagian.  Tempat pembantaian itu kini bernama Desa Mblereh. Sedangkan tempat pembersihan sisik (kresek) sekarang dinamai Desa Kresek. Nama Desa Petangpuluh dahulu merupakan sebuah tempat pemotongan Naga Baru Klinting dan tempat pembakaran (tunu) daging menjadi nama Desa Grati Tunon.

Karena rasa rindunya, Dewi Endang Sukarni hendak mencari anaknya. Namun ia tak mengetahui jika anaknya telah mati dibantai penduduk. Mengetahui jika Dewi Endang Sukarni ibu dari Naga Baru Klinting, warga yang dilalui dalam pencarian anaknya bukan mala h dibantu justru menerma ejekan, makian bahkan siksaan. Lantaran kesal dan hilang sabar serta hendak memberikan pelajaran kepada si pengejek, Dewi Endang Menantang setiap warga tersebut untuk mencabut Sodo Lanang yang ditancapkannya di dalam tanah.

Walau hanya sebatang lidi, Sodo Lanang ternyata tak ada yang mampu mencabutnya. Saat itulah sebatang lidi bernama Sodo Lanang itu dicabutnya dan bekas lubang tancapan Sodo Lanang pemberian putranya dalam mimpi memancarkan air yang sangat deras. Air itu semakin lama semakin deras memancar. Air itu terus menyembur bagai semburan lumpur lapindo. Dan menenggelamkan apa saja termasuk penduduk yang memperlakukan ibu Naga Baru Klinting bagai hewan tak berguna. Luapan air yang keluar dari bekas tancapan Sodo Lanang terus melebar hingga seluas 1085 Hektar. Luas itu sama persis jika diukur dengan luas Danau Ranu Grati sekarang ini.@Zoe  

Tidak ada komentar: