Sabtu, 30 Maret 2013

Keputusan Bijak, Jokowi Tidak Jadi Capres 2014


Jurnalis Independen: Carut marutnya moralitas pemimpin negeri ini membuat masyarakat memimpikan sosok pemimpin yang merakyat. Munculnya ketokohan Joko Widodo yang menjadi Walikota Solo dua periode dan berhasil melangkahkan kakinya menuju Gubernur DKI hanya dengan bekal pribadi kerakyatan, kejujuran dan keikhlasan tanpa topeng kepalsuan, memukau penduduk NKRI.
Mimpi penduduk negeri ini menjadikan Jokowi kandidat tak tersaingi Pilpres 2014, menjadi mimpi yang terbeli. Sebab Jokowi sendiri tidak berhasrat mencalonkan diri lantaran unggah ungguh pribadi jawanya. Selain itu, tentu saja bukan pribadinya menjadi sosok yang kemaruk kekuasaan seperti kebanyakkan pemimpin negeri ini. Tulisan yang saya kutip dari Annur Diana rasanya sedikit mewakili pemikiran Jokowi dan harapan anak negeri yang muak dan muntah melihat tingkah politisi, pemimpin negeri yang berhati gelap. Selamat membaca.

Keputusan bijak, bila Jokowi tidak berminat dan tidak jadi Capres 2014. Berita di beberapa media cetak dan elektronik memang Jokowi tidak berminat pada pertarungan pilpres 2014, meskipun Jokowi saat ini menjadi sosok yang sangat berpeluang pada ajang pilpres 2014. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak mau menanggapi lagi mengenai wacana yang menyebutkan dirinya sebagai calon Presiden RI pada 2014 nanti (suara pembaruan). Hal itu juga bisa dilihat melalui beberapa ulasan masyarakat yang menginginkan perubahan dan menginginkan sosok presiden yang merakyat. Saya, anda dan siapapun yang mengenal dan mengikuti sepak terjang Jokowi, pastinya akan berharap Jokowi ikut serta pada pilpres 2014.

Boleh saja berharap dan bosan dengan kepemimpinan yang itu-itu saja, tapi kita perlu sedikit melihat persoalan penolakan Jokowi itu dengan jernih. Siapapun itu akan berbuat hal yang sama, bila menjadi Jokowi. Meskipun poltik itu bagai bola liar yang tidak jelas kemana arah pantulannya, penolakan itu menurut saya adalah jalan terbaik. Sepertinya Jokowi berada posisi yang kurang tepat, dimana dua kandidat capres 2014 adalah pendukung utamanya disaat bertarung di pilgub DKI Jakarta lalu. Sebut saja ini adalah satu alasan dari etika politik Jokowi yang tidak mungkin bertarung dengan dua tokoh tersebut.
Jokowi mengaku tidak mau dipusingkan rumor pencalonan dirinya sebagai capres. Termasuk adanya pihak-pihak yang menginginkannya mencalonkan diri sebagai presiden. "Saya mau ngurus Jakarta, saya tidak mau dipusingkan itu," tuturnya. (Sumber)

Sisi lain yang mungkin menjadi alasan Jokowi selalu menolak dengan tegas, bahwa dirinya tidak berminat untuk dijadikan capres 2014 disetiap jawabannya atas pertanyaan awak media. Menurut saya selain rasa sungkan dan etika politik, faktor pekerja keras Jokowi adalah salasan kenapa tidak berminat dalam pilpres 2014. Sepertinya Jokowi yang pekerja keras itu serius ingin bekerja keras dan ingin berusaha memberikan  hasil terbaik bagi warga Jakarta yang telah memberi kepercayaan padanya. Itu bisa dilihat dari semangatnya disaat melayani, berdekatan dan menyatu dengan warga DKI Jakarta, sepertinya Jokowi bukan lagi milik orang Solo, tapi milik seluruh warga DKI Jakarta, bahkan sekarang ini Jokowi adalah sosok yang dimiliki sebagaian besar rakyat Indonesia.

Untuk alasan sebenarnya hanya Tuhan dan Jokowi yang mengetahuinya, semua hanya bisa menduga-duga. Seperti ada dugaan jika Jokowi ikut dalam capres 2014, berarti Jokowi meninggalkan tanggung jawab yang diembannya belum lama ini. Ada lagi yang mengatakan jika Jokowi dipaksa mengikuti pertarungan di pilpres 2014 adalah bagai menyakiti Jokowi. Dan juga ada dugaan yang saya rasa kurang tepat, jika Jokowi ikut bertarung berarti Jakarta akan diserahkan kepada Ahok yang rentan dengan konflik antar etnis. Dari tiga dugaan tersebut, menurut saya sah-sah saja dan ada benarnya, meskipun belum tentu terjadi hal-hal buruk bila Jokowi bertarung pada pilpres 2014. Semua dugaan itu bukan dugaan negatif, melainkan rasa peduli dan rasa menyanyangi Jokowi, seperti kutipan dibawah ini:

Kalau Jokowi diposisikan calon presiden, siapa sosok yang mau jadi wakilnya? Saya jamin tidak ada, jika mereka berasal dari elit partai! Lihat saja pemberitaan pers belakangan ini, semua cuma butuh Jokowi mendampinginya, mejadi wakilnya. Egoisme elit politik sudah dipertontonkan, popularitas dan elektabilitas sudah jelas lebih rendah, tapi meminta Jokowi yang lebih dikenal (dan diharapkan) hanya sebagai pendongkrak perolehan suara. Adilkah??

Jika Jokowi tergoda, lantas bersedia dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden, serangan pasti akan dimulai juga dari DKI. Baru setahun memimpin, dan belum membuktikan dampak kememimpinan yang signifikan, sudah ngelunjak mau jadi petinggi negeri. Apa yang akan terjadi? Basuki alias Ahok pasti akan jadi obyek cercaan dan bullying. Perkara agama dan etnisitasnya akan dijadikan bahan jualan lewat cara adu domba. Jakarta pasti chaos, ribut, dan ujung-ujungnya maut. Negeri ini penuh konflik, dan bukan tidak mungkin, lebih berdarah dibanding peristiwa Mei 1998. Jokowi, pasti akan ditunjuk sebagai penyebab, lantaran kelewat ambisius, sehingga dituntut bertanggung jawab.

Kalau Jokowi maju, walau boleh cuti, pasti kelompok-kelompok fundamentalis Islam akan menajamkan isu SARA terhadap Basuki Tjahaja Purnama. Etnisitasnya pun bisa berujung petaka, dan banyak dalih bisa dibuat dan dicari untuk memperkuat prasangka dan kebenciannya. Terhadap Jokowi, pasti juga akan berlaku hukum bully, dengan menyebut tak bertanggung jawab, tidak amanah, dan seterusnya. (sumber: blontankpoer)

Menurut saya pribadi, keikutsertaan Jokowi belum tentu berpengaruh buruk bagi DKI Jakarta, bila kemudian kepemimpinan DKI Jakarta diserahkan kepada wakilnya Ahok. Bukankah bila Jokowi berhasil menjadi presiden juga akan tetap melihat dan berada di DKI Jakarta? Ketikutsertaan Jokowi dalam pertarungan pilpres 2014 juga bukan sebagai hal yang hanya merupakan dukungan 'buta' dan sebagai pemaksaan belaka. Dukungan itu datang karena melihat kinerja dan gebrakan-gebrakan yang dilakukan Jokowi yang merakyat. Hal wajar rasanya bila melihat fenomena dukungan yang diberikan masyarakat kepada Jokowi dan itu bukan merupakan hal yang terlarang dan tabu. Dukungan pada Jokowi datang begitu saja tanpa iming-iming imbalan seperti yang lalu-lalu, dimana dukungan diberikan bukan dukungan tulus tapi dukungan 'fulus'.

Penolakan Jokowi mungkin menjadi kekecewaan bagi pendukung setia yang benar-benar tulus dan bukan fulus, tapi apa mau dikata semua keputusan itu sepenuh menjadi hak Jokowi untk menerima atau menolak. Jadi, mau tidak mau ya kita atau semua pendukung Jokowi harus legowo dan tetap mendukung Jokowi di DKI Jakarta, bila memang Jokowi tidak mau ikut dalam pertarungan di pilpres 2014. Kita semua harus nrimo dan memberikan waktu pada Jokowi untuk menyelesaikan tugas yang diembannya di DKI Jakarta, dan mungkin periode berikut kala ambisi tokoh tua meredup barulah Jokowi didukung habis-habisan.

Mungkin untuk 2014 keinginan agar Jokowi ikut bertarung sebagai capres perlu diundur dan bersabar hingga 2019. Siapapun yang menjadi presiden terpilih di pilpres 2014, tidak akan terlalu besar pengaruhnya bagi rakyat Indonesia yang terbiasa mandiri ditengah-tengah ketidakadilan hukum, ketidakadilan ekonomi dan sebagainya, terbukti rakyat Indoensia masih sanggup berdiri dan hidup hingga saat ini. Suatu saat pasti keadilan akan keluar dari lingkaran dan menyentuh setiap warga negara Indonesia, dan itu rasanya belum bisa terjadi ditahun 2014. Jokowi masih dalam keadaan terhimpit oleh etika politik dan bahkan saat ini Jokowi lebih suka menjadi 'pelayan' warga DKI Jakarta.

Saat ini Jokowi berada pada situasi serba salah, hingga tidak tertarik dan tidak mau mendengarkan isu mengenai masalah capres 2014. Dua tokoh pengusung utama Jokowi dari partainya dan koalisinya akan menjadi capres 2014, tidak beretika rasanya bila Jokowi harus melawan mereka di pilpres 2014. Memang hal tidak terduga terjadi, istilah betawinya semua 'kecele', karena Jokowi akhirnya lebih menjadi pusat perhatian dibanding pengusungnya. Tapi semua belum jelas, seperti ketika Jokowi menolak bertarung di pilgub DKI Jakarta waktu itu. Akhirnya Jokowi jadi juga bertarung di pilgub dan berhasil menang menjadi gubernur bersama pasagannya Ahok.

Pada perkara yang ‘sepele’ bagi sebagian besar orang namun sangat serius bagi Pak Jokowi itulah yang membuat saya percaya, beliau bakal urung maju perang berebut kursi di DKI. Itu bukan wataknya. Di sana, justru tampak keluhuran budinya. (Sumber)

Politik tidak bisa ditebak, politik bisa loncat kiri loncat kanan, 1 jadi 2 dan 3 jadi 5, tergantung maunya sutradara di partai politik Jokowi berada. Saya berharap masih ada perubahan tak disangka terjadi, sehingga Jokowi mau bertarung di pilpres 2014. Boleh dong berharap! Harapan terakhir, lebih baik tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta daripada Jokowi mau disandingkan sebagai cawapres 2014 hanya untuk mendulang suara.@http://kitabasmikorupsi.blogspot.com

1 komentar:

SuperTeam mengatakan...

tak ada salahnya baca ini, info menarik
kursus online bersertifikat di indonesia
kursus online |
kursus online |
kursus online