Jurnalis Independen: Selain wisata
yang berbasis alam, Pulau Bawean juga bisa dikembangkan sebagai sebuah pulau
wisata spiritual. Di pulau Bawean diyakini terdapat 99 gunung. Dari gunung
sebanyak itu terdapat banyak sekali petilasan dan makam bersejarah.
Diantara makam-makam tersebut seperti
makam Maulana Umar Masud, makam panjang di Tinggen, makam Purbonegoro, makam Waliyah
Zainab, makam Jujuk Campa, makam Cokrokusumo dan makam-makam lain.
Jika makam-makam bersejarah tersebut
dikelola dengan baik akan memberikan mamfaat baik secara batin (spiritual)
maupun secara zahir (ekonomi).
Hal-hal teknis untuk mengelolah makam
tersebut seperti perawatan makam, dirikan suatu bangunan yang unik atau mihrab
di atasnya seperti makam-makam parawali lainnya. Disamping itu, tentu harus
memberikan penerangan akan sejarah setiap tokohnya.
Pemberian catatan atau informasi tentang
perjalanan hidup sang tokoh semasa hidupnya kepada para pengunjung. Selain itu,
menyediakan tempat yang agak luas yang memungkinkan pengunjung bisa melakukan
tirakat di sekitar makam tersebut.
Jika tempatnya indah bersih dan menarik
serta ditunjang oleh pancaran sirr makam wali tersebut maka masyarakat umum,
para pecinta spiritual dan ahli kebatinan akan berdatangan dari segala penjuru
negeri.
Kubur Mas Bawang
Kubur Mas Bawang secara administratif
terletak di Desa Teluk Dalam Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Kubur tokoh ini
berada di tengah pekuburan umum Desa Teluk Dalam yang terletak di sisi Utara
lapangan sepak bola.
Kubur atau makam tokoh ini nampak menonjol
ditengah pekuburan umum. Pemberian bangunan berupa cungkup beratap seng yang
menaungi kubur tokoh Mas Bawang dan kubur pendamping lainnya merupakan pembeda
dari makam kebanyakan. Cungkup kubur tersebut tidak memiliki dinding pada
keempat sisinya.
Di bagian luar cungkup terdapat pagar batu
berbahan batu kali. Batu kali itu tertata meninggi hingga satu meter. Uniknya,
dinding itu tidak menggunakan semen sebagai perekatnya. Pagar batu tersebut
berdenah empat persegi panjang dengan lebar 5 M, panjang 13 M dengan tinggi 1
M.
Yang juga menarik dari kompleks kubur Mas
Bawang ini adalah ditemukannya batu-batu nisan berbentuk gada dan berbagai
hiasan di sekitar kubur tokoh.
Makam Jirat
Makam tokoh ini menjadi satu dengan empat makam
lainnya. Letaknya di dalam cungkup. Makam Jirat tersebut juga menggunakan bahan
batu kali yang tidak dibentuk dan di tata meninggi tanpa perekat.
Areal di dalam jirat tersebut lebih tinggi
di bandingkan lantai halaman di dalam kompleks pagar. Jirat tersebut berdenah empat
persegi panjang dengan memiliki ukuran panjang 323 cm dan lebar 173 cm dengan
tinggi dari halaman kubur 24 cm.
Makam Embhe Rambheje
Secara administratif berada di wilayah
Dusun Suwaritimur, Desa Suwari, Kecamatan Sangkapura. Letak makam tokoh ini di
halaman belakang Masjid Suwari Timur yang dikelilingi desa. Untuk menuju ke lokasi
kubur ini dari jalan lingkar Bawean yang melalui Desa Suwari, masuk melalui
jalan desa yang telah diperkeras dengan beton cor sejauh 30 meter melalui desa.
Diujung jalan masuk kita akan sampai ke Masjid Suwari Timur.
Makam Embhe Rambheje dikelilingi kuburan
masyarakat Dusun Suwari Timur. Namun pekuburan ini saat ini telah tidak
dipergunakan lagi. Makam Embhe Rambheje akan terlihat mencolok ditengah kuburan
lainnya. Fitur sebagai pembeda dengan makam lainnya adalah ada pagar batu yang
melingkari kubur ini.
Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di
masyarakat Suwari, tokoh Embhe Rambheje adalah merupakan tokoh pembawa Agama Islam
di desa tersebut. Melalui peran tokoh ini masyarakat Suwari akhirnya menjadi
pemeluk Agama Islam. Sebagai tokoh yang mengajarkan syariat Islam, Embhe
Rambheje juga mendirikan masjid Suwari Timur yang kini berada dalam satu
kompleks dengan makam beliau.
Makam Kuna di Tambak
Makam atau Kubur kuna yang dimaksud di sini
terletak ditepi jalan lingkar Bawean yang berhimpit dengan garis pantai. Secara
administratif lokasi makam ini termasuk dalam wilayah administrasi Desa
Pekalongan Kecamatan Tambak. Makam kuna ini berada di tengah pekuburan umum
Dusun Tunjung Desa Pekalongan.
Saat ini makam kuna ini telah diberi
bangunan cungkup dengan menggunakan kontruksi beton dengan atap asbes tanpa
dinding yang merupakan bangunan baru. Jirat kuburnyapun telah ditinggikan
dengan batako dengan lapisan semen.
Keberadaan kubur kuna ini di Bawean baru
ramai di bicarakan orang sejak tahun 1995-an. Menurut keterangan masyarakat
sekitar, pada awalnya masyarakat sekitar dan Bawean pada umumnya kurang
memperhatikan keberadaan kuburan tersebut. Namun seiring dengan semakin
banyaknya peziarah yang datang dari Jawa ke makam tersebut, maka mulai
berkembanglah cerita tentang keberadaan kuburan tokoh tersebut.
Berdasarkan keterangan peziarah dari Jawa
yang kami temui di lokasi kuburan ini, menyatakan bahwa kuburan tersebut
merupakan kuburan tokoh Sunan Bonang, salah seorang dari wali songo yang ada di
tanah Jawa.
Menurut peziarah tersebut Sunan Bonang
meninggal dan dikuburkan dilokasi ini dalam upaya beliau menyiarkan Agama
Islam. Namun setelah diketahui oleh para santri dan pengikutnya yang berada di
Tuban, mereka bermaksud untuk memindahkan kuburan Sunan Bonang dari lokasi di
Bawean ke Kota Tuban.
Dalam upaya tersebut santri dan pengikut
dari Tuban, tidak sepenuh niatan mereka berhasil dilaksanakan, karena yang
berhasil dipindahkan hanyalah kain kafannya saja. Sedangkan jasadnya tidak bisa
dipindahkan dari Bawean. Namun sebagian peziarah dari Jawa yang datang ke
Bawean menyebutkan bahwa kubur Sunan Bonang memang di Bawean. Namun kubur
tersebut bukan yang berada di Kecamatan Tambak ini. Melainkan berada di Desa
Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura yang di Bawean dikenal dengan Jujuk Tampo.
Peninggalan arkeologi yang menarik
disekitar kuburan di Bawean ini adalah ada 4 buah nisan bergaya bentuk gada dan
2 buah berbentuk pipih yang menggunakan bahan batu andesit. Meskipun kuburan
tersebut hanya dikenal sebagai kuburan para santri tokoh utama di kompleks ini,
gaya bentuk nisannya merupakan peninggalan arkeologi yang cukup langkah khususnya
wilayah Bawean yang masih wilayah Kabupaten Gresik itu.
Kubur KH Fahruddin
Kubur tokoh ini di pekuburan umum Dusun
Pakalongan Temor Desa Pakalongan Kecamatan Tambak. Kubur ini tidak memiliki
bangunan cungkup.
Tidak seperti umumnya kuburan Islam, pada kubur
tokoh ini tidak ditemukan unsur nisan yang biasanya didirikan dalam struktur
jirat yang mengelilinginya. Pada kubur ini hanya ditemukan struktur jirat yang
menggunakan bahan fosil karang.
Pada bagian kepala dan kaki kuburan,
bentukan jiratnya meninggi dengan pola bangun setengah lingkaran menyerupai
gunungan.
Makam KH Khatib
Makam KH Khatib berada di tengah pekuburan
umum Desa Pakalongan Kecamatan Tambak. Makam ini tidak memiliki bangunan
cungkup dan terkesan tidak berbeda dengan kuburan umumnya yang ada ditempat
tersebut. Jirat dan nisan kuburnya telah direhab oleh pihak keluarga yang kini
dilapisi dengan keramik modern.
Berdasarkan cerita tutur yang ada di
masyarakat Bawean, tokoh ini merupakan orang pertama yang membawa dan
mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama 'di Pulau Bawean.
Beberapa kalangan dari pemimpin wilayah NU
Jawa Timur menyatakan bahwa KH Khatib merupakan salah seorang kyai yang masa
hidupnya sejaman dengan KH Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang. Bersama Hasyim
Asy’ari, beliau aktif sebagai salah seorang perintis pendiri Nahdlatul Ulama '.
Makam Waliyah Zainab
Makam ini terletak di Desa Diponggo
Kecamatan Tambak Pulau Bawean, di kaki bukit yang jaraknya dari pantai sekitar
350 M. Kubur ini di halaman belakang masjid Desa Diponggo yang konon katanya
masjid ini didirikan oleh Waliyah Zainab.
Cungkup kubur ini telah direhab oleh
masyarakat setempat yang saat ini berdinding tembok dengan kontruksi beton cor
beratap genteng. Jirat kubur sebagai unsur yang masih merupakan peninggalan
arkeologi, menggunakan bahan batu kapur Gresik yang dibentuk persegi empat.
Jirat kubur ini bentuknya mengesankan
adanya kesamaan dengan beberapa jirat kubur yang ada di Gresik meskipun dalam
bentuk dan ornamen yang jauh lebih sederhana.
Tokoh Waliyah Zainab menurut cerita yang
berkembang di Bawean adalah merupakan istri kedua dari Sunan Giri yang bernama
Dewi Wardah. Dewi Wardah merupakan putri Sunan Bungkul di Surabaya yang
diperistri berkat penemuan buah delima oleh Sunan Giri dalam sebuah sayembara.
Namun Dewi Wardah merasa kurang bahagia
menjadi istri kedua dari Sunan Giri, sehingga ia memilih untuk menetap di
Bawean sebagai kader penyiar Agama Islam.
Kubur Jujuk
Tampo
Kubur ini terletak di Dusun Tampo
Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Kubur
tokoh yang bernama Jujuk Tampo ini berada diatas sebuah struktur batu alam yang
ditata sedemikian rupa berbentuk meninggi dengan 3 buah teras undakan. Pada
setiap inti undakan memiliki bidang datar yang cukup luas, di teras ketiga teratas
ditemukan dua buah kuburan dengan dua pasang nisan yang salah satunya dikenal
dengan kubur Jujuk Tampo.
Hingga saat ini tidak ditemukan
data yang bisa menerangkan tentang identitas sang tokoh yang dikubur ditempat
tersebut secara valid. Keterangan warga setempat hanya menceritakan tentang
kejadian proses meninggalnya sang tokoh Jujuk Tampo. Meninggalnya tokoh Jujuk
Tampo adalah akibat dibunuh oleh orang dari Desa Patar Selamat yang menuduh
Jujuk Tampo sebagai pencuri sapi milik warga Patar Selamat yang hilang. Karena
tuduhan tersebut tidak terbukti kebenarannya, seluruh warga Patar Selamat dikutuk
agar tidak berziarah ke kuburan beliau. Bila ada warga Patar Selamat yang
melanggar sumpah tersebut, maka di Bawean akan terjadi hujan deras dalam
beberapa hari.
Tidak adanya data arkeologi dan
sejarah yang bisa menjelaskan tokoh yang dikubur dengan julukan Jujuk Tampo
tersebut telah pula melahirkan cerita baru yang menghubungkan Jujuk Tampo
dengan Laksamana Ceng Hoo? Saya sendiri tidak menemukan data tentang hubungan
diantara keduanya setelah saya baca buku yang baru terbit di tahun 2008 ini.
Bukankah intuisi tidak termasuk dalam metodologi ilmu.
Makam Mbhe
Ghuste
Makam Mbeh Ghuste berada di
punggung bukit yang termasuk dalam wilayah Desa Komalasa Kecamatan Sangkapura.
Kubur tersebut merupakan kuburan tunggal yang disekelilingnya berupa semak
belukar. Untuk menuju lokasi kuburan tokoh ini dari jalan Desa Komalasa yang
telah bisa dilalui kendaraan bermotor, kita masih harus berjalan kaki melalui
jalan setapak yang terjal berbatu ditengah semak belukar yang tinggi.
Makam Mbeh Ghuste tidak memiliki
bangunan cungkup. Sebagai penanda keberadaan kuburan ini. Berdasarkan cerita
tutur yang berkembang di masyarakat Desa Komalasa, Mbeh Ghuste dikenal sebagai
salah seorang kader Agama Islam yang awal di Desa Komalasa Pulau Bawean. Selain
itu tokoh ini dikenal sebagai seorang tabib yang memiliki kemampuan yang tinggi
dalam mengobati penyakit. Konon lebih dari 41 macam penyakit yang bisa diobati
oleh tokoh ini. Namun keterangan lebih jauh tentang asal dan masa hidup tokoh
tersebut tidak ditemukan dalam cerita tutur maupun data sejarah.
Makam Mbhe
Rato
Kubur ini berada di pekuburan umum
Desa Dheun yang terlentak di tepi jalan lingkar Pulau Bawean. Keletakan
tersebut menjadikan kuburan ini sangat mudah untuk di kunjungi. Secara
administratif kubur ini termasuk dalam wilayah Dusun Dheuneler, Desa Dheun
Kecamatan Sangkapura.
Berdasarkan cerota tutur yang
berkembang di masyarakat Dheun, disebutkan bahwa tokoh Mbhe Rato saat hidupnya
merupakan pemimpin atau penguasa lokal yang sekarang seperti kepala desa di
wilayah Dheun.
Makam Jujuk
Neisela
Makam Jujuk Neisela ini berada di lokasi
yang hingga kini masih sangat sulit untuk didatangi. Keletakan kubur ini yang
berada di punggung gunung dengan akses jalan yang hanya berupa jalan setapak
pencari rumput yang sangat jarang di lalui, menyebabkan kesulitan untuk
menenukan lokasi kubur ditengah rimbun semak-semak. Secara administratif kubur
ini termasuk dalam wilayah Dusun Bhelibhekeler, Desa Balikterus Kecamatan
Sangkapura, yang keletakan desanya berada dibagian tengah Pulau Bawean yang
berbukit-bukit. Makam ini tanpa dilengkapi dengan bangunan cungkup.
Berdasarkan cerita tutur yang
berkembang di masyarakat Bawean, khususnya di Desa Balikterus, menyebutkan
bahwa tokoh Jujuk Neisela merupakan salah seorang khadam atau pembatu Waliyah
Zainab atawa Dewi Wardah yang meninggal dalam perjalanan pengungsi sebelum
akhirnya Waliyah Zainab menetap di Desa Diponggo.
Makam Purbonegoro
Letak makam Purbonegoro berada di
kaki bukit Malokok yang termasuk dalam wilayah Desa Gunungteguh Kecamatan
Sangkapura. Lokasi kuburan Purbonegoro merupakan pekuburan umum untuk
masyarakat sekitar lokasi dan lokasi penguburan bagi mereka yang masih memiliki
hubungan darah atau keturunan Purbonegoro.
Untuk menuju kelokasi kuburan ini
cukup mudah karena keletakannya yang masih berada dalam kawasan kota Kecamatan
Sangkapura.
Halaman cungkup kubur Purbonegoro yang
merupakan kaki bukit Malokok dibuat berundak lima. Setiap undakan diberi
dinding talud yang menggunakan batu koral yang dibentuk persegi empat panjang
tanpa diberi perekat. Empat dinding talud terbawa, saat ini hampir seluruh
bagiannya sudah tertimbun tanah. Sedangkan dinding talud teratas yang sekaligus
terhubung dengan pagar, hingga kini masih dapat teramati walaupun pada banyak
bagiannya telah runtuh.
Kondisi bangunan cungkup tersebut
dalam kondisi rusak berat. Didalam bangunan cungkup pertama tersebut terdapat 2
buah bangunan cungkup kedua dan 7 buah kuburan. Cungkup kedua yang berada
didepan pintu masuk cungkup pertama merupakan cungkup kedua kubur Purbonegoro.
Kedua cungkup kubur tersebut menggunakan bahan kontruksi kayu yang meskipun
kini dalam kondisi rusak berat dan fragmentaris, namun masih menampakkan kemegahan
bentuk dan hiasannya.
Begitupula dengan jirat dan nisan
kubur yang lainnya, juga menggunakan bahan kayu dengan pola hias yang kompleks
yang kini dalam kondisi rusak berat. jirat kubur Purbonegoro menggunakan bahan
kayu dengan pola hias suluran bunga teratai yang memenuhi hampir seluruh bidang
badan jirat yang berundak dua.
Nisan ini memiliki hiasan antefik
pada keempat sudut pinggangnya. Sisi pinggir nisan diberi hiasan suluran
tumbuhan yang mengelilingi bingkai persegi lima. Di dalam bingkai segi lima
sisi dalam nisan terdapat kaligrafi yang menyebutkan wafatnya Panembahan Adi
pada hari senin, Tanggal 11 Jumadil Akhir Tahun Alif. Sedangkan pada sisi luar
nisan di dalam bingkai segi lima diberi hiasan suluran tumbuhan yang memenuhi
bidang. Nisan ini memiliki ukuran lebar 23 cm, tebal 17 cm, tinggi 47 cm dengan
jarak antar nisan sejauh 122 cm.
Berdasarkan data lisan dan sejarah
yang ada di Bawean, Purbonegoro merupakan keturunan Umar Mas'ud yang menjadi
penguasa ke-enam dengan gelar pangeran yang pemerintahannya berlangsung antara
tahun 1720-1747 M. Data sejarah dan lisan tersebut berbeda dengan inskripsi
yang tertulis di nisan.
Makam Syech
Maulana Umar Mas'ud
Tokoh Umar Mas'ud yang dalam
tradisi lisan dan tulis masyarakat Bawean dikenal sebagai penyebar Agama Islam
di Bawean, terletak di dalam kompleks Masjid Jamik Sangkapura yang konon masjid
tersebut didirikan oleh Umar Mas'ud. Secara administratif kubur ini termasuk
kedalam wilayah Desa Kotakusuma Kecamatan Sangkapura yang menempati lokasi di sisi
Barat Alon-alon kota Kecamatan Sangkapura.
Kubur Umar Mas'ud berada di sisi belakang
kompleks Masjid Jamik dengan pagar pembatas yang menyatu dengan pagar masjid.
Sebuah cungkup yang telah direnovasi dan kini cungkup tersebut berdinding
tembok semen baru menaungi dua buah kuburan, yakni kubur Umar Mas'ud beserta
istrinya.
Nisan kuburan yang kini terpasang
pada jirat merupakan nisan baru yang menggunakan bahan kayu jati. Sedangkan dua
pasang nisan asli dari dua buah kuburan tokoh ini masih tersimpan di dalam
bangunan cungkup dalam kondisi utuh dan baik.
Tokoh Umar Mas'ud dalam sejarah
Paulau Bawean dikenal sebagai tokoh penyiar agama Islam yang datang ke Bawean
dan mengalahkan penguasa Bawean dikala itu yang bergelar Raja Babi sebagai raja
Kerajaan Lubek dalam sebuah duel. Setelah berhasil mengalahkan Raja Babi yang
seketika itu meninggal dunia, Umar Mas'ud mengangkat dirinya sebagai penguasa
Pulau Bawean dan memindahkan pusat kekuasaan dan pemerintahannya dari Panagih
di Desa Lebak ke Bengko Dhelem yang kini berada di Dusun Dejebheta Desa
Sawahmulya.
Dimasa pemerintahannya ini Umar
Mas'ud mendirikan Kota Sangkapura dengan konsepsi kota Islam Jawa yang
diadaptasi dengan kondisi geografis setempat. Bentuk adaptasi konsepsi tata
kota Islam Jawa tersebut nampak dari penempatan keraton pusat pemerintahan yang
di Bawean dikenal dengan Bengko Dhelem di sisi Utara Alon-alon dan pasar di
sisi Selatan Alon-alon. Sedangkan masjid Jamik tetap berada di sisi Barat dari
Alon-alon.
Pemerintahan Umar Mas'ud di
gantikan oleh anak keturunannya pada saat beliau wafat pada tahun 1630M yang
kehilangan kedaulatannya sehubungan dengan naiknya kembali kekuatan pemerintah
di tanah Jawa pasca Majapahit.
Makam Cokrokusumo
Menurut wilayahnya, makam Cokrokusumo
masuk dalam Desa Sungaiteluk Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Lokasi makam
ini berada ditepi persimpangan jalan kecamatan yang telah beraspal, sehingga
kuburan ini cukup mudah untuk di kunjungi. Kubur Cokrokusumo yang bagi
masyarakat Sangkapura juga dikenal dengan nama Congkop Naghesare, dikelilingi
oleh kompleks pekuburan besar yang terpisahkan oleh jalan kecamatan yang
melintas ditengahnya.
Di dalam bangunan cungkup kubur ini
terdapat beberapa kuburan tua. Tiga buah kuburan dari tokoh utama yang ada di
dalam cungkup kubur ini diberi bangunan cungkup kedua. Cungkup kubur
Cokrokusumo berada di bagian tengah yang diapit oleh dua cungkup lainnya.
Kaligrafi yang tertulis pada bagian
sisi dalam nisan, memiliki isi yang berbeda antara nisan kepala dan nisan kaki.
Kaligrafi pada nisan kepala berisi wafatnya Kanjeng Rahadian Tumenggung Purba
Negara pada tanggal 29 Ramadhan 1235. Sedangkan pada nisan kaki menyebutkan
wafatnya Kanjeng Rahadian Tumenggung Panji Cokrokusumo pada tanggal 29 Ramadhan
1285 Hijriyah.
Berdasarkan data sejarah yang ada
di Pulau Bawean, tokoh Cokrokusumo merupakan keturunan Umar Mas'ud yang
kemudian bertahta pada Bawean pada Tahun 1747 sampai 1789 M. ia kemudian
menjadi penguasa ke lima sejak Pulau Bawean direbut oleh Umar Mas'ud yang
sekaligus menjadi penyiar Agama Islam di Pulau Bawean setelah mengambil alih kekuasaan dari raja animism.@zoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar