Jurnalis Independen: Di tahun 2011 ini muncul sebuah
kejutan khususnya di lapangan dakwah Islam di Tanah Air, yaitu dengan terbitnya
sebuah buku berjudul: " SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI:
Mereka
Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama ". Buku ini karya orang Indonesia,
tetapi disamarkan seolah penulisnya adalah orang Arab. Si penulis menyebut
dirinya sebagai Syaikh Idahram, sebuah nama yang terasa asing di kancah dakwah.
Buku ini selain memakai judul
yang sangat kasar, semodel buku-buku karya orang PKI atau kaum atheis lainnya,
di dalamnya juga pekat berisi fitnah, kebohongan, penyesatan opini, penyebaran
akidah Syiah, upaya adu-domba antar Ummat Islam, dll. Banyak fakta-fakta bisa
diungkap tentang kebohongan dan kecurangan Syaikh Idahram. Sangat ironisnya,
buku itu justru diberi kata pengantar oleh Ketua PBNU, Said Agil Siraj. Said
Agil ini sepertinya sudah tidak sabar untuk memanfaatkan posisinya-sebagai
Ketua PBNU-untuk menyerang para aktivis Islam. Belum juga lama dia menjadi
Ketua PBNU, langsung terlibat menjadi promotor utama terbitnya buku adu-domba
ini. Seharusnya Said Agil bermain cantik, sehingga ambisi permusuhannya kepada
aktivis Islam tidak cepat terlihat.
Buku " Sejarah Berdarah
Sekte Salafi Wahabi (SBSSW) "ini sangat berbahaya kalau tersebar luas ke
tengah masyarakat. Dilihat dari judulnya saja, tampak sangar, provokatif, dan
berpotensi menjerumuskan kaum Muslimin dalam pertikaian tanpa kesudahan. Buku
SBSSW ini tidak layak diklaim sebagai buku ilmiah. Bisa dikatakan, buku ini
adalah buku adu-domba , yang ditulis oleh orang Syiah dan Liberal, dalam rangka
membenturkan sekelompok Ummat Islam dengan kelompok lainnya. [1] Bahkan ia
sudah masuk kategori buku Black Champaign .
[1] Kita harus belajar dari
kejadian-kejadian aktual di tengah masyarakat. Misalnya kerusuhan di Cikeusik
Banten yang menimpa penganut Ahmadiyyah. Kerusuhan itu sudah direkayasa
sedemikian rupa; disana telah dipersiapkan barisan provokator, penyerang
bersenjata, pengambil gambar, korban, tukang upload video di internet, dll.
Lalu pasca kejadian itu, dibuat rekayasa opini yang sangat keji melalui
media-media TV (khususnya MetroTV dan TVOne). Dalam opini yang dikembangkan,
digambarkan betapa beringas sikap aktivis Islam kepada kaum Ahmadiyyah. Padahal
pihak Ahmadiyyah sendiri melalui pimpinannya (Saudara Deden) sejak awal sudah
menginginkan terjadi kerusuhan di tempat tersebut. Akibat kerusuhan ini, para
aktivis Liberal (baca: kaum non Muslim) berkoar-koar meminta supaya FPI
dibubarkan. Begitu pula kejadian di Pemalang, Ciketing Bekasi, dll. selalu
mencerminkan skenario adu-domba, permusuhan, dan penyesatan opini. Kaum Liberal
(non Muslim) yang kebanyakan adalah anak-cucu kaum PKI di tahun 1965 dulu,
mereka selalu berada di balik aksi-aksi jahat untuk menghancurkan citra kaum
Muslimin dan merusak persatuan Ummat. Di balik beredarnya buku SBSSW tercium
aroma kuat modus serupa, berupa adu domba dan penyesatan opini. Semoga Allah
Ta'ala mempertahankan laknat, kehancuran usaha, kesulitan hidup, serta
kehinaan, pada kaum pendosa yang selalu memfitnah Islam dan kaum Muslimin itu.
Amin Allahumma amin, ya 'Aziz ya Jabbar ya Mutakabbir.
Disini kita akan membahas
sisi-sisi bahaya tersebut, antara lain sebagai berikut:
(1). Buku ini memprovokasi
masyarakat untuk membenci dan memusuhi apa yang oleh penulis disebut sebagai
sekte Salafi Wahabi . Menyebarkan kebencian seperti itu jelas sangat dilarang
dalam Islam. Dalam hadits Nabi SAW bersabda, " Al muslimu akhul Muslimi,
laa yazh-lumuhu, wa laa yakh-dzuluhu, wa laa yahqiruhu. At taqwa hahuna (wa
yusyiru 'ala shadrihi tsala-tsata marrat). Bi hasbi imri'in minas syarri an
yahqira akhahul muslim " (Seorang Muslim itu saudara Muslim yang lain,
tidak bisa menzhaliminya, membiarkannya dizhalimi, dan menghinanya. Taqwa itu
disini-kata Nabi sambil menunjuk ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang
disebut berbuat jahat jika dia menghina saudara Muslimnya). (HR. Muslim)
(2). Buku ini mengandung
ajaran-ajaran RASIS yang sangat berbahaya. Penulisnya mengajak Ummat Islam
memusuhi negara Saudi, para ulamanya, kaum santrinya, serta Pemerintahannya.
Selain itu penulis buku itu juga mengajak memusuhi siapa saja, di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia, yang mendukung paham Wahabi. Salah satu bukti
sikap RASIS dari penulis buku ini ada di hal. 174. Disana dia mengatakan:
"Tanduk setan itu berasal dari keturunan Bani Tamim. Sedangkan kita tahu
bahwa, pendiri Salafi Wahabi itu juga berasal dari keturunan yang sama, yaitu
Bani Tamim, sebagaimana gelar yang selalu dipakainya: Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab an-Najdi at-Tamimi. Jadi klop sudah. Bukan dibuat-buat. " ( SBSSW ,
hal. 174). Di halaman yang cukup banyak penulis ini menghancurkan nama baik
wilayah Najd, di Saudi. Salah satunya dia katakan: "Dari Najd timbul
berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk
setan." ( SBSSW , hal. 158). [2] Bukan hanya Bani Tamim atau penduduk Najd
yang dilecehkan penulis, dia juga melecehkan orang Arab.
[2] Anehnya vonis "tanduk
setan" terhadap Najd dan penduduknya ini tidak dilakukan, kecuali setelah
di Najd bangkit dakwah Wahabi. Artinya, vonis itu mengandung niat busuk. Kalau
misalnya wilayah Najd dianggap "tanduk setan", seharusnya mereka
sudah melontarkan vonis jauh-jauh hari sebelum muncul gerakan dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan seharusnya, mereka dan Khilafah Utsmani di
Turki tidak bisa marah ketika Najd direbut oleh keluarga Ibnu Saud. Ya buat apa
marah, wong Najd sudah divonis sebagai "tanduk setan" kok? Malah
mereka seharusnya bersyukur, ada manusia yang mau mengolah wilayah "tanduk
setan" itu. Kalau melihat dendam kesumat kaum anti Wahabi, baik dari sisi
kaum Alawiyyun atau kaum Syiah, masalah sebenarnya bukan ke persoalan Najd
sebagai "tanduk setan". Tetapi Najd yang semula dikuasai keluarga
Syarif Hussein selama 700 tahun, lalu pindah kekuasaan ke tangan Ibnu Saud. Itu
sebenarnya masalah utama di balik munculnya hadits-hadits soal Najd sebagai
"tanduk setan" ini. Bisa jadi, ketika 700 tahun Najd dikuasai
keluarga Syarif, mereka tidak banyak menyinggung soal Najd sebagai "tanduk
setan". Ya, begitu deh!
Dalam bukunya dia berkata,
"Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang
'lebih dajjal' dari dajjal." ( SBSSW , hal. 224). Nabi Saw menyebutkan
bahwa puncak fitnah itu ada saat kedatangan dajjal. Bahkan kata dia, para Nabi dan
Rasul selalu mengingatkan ummatnya tentang dajjal ini. Lalu kini, si penulis
menuduh banyak orang Arab 'lebih dajjal' dari dajjal sendiri. Inna lillahi wa
inna ilaihi ra'jiun . Berarti dalam hal ini penulis merasa lebih pintar dari
Nabi Saw. Masya Allah. Banyak bukti-bukti sikap RASIS dari si penulis yang
menyebut diri Syaikh Idahram ini. Dan sikap RASIS ini sudah menjadi ciri khas
kaum Syiah dan penganut SEPILIS. [3]
[3] Para penganut Syiah di
Indonesia banyak dari keturunan Arab Yaman (Hadramaut). Mereka itu orang Arab,
atau keturunan Arab. Padahal dalam akidah Syiah, jika nanti turun Imam Al-Mahdi
Al-Qaim, dia akan membabat habis bangsa Arab, hanya menyisakan kaum Persia.
Begitu keyakinan mereka. ( Mengapa Saya Keluar dari Syiah , karya Sayyid
Hussein Al-Musawi, hal. 134-135). Pemimpin FPI, Habib Rieziq Shihab, pernah
menulis sebuah makalah ilmiah tentang karakter RASIS kaum Liberal.
(3). Buku ini penuh kecurangan
dan kebohongan. Penulis secara sadar mengacaukan akal para pembaca dengan
data-data, kutipan, referensi, dll. Tetapi semua itu tidak dituangkan dalam
suatu pembahasan ilmiah secara jujur. Contoh, ketika dia menyebutkan kekejaman
kaum Wahabi di hal. 61-138, bab tentang, " Mereka Membunuh Semuanya,
Termasuk Para Ulama ". Disini yang diceritakan penulis hanya kekejaman,
kekerasan, kesadisan, dan angkara murka kaum Wahabi. Tetapi penulis tidak
pernah sedikit pun mengakui bahwa semua itu merupakan bentuk KONFLIK POLITIK
antara keluarga-keluarga Emir (bangsawan) di Jazirah Arab. Konflik seperti itu
sudah terjadi sejak lama di Jazirah Arab, bahkan sebelum Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab dilahirkan oleh ibunya. Penulis ini juga hanya menghujat posisi
Kerajaan Saudi, padahal yang melepaskan diri dari Khilafah Utsmani Turki bukan
hanya Saudi. Disana ada Yaman, Bahrain, UEA, Qatar, Irak, Oman, Mesir,
Yordania, Syria, dll. Kecurangan yang dibungkus kemasan ilmiah, tentu lebih
berbahaya, sebab ia akan dihitung sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.
(4). Buku ini juga mempromosikan
ajaran-ajaran Syiah. Banyak indikasi-indikasi yang membuktikan hal itu dalam
buku SBSSW. Nanti akan kita bahas secara khusus tentang akidah yang dianut
penulis (Syaikh Idahram). Salah satu contoh kecil, sangat halus, tetapi
terlihat. Perhatikan kalimat berikut ini: "Pada bulan Safar 1221 H/1806 M,
Saud menyerang an-Najaf al-Asyraf , namun hanya sampai di As-Sur (pagar
perlindungan). Meskipun gagal menguasai An-Najaf, tetapi banyak penduduk tak
berdosa mati terbunuh. " ( SBSSW , hal. 104-105). Tidak ada seorang pun
Ahlus Sunnah yang menyebut Kota Najaf dengan sebutan Al-Asyraf . [4] Hanya
orang Syiah yang melakukan hal itu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa si penulis
berakidah Syiah adalah pernyataan berikut ini: "Dalam Islam, sedikitnya
ada 7 mazhab yang pernah dikenal, yaitu: Mazhab Imam Ja'far ash Shadiq (Mazhab
Ahlul Bait), Mazhab Imam Abu Hanifah an-Nu'man , Mazhab Imam Malik bin Anas,
Mazhab Imam Syafi'i, Mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal, Mazhab Syiah Imamiyah, dan
Mazhab Daud Azh Zhahiri. Sedangkan "Mazhab Salaf" tidak pernah ada!
Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi.
" ( SBSSW , hal. 208). Demi Allah, Ahlus Sunnah di seluruh dunia Islam
tidak akan ada yang mengatakan perkataan seperti ini. Kata seperti ini hanya
akan keluar dari lidah orang-orang Syiah (Rafidhah). Lihatlah, dalam perkataan
ini dia mengklaim ada 7 madzhab dalam Islam, yaitu 4 madzhab Ahlus Sunnah,
ditambah 2 madzhab Syiah (madzhab Ja'fari dan Imamiyyah) dan 1 madzhab Zhahiri.
Pendapat yang masyhur di kalangan Ahlus Sunnah, madzhab fikih itu hanya ada 4
saja, yaitu madzhab Abu Hanifah (Hanafi), Imam Malik (Maliki), Imam Syafi'i
(Syafi'i), dan madzhab Imam Ahmad (Hanbali). Kalau ada tambahan, paling madzhab
Zhahiri. Itu pun tidak masyhur di kalangan Ahlus Sunnah. Lalu dalam buku SBSSW itu,
si penulis Syiah berusaha membohongi kaum Muslimin, dengan mengatakan, bahwa
dalam Islam ada sedikitnya 7 madzhab. Inna lillahi wa inna ilaihi ra'jiun .
Bahkan madzhab Ja'fari dalam kalimat di atas disebut pada urutan pertama. Lebih
busuk lagi, madzhab Syi'ah Imamiyyah yang merupakan salah satu sekte Syiah
paling ekstrem, disebut sebagai madzhab Islam juga. Allahu Akbar !
[4] Kota Najaf terletak di Irak,
begitu pula Karbala. Sedangkan Kota Qum terletak di Iran. Kota Najaf, Karbala,
dan Qum selama ini diklaim sebagai kota suci kaum Syiah. Sepanjang tahun kaum
Syiah berziarah ke kota-kota itu karena disana ada situs-situs yang disucikan
kaum Syiah. Selama ini kaum Muslimin mengenal Masjidil Haram di Makkah dengan
sebutan Al-Haram As-Syarif. Namun kaum Syiah menyebut Kota Najaf dengan
ungkapan Al-Asyraf artinya, lebih mulia atau paling mulia). Seolah, mereka
ingin mengatakan, bahwa Najaf lebih mulia dari Kota Makkah. Inna lillahi wa
inna ilaihi ra'jiun.
Kalimat di atas juga mengandung
kebodohan yang sangat telanjang. Coba perhatikan kalimat berikut ini: Sedangkan
"Mazhab Salaf" tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk
di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi. ( SBSSW , hal. 208). Kalimat seperti
ini hanya mungkin dikatakan oleh orang gila. Bayangkan, si penulis secara tegas
mengklaim, bahwa madzhab Salaf itu tidak ada. Tetapi pada kalimat yang sama,
dia mengakui bahwa imam-imam madzhab (seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi'I, dan Imam Ahmad), termasuk bagian dari ulama Salaf. Si penulis
bermaksud mementahkan eksistensi madzhab Salaf, tetapi saat yang sama dia
mengakui bahwa imam-imam madzhab itu termasuk imam madzhab Salaf. Kalau dia
jujur ingin
mengatakan, bahwa madzhab Salaf tidak ada, berarti madzhab Hanafi, Maliki,
Syafi'i, atau Hanbali juga tidak ada. Ya bagaimana lagi, wong mereka itu
imam-imam Salaf kok . Si penulis itu mengakui, bahwa mereka adalah imam-imam
Salaf.
Sangat disayangkan dalam hal ini,
KH. Ma'ruf Amin, salah satu Ketua MUI, ikut mendukung buku ini. Padahal MUI
sendiri pada tahun 1984 pernah mengeluarkan fatwa yang menjelaskan pokok-pokok
kesesatan paham Syiah menurut Ahlus Sunnah, kemudian MUI meminta Ummat Islam
mewaspadai sekte ini. [5] Bahkan KH. Ma'ruf Amin pernah diminta MUI untuk
mengkaji tentang haramnya Nikah Mut'ah di kalangan Syi'ah. [6] Seharusnya
beliau membaca secara teliti buku SBSSW itu, sebelum mempromosikannya ke tengah
masyarakat. Kalau ingin membantah KH. Ma'ruf Amin ini, kita merasa tidak enak,
sebab beliau termasuk ulama sepuh di negeri kita. Tetapi kalau melihat
keterlibatan beliau dalam mendukung buku SBSSW itu, kita sangat menyesalinya.
Bisakah disini dikatakan bahwa KH. Ma'ruf Amin ikut mendukung paham Syiah?
Wallahu A'lam bisshawaab . Semoga saja dukungan KH. Ma'ruf Amin ini hanyalah
merupakan ketergelinciran seorang alim dan semoga ia segera dihapus dengan
pernyataan bara'ah (berlepas diri dari buku SBSSW itu). Kalau ia tidak
melakukannya, secara pribadi saya akan menyebut beliau sebagai pendukung Syiah
dan SEPILIS. Siapapun yang terlibat mempromosikan ajaran sesat (Syiah dan
SEPILIS) tidak layak didoakan mendapat khusnul khatimah, karena promosi seperti
itu bisa membuat ribuan kaum Muslimin mati dalam kondisi su'ul khatimah .
Na'udzubillah wa na'udzubillah min dzalik .
[5] Lihat situs voa-islam.com,
tentang tersebarnya fatwa palsu MUI tentang Syiah yang ditulis anggota MUI,
Prof. Dr. Umar Shihab. Fatwa itu mengklaim bahwa paham Syiah tidak sesat
menurut MUI. Lalu redaksi voa-islam.com mencantumkan fatwa MUI asli yang
dikeluarkan tahun 1984, tentang aspek-aspek kesesatan Syiah.
[6] Lihat Aliran dan Paham Sesat
di Indonesia, karya Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, hal. 144. Jakarta, Pustaka
Al-Kautsar, tahun 2006.
(5). Buku ini bisa memicu
pertikaian besar di tengah kaum Muslimin. Mengapa dikatakan demikian? Sebab
sang penulis tidak mengidentifikasi kaum Wahabi dengan fitur-fitur yang jelas.
Dengan sendirinya masyarakat akan bingung memahami, Wahabi itu apa dan
bagaimana? Perlu diketahui, yang mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah,
bukan hanya dakwah Wahabi. Jamaah-jamaah Islam yang lain juga mengajarkan hal
itu. Contoh, gerakan Ikhwanul Muslimin. Manhaj gerakan ini merujuk kepada
Ushulul Isyrin (prinsip 20) yang diajarkan Syaikh Hasan Al-Bana rahimahullah .
Dalam prinsip itu juga diajarkan tentang pentingnya Tauhid, buruknya syirik;
pentingnya Sunnah, buruknya bid'ah. Bahkan ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis,
Al-Irsyad, Dewan Dakwah (DDII), Pesantren Hidayatullah, Wahdah Islamiyah, dll.
juga mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah. Begitu pula Majelis
Mujahidin, Jamaah Ansharut Tauhid, dan yayasan-yayasan dakwah Salafi. Jika
masyarakat salah paham, mereka akan menyangka bahwa semua organisasi, lembaga,
atau yayasan itu harus dibenci dan dimusuhi, karena mereka dianggap Wahabi.
(6). Buku ini secara jelas telah
mengajarkan prinsip-prinsip KESESATAN secara telanjang. Disini akan disebutkan
beberapa pernyataan penulis. Coba perhatikan kalimat berikut ini:
"Sesungguhnya Salaf tidak pernah sama dalam memahami berbagai masalah
agama yang begitu komplek." ( SBSSW , hal. 201). Ini adalah jenis
KESESATAN BESAR. Kalimat ini jelas meniadakan Al-Ijma 'di kalangan para
Shahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in.
Padahal para ulama sudah sepakat,
kalau suatu urusan telah menjadi ijma '(konsensus) mayoritas Shahabat, hal itu
menjadi dasar hukum yang kuat. Misalnya ijma 'Shahabat dalam memilih empat
Khalifah (Abu Bakar ra, Umar Ra, Utsman Ra, dan' Ali Ra) sebagai pemimpin
Ummat. Ijma 'ini tidak diragukan lagi. Begitu pula ijma 'mereka dalam Jihad Fi
Sabilillah, penulisan Mushaf Al-Qur'an, menyatukan bacaan Al-Qur'an, Shalat
berjamaah di masjid, Shalat' Ied, Shalat Istisqa ', menyelenggarakan Zakat,
Shaum Ramadhan, manasik Haji, dll. Apa saja yang dilakukan secara jama'i oleh
Shahabat Ra, dan tidak ada pengingkaran mereka atas hal itu, ia adalah Ijma
'Shahabat.
Kalau dikatakan Salaf tidak
pernah sama dalam segala masalah agama, otomatis mereka selalu berselisih dan
berselisih. Disini mengandung dua tuduhan dahsyat. Pertama , penulis itu telah
menuduh para Shahabat Ra bermental buruk, sehingga sulit menyatukan kalam. [7]
Mereka selalu terpecah-belah, tak pernah bersatu. Kedua , penulis juga menuduh
ajaran Islam sebagai biang perpecahan. Padahal secara hakiki, Islam mengajarkan
prinsip Al-Jamaah, yaitu persatuan Ummat. Bahkan ada ulama yang mengatakan,
perpecahan adalah qurrata a'yun -nya setan. [8]
[7] Di mata kaum Syiah, mencela,
menghina, atau merendahkan para Shahabat Ra bukan sesuatu yang aneh. Bahkan
melaknat para Shahabat itu telah menjadi amal shalih tersendiri. Na'udzbillah
min dzalik.
[8] Qurrata a'yun maksudnya,
penyejuk mata setan. Setan sangat berkepentingan terhadap perpecahan Ummat.
Kemudian, perhatikan kalimat
berikut ini, "Siapa saja yang ahli atau telah memenuhi syarat dalam
memahami teks-teks agama, dia berhak atas hal itu, tidak wajib mengikuti
pemahaman Salaf seperti yang disangkakan Salafi Wahabi." ( SBSSW , hal.
205). Lihatlah betapa beraninya ucapan penulis ini! Dia begitu meremehkan kaum
Salaf, dan merasa dirinya setara dengan Salaf. Innalillahi wa inna ilaihi
ra'jiun . Sudah masyhur tentang kisah Imam Malik rahimahullah . Beliau pernah
ditanya 40 pertanyaan, dan sebagian besar pertanyaan itu dijawab dengan
kalimat, "Laa ad-riy" (aku tidak tahu). Hanya satu pertanyaan yang ia
jawab. Lihatlah, betapa sangat hati-hatinya Imam Malik dalam berfatwa. Padahal
siapa yang meragukan pengetahuan beliau tentang Islam? Ajaran yang menyuruh
Ummat Islam mengikuti jejak Salafus Shalih , bukanlah monopoli kaum Wahabi. Hal
itu disebutkan dalam Al-Qur'an, Surat At-Taubah ayat 100. [9] Lucunya, si
penulis dalam bukunya ternyata getol mengikuti konsep keilmuwan yang ditinggalkan
para Salaf, setidaknya dalam soal riwayat hadits-hadits. Bisa dikatakan disini,
"Tanpa peranan generasi Salaf, kita hari ini tidak akan memiliki ilmu
apapun."
[9] Surat At-Taubah ayat 100,
dengan arti: "Dan orang-orang yang mula pertama masuk Islam, dari kalangan
kaum Muhajirin dan kaum Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
ihsan, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah
telah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan besar. "Disini
ada kalimat" walladzinat taba'uu hum bil ihsan "(dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan ihsan). Ini adalah dalil qath-iy tentang pentingnya
mengikuti jejak Salafus Shalih (para Shahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in).
Di halaman lain penulis SBSSW
berkata: "Bagaimana mungkin mereka mengharuskan kita mengikuti madzhab
Salaf, kalau namanya saja tidak ada? Sebab tidak pernah ada dan tidak pernah
dikenal dalam sejarah peradaban umat Islam, apa yang dinamakan madzhab Salaf.
" ( SBSSW , hal. 207-208). Ini adalah puncak kebodohan si penulis. Memang
dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah, tidak disebutkan secara eksplisit "madzhab
Salaf". Tetapi kaum Salaf itu ada dan nyata. Kaum Salaf adalah para Shahabat
Nabi, Khulafaur Rasyidin, Ahlul Bait Nabi, kaum Muhajirin, kaum Anshar, peserta
Perang Badar, peserta Bai'at Ridhwan, dll. Begitu pula Imam madzhab fiqih,
seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hanbal; para
imam ahli hadits, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Abu
Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa ' i, Imam Baihaqi, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad
Darimi, dll. Semua itu adalah kaum Salaf. Mereka ada dan nyata. Hanya
orang-orang pandir yang akan mengingkari mereka.
Kita tidak perlu mencari-cari
sebutan "madzhab Salaf" untuk mengikuti jejak mereka. Adanya
eksistensi kaum Salaf yang merupakan generasi terbaik Ummat ini, itu sudah
menunjukkan adanya manhaj Salaf. Seperti pernyataan kaum Badui yang masih bersih
fithrah ketika ditanya tentang eksistensi Allah. "Adanya jejak kaki dan
kotoran hewan, bisa menunjukkan adanya kafilah yang melintasi padang pasir.
Begitu pula, adanya bintang-bintang di langit menunjukkan adanya Sang Pencipta
alam semesta. "Adanya suatu kaum yang memiliki sifat-sifat tertentu, hal
itu sudah membuktikan adanya manhaj kaum tersebut. Kalau kemudian manhaj Salaf
hendak dibuang, jelas akan bubar agama ini. Na'udzubillah wa na'udzubillah min
dzalik . Bagaimana bisa kita memahami Islam, tanpa metode yang dicontohkan kaum
Salaf? Adapun bentuk mengikuti manhaj Salaf itu secara kongkritnya adalah
mengikuti dan melestarikan kaidah-kaidah ilmiyah yang diwariskan kaum Salaf di
bidang Al Qur'an, Tafsir, ilmu Hadits, Akidah, Fiqih, Ibadah, hukum Haad,
Siyasah, Suluk, ilmu bahasa, sastra Arab , dll. Sejauh kita beragama mengikuti
kaidah-kaidah ilmiah itu, berarti kita telah mengikuti Salaf. Dan kaidah-kaidah
inilah yang selama ini hendak dihancurkan oleh para penganut SEPILIS.
(7). Buku ini mengajarkan sikap
kurang ajar kepada para ulama yang telah diakui oleh Ummat. Perilaku seperti
ini sudah khusus menjadi fitur kaum Syiah dan SEPILIS. Mereka tidak segan-segan
menyerang Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Az-Zuhri, bahkan
melecehkan para Shahabat Ra. Salah satu bukti sikap kurang ajar ke ulama adalah
kata penulis berikut ini: "Menurut hemat penulis, dalam masalah ini (yaitu
soal apakah Al-Qur'an itu makhluk atau bukan-pen.), Imam Ahmad-lah yang keliru.
Sebab Allah SWT secara terang berfirman dalam Al-Qur'an, 'Ma ya'tihim min
dzikrin min robbihim muhdatsin' (tidak datang kepada mereka suatu ayat
Al-Qur'an pun yang muhdats / baru dari Tuhan mereka). " (QS. Al-Anbiya
'[21]: 2). Lihatnya betapa lancangnya si penulis dalam membantah Imam Ahmad bin
Hanbal rahimahullah ! Dia merasa lebih pandai dari Imam Ahmad. Masya Allah.
[10]
[10] berdalil dengan Surat
Al-Anbiya 'ayat 2 ini, penulis ingin mematahkan akidah Imam Ahmad bin Hanbal,
bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah, bukan muhdats (ciptaan baru). Menurut si penulis,
Al-Qur'an itu ciptaan baru alias makhluk. Namun sangat Curangnya, dia memotong
kelanjutan dari ayat tersebut. Kelanjutannya adalah, "Illa istama'uhu wa
hum yal'abuun" (melainkan mereka mendengarkan, namun dengan main-main).
Jadi yang dimaksud dalam Surat Al-Anbiya 'ayat 2 itu adalah celaan terhadap
sikap buruk orang musyrikin, tatkala datang ayat-ayat Allah yang baru (karena
memang Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur), mereka mendengarkan
tetapi sambil bermain-main . Ayat ini berkaitan dengan kelakuan orang musyrik,
bukan dalil bahwa Al-Qur'an itu makhluk. Kalau tidak percaya, silakan Pembaca
periksa sendiri ayat tersebut menurut versi terjemahan paling popluler di
Indonesia, yaitu Departemen Agama RI. Ulama akidah menjelaskan, bahwa keyakinan
'Al-Qur'an itu makhluk', apabila didasari pengetahuan dan kesengajaan, akan
membuat kafir pelakunya. Sebab dengan keyakinan itu mereka hendak menyamakan
Al-Qur'an dengan makhluk, yang tentu di siksi makhluk terdapat banyak kelemahan
dan kesalahan. Siapapun yang meyakini demikian, berarti dia kafir kepada
Al-Qur'an. Padahal salah satu syarat keimanan adalah at tashdiqu bil qalbi
(pembenaran dengan hati). Kalau hatinya sudah kufur kepada Al-Qur'an, otomatis
imannya pun gugur. Maka orang-orang Syiah yang meyakini bahwa Al-Qur'an telah
diubah-ubah oleh para Shahabat Nabi Saw termasuk ke golongan gugur iman itu.
Na'udzubillah minal Kufri.
Di sisi lain, penulis ini dengan
sangat lancang mengatakan: "Jadi benar apa yang disangkakan selama ini,
bahwa ternyata Salaf yang mereka maksud, tidak lain dan tidak bukan, adalah
Ibnu Taimiyah dan CS-nya." ( SBSSW , hal. 220). Begitu juga: "Sudah
jelas, siapakah sebenarnya yang mereka ikuti, yakni Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul
Wahab dan CS-nya, yang mereka klaim sebagai 'Salaf'." ( SBSSW , hal. 222).
Menyebut ulama besar dengan kata "CS-nya" bukanlah adab manusia
terpelajar. Ia hanya pantas dilakukan manusia-manusia otak kotor. Lebih buuk
lagi si penulis mengatakan: "Begitu juga dengan Muhammad bin Abdul Wahhab,
tokoh pendiri Wahabi-sosok temperamental dan kejam yang telah membunuhi ribuan
umat Islam semasa hidupnya-, hampir semua ulama yang hidup sezaman dengannya
menganggap ajarannya sesat." ( SBSSW , hal . 223). [11] Penulis ini tentu
saja tidak segan melecehkan ulama-ulama besar lainnya, seperti Syaikh Ibnu Baz,
Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih
Fauzan, bahkan melecehkan dewan fatwa Saudi, Lajnah Da'imah. Kalau sudah
begini, apalagi yang bisa diharapkan dari penulis ini? Masih adakah kebaikan
disana?
[11] Jahatnya, si penulis sama
sekali tidak pernah bisa membuktikan, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
telah membunuh manusia, apalagi sampai ribuan manusia. Itu tak ada bukti valid
yang bisa dipegang.
(8). Dalam mengkritik gerakan dan
paham Wahabi, penulis jelas-jelas menggunakan metode tajassus alias
mencari-cari kesalahan. Cara demikian biasanya dilakukan kalangan intelijen
anti Islam, untuk mengadu-domba Ummat. Metode tajassus bukan metode ilmiah,
tetapi termasuk metode khianat dalam ilmu . Metode tajassus pertama kali
dikembangkan oleh Fir'aun dan Bani Israil, ketika mereka selalu mencari-cari
kesalahan Musa As. Bahkan tajassus itu termasuk perbuatan haram. Dalam
Al-Qur'an disebutkan, " Wa laa tajas-sasuu "(dan janganlah kalian
saling mencari-cari kesalahan). (QS. Al-Hujuraat [49]: 12). Di hadapan sikap
tajassus, tidak ada seorang manusia pun yang selamat dari kesalahan. Namanya
juga mencari-cari kesalahan; kalau tidak ketemu, ya dipaksakan agar tetap ada
kesalahan. Dalam buku SBSSW itu penulis menyebut fatwa Syaikh Bin Baz tentang
"bumi tidak berputar". Di antara sekian banyak fatwa-fatwa Syaikh Bin
Baz yang bermanfaat, sehingga Dr. Yusuf Al-Qaradhawi pernah menyebut beliau
sebagai Al-Imamul Jazirah , ternyata oleh penulis diambil fatwa tentang
"bumi tidak berputar ini" (hal. 220-221). Begitu pula penulis ini
menyebut pendapat Ibnu Taimiyyah yang ganjil tentang "siksa neraka untuk
orang kafir tidak kekal" (hal. 184). Pendapat-pendapat seperti ini bukan
pendapat utama mereka. Ia adalah pendapat "recehan" di sisi
sedemikian banyak pendapat-pendapat mereka yang berkualitas. Tetapi karena
memang dasarnya benci, apapun kesalahan yang ditemukan akan dipakai untuk
menyerang.
Salah satu yang lucu adalah
ketika si penulis mengutip pandangan Dr. Said Ramadhan Al Buthi dalam bukunya,
As-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah Laa Madzhab Islami . ( SBSSW , hal.
27). Dengan dasar buku ini dia menuduh ulama-ulama Wahabi tidak mengikuti
madzhab apapun. Padahal para anggota Islam sudah mafhum, bahwa ulama-ulama
Saudi, termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah , bahkan Ibnu
Taimiyyah rahimahullah , mereka itu pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal .
Ini sangat nyata dan jelas.
Dalam soal "Al-Qur'an adalah
Kalamullah" jelas-jelas mereka mengikuti akidah Imam Ahmad. Begitu pula
Bahkan Syaikh Al Albani rahimahullah telah menyusun kitab Al-Irwa'ul Ghalil ,
sebanyak total 9 jilid. Kitab ini berisi takhrij hadits-hadits yang termuat
dalam kitab Manarus Sabil yang menjadi pegangan fiqih madzhab Hanbali.
Ulama-ulama Wahabi pun giat memberikan syarah terhadap kitab Aqidah Thahawiyyah
, yang bersumber dari akidah Imam Abu Hanifah rahimahullah . Dan begitu
bencinya penulis ini kepada Wahabi, sampai dia menulis: "Pembagian tauhid
semacam itu tidak terdapat juga di dalam karya murid-murid Imam Ahmad bin
Hanbal yang terkenal seperti Ibnu Al Jauzi dan Al Hafizh Ibnu Katsir." (
SBSSW , hal. 236) . Padahal Imam Ahmad hidup di abad ke-3 Hijriyyah, sedangkan
dua ulama itu hidup di abad kemudian. Ibnu Al Jauzi wafat pada akhir abad ke-6
Hijriyah, tepatnya pada tahun 596 H. Sedang Al Hafizh Ibnu Katsir, ia hidup
sezaman dengan Ibnu Taimiyyah di abad ke-8 Hijriyyah. Tidak mungkin ulama abad
ke-6 atau ke-8 menjadi murid ulama abad ke-3. Ini menunjukkan betapa dengkinya
si penulis itu. Karena kedengkian memuncak, akhirnya terbuka sendiri
aib-aibnya.
Kalau dunia ilmiah sudah dimasuki
metode tajassus ini, hasilnya hanyalah kerusakan, dendam, dan kesesatan. Tidak
ada kebaikan dari metode yang dibangun di atas cara haram. Bukankah tajassus
diharamkan dalam Al-Qur'an?
(9). Penulis ini (Syaikh Idahram)
termasuk orang-orang yang sudah tertimpa penyakit "gila". Di dalam
bukunya ini tercampur-baur berbagai macam pemikiran, akidah, fitnah,
kebohongan, dendam kesumat, kecurangan, dan sebagainya. Bahkan di dalamnya
terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi.
Misalnya, perhatikan kalimat
berikut ini: "Kita harus melepaskan pemahaman-pemahaman tersebut dan
kembali kepada Al-Qur'an, Sunnah Rasul Saw, dan ilmu bahasa Arab sebagai
alatnya. Lalu, kita pakai otak kita untuk memahami dan menelaah hal-hal yang
diperselisihkan tersebut, sehingga akan jelas bagi kita saat itu, mana pendapat
yang benar dan mana yang salah di antara mereka. Kita kembali kepada pemahaman
kita, bukan kepada pemahaman Salaf. " ( SBSSW , hal. 211). Lihatlah betapa
beraninya penulis dalam meninggikan otaknya di atas ilmu para Salaf yang mulia.
Kemudian baca kalimat berikut ini: "Sebab, jika semua orang Arab 'berhak'
untuk menafsirkan Al-Qur'an sekehendak hatinya, tanpa mengerti rambu-rambunya,
dan bisa berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki, maka semua orang Arab
menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tidak semua orang Arab
mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang 'lebih dajjal' dari dajjal.
Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang bisa berijtihad dan mengeluarkan
fatwa. " ( SBSSW , hal. 224). Dua kutipan ini tentu sangat mencengangkan;
satu sisi memberi kebebasan penuh kepada akal untuk mencerna
perselisihan-perselisihan agama; di sisi lain tidak boleh sembarangan memahami
agama dengan akal sendiri. Padahal jarak antara kalimat pertama dan kedua hanya
beberapa halaman saja.
Kegilaan itu merata dalam buku si
penulis. Ketika dia membahas hadits-hadits tentang Najd, dia mengklaim bahwa
Najd adalah tempatnya fitnah, tempatnya puncak kekafiran, tempatnya
"tanduk setan". Tetapi ketika membahas tentang kekejaman kaum Wahabi
(seperti yang dituduhkan penulis), dia menyebutkan kota-kota di Najd yang
menjadi sasaran kekerasan kaum Wahabi, seperti Thaif, Qashim, Ahsa, Uyainah,
Riyadh, Syammar, dan lainnya. (Lihat SBSSW, hal. 77-106). Logisnya, kalau dia
benci wilayah Najd karena disana ada fitnah, puncak kekafiran, dan "tanduk
setan"; seharusnya dia mendukung serangan kaum Wahabi. Iya kan? Tapi ya
kita tahu, tujuan dari semua ini semata menyerang Wahabi, tanpa toleransi,
apapun caranya.
(10). Dan terakhir, di antara
bahaya terbesar di balik tersebarnya buku ini, adalah suatu kenyataan, bahwa
Wahabi hanya merupakan SASARAN kesekian dari serangan orang-orang ini. Serangan
ini merupakan satu agenda, di samping agenda-agenda serangan lain. Tentu kita
masih ingat munculnya buku, " Ilusi Negara Islam ". Disana
gerakan-gerakan dakwah Islam internasional juga mendapatkan stigmatisasi,
dengan label "gerakan transnasional". Tujuannya, agar masyarakat
Indonesia membenci gerakan-gerakan dakwah dari luar negeri itu. Kita menyadari,
kaum Syiah, penganut SEPILIS, Yahudi-Nashrani, orientalis Barat, aliran-aliran
sesat, mereka sudah sepakat untuk menghancurkan fondasi ajaran Islam dari
dasar-dasarnya. Siang malam mereka berjuang untuk merealisasikan tujuan
penghancuran Akidah, Syariat, dan Peradaban Islam. Seperti LSM Setara Institute
. Beberapa waklu lalu mereka mengeluarkan hasil penelitian seputar radikalisasi
keagamaan di Indonesia. Mereka pun mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi, salah
satunya menyebut pengajaran nasyid di TK-TK Islam memicu radikalisasi. Serangan
kepada dakwah Wahabi ini hanyalah satu serangan di antara sekian banyak
serangan yang dilancarkan kaum Islam phobia. Pada gilirannya nanti,
jamaah-jamaah dakwah Islam akan menjadi target selanjutnya. Bahkan institusi
pesantren, sekolah Islam, media Islam, penerbit Islam, bisnis Muslim, dll. akan
menyusul. Itu hanya tinggal menunggu waktu. Cara kaum sesat, kufar, dan anti
Islam dalam menyerang agama, mudah dikenali, dengan petunjuk Allah Ta'ala .
Adalah sangat 'ajaib' ketika Said
Agil Siraj, Ketua PBNU, memberikan dukungan terbuka terhadap buku SBSSW ini.
Apa tujuannya? Apakah ingin menghancurkan dakwah Islam, ilmu Syariat, merusak
persatuan Ummat, dan mencerai-beraikan proyek-proyek pembangunan Islam selama
ini? Dimana kualitas seorang Said Agil Siraj sebagai "profesor
doktor" dan Ketua PBNU? Tidak ingatkah Said Agil Siraj bahwa dia mendapat
gelar doktor setelah menamatkan studi di Universitas Ummul Qura ', yang
dikelola kaum Wahabi?
Kalau kata orang Jawa Timur,
"Yo, sing nduwe isin-lah, Pak!" [12] Anda sudah kenyang mendapat
fasilitas dari kaum Wahabi, bahkan anak-anak Anda lahir di bawah kemurahan kaum
Wahabi, lalu kini Anda ikut menyerang paham Wahabi dengan membabi-buta. Apakah
dulu di pesantren Anda tidak diajari pelajaran adab seorang Muslim?
[12] Artinya, "Ya, harus
Anda punya rasa malu, Pak!"
Kalau membaca buku SBSSW itu,
saya yakin bahwa posisi Said Agil Siraj ini-semoga Allah membalas perbuatannya
secara adil dan menjadi ibrah besar bagi kaum Muslimin di Nusantara-bukan hanya
sebagai pemberi kata pengantar. Saya yakin, Said Agil Siraj terlibat langsung
di balik proyek penerbitan buku-buku propaganda ini. [13]
[13] Menurut Ustadz Hartono Ahmad
Jaiz, sosok Said Agil Siraj ini pernah dikafirkan oleh 12 orang kyai. Ada pula
yang melayangkan surat ke Universitas Ummul Qura, meminta mereka mencabut gelar
doktor Said Agil. (50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, karya Budi Handrianto,
hal. 160. Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2007).
Demikianlah sekilas pandangan
tentang buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, karya Syaikh Idahram. Buku
ini andaikan ditulis dengan semangat kejujuran, metode ilmiah Islami, serta
upaya melakukan koreksi terhadap sesama Muslim, dalam rangka memperbaiki kehidupan
Ummat; tentu upaya itu akan disambut dengan rasa syukur. Sekurangnya, ia akan
dipandang sebagai sumbangan ilmiah berharga. Tetapi dengan performa judul,
metode penulisan, serta sekian banyak kecurangan yang dilakukan penulis; tidak
diragukan lagi bahwa buku SBSSW itu ditujukan untuk merusak kehidupan kaum
Muslimin.
Secara pribadi saya menghimbau
agar para ahli-ahli Islam segera "turun tangan" untuk membuat
analisis obyektif atas buku SBSSW itu. Kemudian hasilnya, silakan sampaikan
kepada khalayak kaum Muslimin. Saya sendiri berpandangan, buku ini sangat
berbahaya, dan sudah selayaknya di- black-list , atau ditarik dari peredaran.
Akhirul kalam, semoga Allah
Subhanahu Wa Ta'ala selalu merahmati kaum Muslimin di negeri ini, menolong
mereka atas segala prahara berat yang menimpa, menyantuni mereka atas segala
konspirasi jahat yang dilontarkan musuh-musuh Islam, serta memperluas hidayah
ke seluruh sudut negeri, agar lebih banyak manusia yang hidup di atas
keshalihan; bukan pada khianat, kedengkian, dan permusuhan terhadap Islam.
Allahumma amin.@metafisis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar