Waliyullah
Jadab Tak Butuh Penilaian Manusia Pesantren dan Santri
Penampilannya bagai
seorang waliyullah Majedub. Yaitu seorang wali Allah yang tidak lagi “menghargai
dirinya” di hadapan manusia sesamanya. Namun lebih mementingkan penghargaan
Sang Khaliq semata, itulah sosok waliyullah jadab yang biasa dikenal dengan
sebutan Ra Lilur.
Selain telah disaksikan banyak orang, keanehan,
keajaiban dan kedekatan Ra Lilur dengan Sang Pencipta Alam Semesta sulit dicari
bandingannya. Habib Ali Zainal Abidin Bin Anis Al Muchdor mengaku pernah
menyaksikan keajaiban Ra Lilur. Kepada salah satu media local di Mojokerto,
Habib ini bercerita banyak tentang Ra Lilur.
Habib kelahiran Jember 40 tahun lalu itu berkisah
tentang Ra Lilur yang bernama lengkap Kholilurrahman di kediamannya di kawasan
Jalan Empunala Mojokerto. Tiga tahun lalu, tutur Habib, dirinya bersama istri,
MN Hidayah, melalang buana. Ia penasaran ingin bertemu Ra Lilur. Ketika sampai
di rumah kiai nyentrik itu ia diterima ajudan Ra Lilur. Ia mengutarakan maksud
kedatangannya. Namun Ra Lilur tak langsung menerima begitu saja.
"Kiai tidak bisa menemuinya sekarang," kata
sang ajudan atau orang kepercayaan Ra Lilur. Ra Lilur, pada waktu itu memang
banyak menerima tamu-tamu ulama dan masyarakat di rumahnya. Habib semakin
penasaran. Karena itu Habib tak langsung pergi meninggalkan rumah itu.
Sambil merenung, ia bersikeras bagaimana caranya
bertemu. Ia kemudian pergi ke sebelah samping rumah tersebut. Saat berjalan di
bawah rimbun bambu, ia teringat pesan salah satu gurunya. "Saya kemudian
menerapkan perintah. Waktu itu saya langsung membaca Al-Fatihah, saya tujukan
kepada Nabi Muhammad SAW, para wali, dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Bacaan
saya tutup dengan permintaan saya, kalau kamu (Ra Lilur-red) memang cucu Kiai
Kholil, keluarlah, "batin Habib kala itu.
Masya Allah. Tak disangka, seketika itu juga pundak
Habib ada yang menepuk. Karuan saja Habib terkejut. Lebih terkejut lagi Habib
menoleh. Ternyata yang menepuk itu Ra Lilur. Padahal waktu itu Habib belum
pernah bertemu langsung dengan Ra Lilur. "Saya terkejut bukan main. Usai membaca
Al-Fatihah, mendadak pundak saya ditepuk Ra Lilur, yang sudah berdiri tepat
dibelakang saya," kenangnya.
Habib semakin tak percaya ketika tiba-tiba Ra Lilur
berkata, "Sudah lama kita tak bertemu. Kamu yang saya tunggu beberapa hari
ini. " Padahal Habib Ali merasa tak pernah bertemu dengan Ra Lilur.
Setelah itu Ra Lilur mengajak Habib duduk di atas gubug di tengah sawah. Saat
itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Namun tiba-tiba keanehan muncul
lagi. Karena mendadak diantara Ra Lilur dan Habib tersedia susu. Padahal tak
ada pelayan yang datang mengantarkannya.
Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi.
"Silakan susunya diminum," kata Ra Lilur seolah tak terjadi apa-apa.
Lalu apa saja keanehan Ra Lilur yang lain?.
Sampai kini Ra Lilur kabarnya masih sering terlihat
berendam di air. Tak jelas, apakah ini suatu bagian dari tirakat, atau memang
digerakkan begitu saja oleh Tuhan Azza wa Jala. Yang pasti, kebiasaan Ra Lilur
berendam di tengah laut ini tergolong tirakat tingkat tinggi. Siapa sih yang
mau kedinginan di tengah laut. Apalagi pada malam hari.
Belum lagi gangguan-gangguan hewan baik kecil maupun
yang buas. Karena itu, tirakat jenis ini hanya bisa dilakukan oleh kekasih
Allah yang memiliki kemampuan fisik dan jiwa luar biasa. Namun untuk Ra Lilur,
itu tampaknya sangat sepele. Umpama, beliau telah mencapai tingkat gila Tuhan
atau Majedub maka hal yang berhubungan dengan rasa raga, sudah tidak dirasa
mengganggu dan menyakitinya. Nah, kegilaannya terhadap Allah itulah yang
menyebabkan ia kebal dan tak merasakan apa-apa, terutama dari segi fisik. Yang
bergelora dalam jasad dan jiwanya hanyalah Allah, Allah, Allah ... Ia memang
benar-benar telah gila Tuhan.
Cukup banyak orang yang menyaksikan Ra Lilur
berendam di tengah laut, meski ia sendiri tak pernah menghiraukan sorotan maupun
keheranan masyarakat. Bahkan suatu ketika pernah terjadi peristiwa menarik yang
dialami para nelayan ikan. Kala itu seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak
kaget. Karena jaring yang ia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat saat
diangkatnya. Dengan harap-harap cemas ia menarik jaringnya.
Dalam pikirannya, ini pasti ikan besar. Namun betapa
ia tertegun begitu jaring itu berhasil diangkat ke atas. Masyaallah, yang
terperangkap dalam jaringnya ternyata bukan ikan, melainkan tubuh manusia. Yang
lebih mengagetkan lagi, ternyata tubuh itu adalah tubuh Ra Lilur yang sedang
membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut. Si
nelayan terus tertegun. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin tubuh manusia
berendam dalam air sekian lama, apalagi itu jelas tubuh Ra Lilur. Sejenak ia
sempat menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah meninggal karena tenggelam di
laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra Lilur sehat walafiat, tubuhnya
tetap segar bugar sampai sekarang.
Menyaksikan kenyataan itu bukan hanya si nelayan
semakin percaya betapa Ra Lilur sebagai waliyullah (kekasih Allah), tetapi juga
banyak orang yang mendengar kejadian tersebut. Apalagi, sejak peristiwa itu
hasil tangkapan nelayan tersebut melimpah secara drastis. Bahkan, setiap kali
turun melaut, hasil tangkapannya lebih banyak dari pada nelayan lainnya. Ia pun
yakin bahwa dirinya telah mendapat berkah. Yakni terus bertambahnya kebaikan.
Bukankah sebagian orang menyebut berkah atau barokah sebagai zidayatul khoir
(semakin bertambahnya kebaikan) lantaran bersinggungan dengan waliyullah?
Dalam terminologi ilmu sufi ada empat jenis hak yang
diberikan kepada manusia. Pertama,
mukjizat. Mukjizat ini hanya diberikan kepada para Nabi. Seperti kita pahami,
bentuk mukjizat bermacam-macam. Umumnya tak masuk akal. Misalnya, dari jari
Nabi Muhammad tiba-tiba bisa memancar air dan sebagainya. Kedua, karamah. Karamah ini diberikan kepada manusia khusus di
bawah Nabi. Jadi diberikan kepada orang tertentu yang memang disayang Tuhan.
Karena itu mereka disebut wali (kekasih Allah).
Wali sebenarnya tak bisa dideteksi. Bahkan dalam
ajaran sufi disebutkan bahwa tak ada yang bisa mengetahui wali kecuali sesama
wali. Karena itu kalau tiba-tiba ada orang mengaku wali patut diragukan. Ketiga, mau'nah. Yaitu hak untuk orang
biasa. Jadi orang biasa, tapi punya keistimewaan tertentu. Misalnya, bisa
terbang atau sejenisnya. Keempat,
istidraj. Keistimewaan ini diberikan kepada orang-orang yang menentang Allah.
Jadi orang-orang yang sesat pun oleh Allah diberi
keistimewaan. Hanya saja keistimewaan itu hakikatnya sekedar untuk memanjakan
mereka. Karena kelak di akhirat ia akan disiksa habis-habisan.
Lalu bagaimana dengan Ra Lilur? Wallahu a'lam. Tapi
kalau dilihat dari keluarbiasaan kehidupan sehari-harinya, ia memang telah
memasuki proses wali. Atau paling tidak, ia masuk dalam kategori jadab, yakni gila
akan Allah. Proses ini adalah sebuah proses spiritual yang masuk tahapan menuju
proses menjadi seorang wali. Buktinya, ia sudah tak peduli masalah duniawi. Ia
total kepada Allah melalui proses spiritual kontroversial. Diantaranya berendam
di air laut siang malam.
Maka mudah dipahami jika ia memiliki kemampuan mukasafah.
Yaitu suatu kemampuan melihat masa akan datang, masa lalu yang telah terjadi
demikian sempurna. Bahkan untuk melihat peristiwa yang akan terjadi pada masa
datang seolah melihat di balik tirai saja. Sedangkan kemapuan melihat masa
lalu, masa depan yang belum terjadi, dalam komunitas spiritual jawa juga
disebut ngimleng.
Sinyal-sinyal, ngimleng dari Ra Lilur memang banyak
yang terjadi dan menjadi kenyataan. Lalu bagaimana tentang kondisi negara ini?
Ternyata ketika ditanya tentang kondisi negara Ra Lilur langsung menangis.
"Beliau mengajak berdoa. Dalam do'anya, beliau menangis prihatin,"
tutur Ali Zainal Abidin Bin Anis, seorang kiai dari Jember.
Habib Ali Zainal Abidin Bin Anisjuga pernah datang menemui
Ra Lilur, namun tak ditemukan langsung. Ra Lilur baru keluar menemui setelah
Habib mengirimkan surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad, para wali dan
Syaikhona Kholil Bangkalan, buyut Ra Lilur. Menurut Ali Zainal, Ra Lilur
menyatakan bahwa dalam kondisi multikrisis ini banyak wali menyembunyikan identitas
dirinya. Meski begitu, ia dengan memakai bahasa Arab sempat mengungkapkan
kebanggaannya karena di Indonesia masih banyak orang bermunajat dan mengingat
Allah.
Kemudian Ra Lilur, dengan bahasa ibu yaitu bahasa Madura,
mengajak Habib makan. Ra Lilur segera beranjak meninggalkan gubug, tempat
mereka duduk di tengah sawah. Ra Lilur tampaknya menyiapkan makanan sendiri.
Tentu saja Habib penasaran. Masak seorang kiai terhormat mau menyiapkan makanan
sendiri.
Habib penasaran. Karena itu ia mengendap-ngendap
berusaha mengintip apa yang diperbuat Ra Lilur. Ia terus membuntuti tuan rumah
tersebut. Ra Lilur ternyata terus berjalan menuju sebuah gubug mirip kandang
binatang. Anehnya, hanya dalam sekejap ia sudah keluar membawakan masakan ala
Timur Tengah. Yaitu sedandang nasi kebuli.
Ini luar biasa, pikir Habib. "Bayangkan, sekian
banyak porsi makanan disiapkannya dalam tempo hanya beberapa menit,"
katanya.
Namun Habib mengaku tak nafsu makan. Ia lebih banyak
terpaku heran. "Ya, saya terlalu banyak disuguhi kejadian tak masuk
akal," kata Ali Zainal. Apalagi sebelumnya juga terjadi peristiwa aneh.
Ketika itu Habib sedang berbincang-bincang dengan Ra
Lilur. Nah, pada saat asyik ngobrol itu rokok si Habib habis. Anehnya, ketika
itu juga tiba-tiba tangan Ra Lilur memegang rokok kesukaan Habib. Di tangan Ra
Lilur ada sebungkus rokok. Lebih aneh lagi, rokok itu baru dibuat dua hari
sebelumnya. Itu tampak dari nomer register rokok tersebut. "Saya tiap kali
beli rokok, memang selalu melihat nomer register, kapan rokok itu dibuat."
kata Habib Ali.
Perilaku aneh Ra Lilur tidak hanya terjadi dan
berkaitan dengan persoalan-persoalan negara, tapi juga terkait dengan orang
kampung. Suatu ketika seorang penduduk di desa terpencil kehilangan sapi. Ia
sedih karena sapi itu merupakan satu-satunya harta yang paling berharga bagi
keluarganya. Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra Lilur. Maksudnya untuk minta barokah agar
sapinya bisa kembali dan menjadi miliknya lagi. Kebetulan waktu itu Ra Lilur
sedang berada di rumah. Ia langsung ditemukan oleh kiai nyentrik itu. Padahal,
tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur, biasanya baru bisa ketemu minimal setelah
tiga kali sowan. Tapi, kali ini termasuk kejadian langka dan sedikit aneh.
Ra Lilur malah dengan senang hati membantu orang
yang malang itu. Lalu apa yang dilakukan Ra Lilur ketika diminta barokah agar
sapi orang itu kembali lagi? Lagi-lagi Ra Lilur bertindak tak masuk akal. Warga
yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil mencret atau murus. Tentu saja orang
itu bingung dan dongkol. "Orang kehilangan sapi kok diberi obat murus. Ini
sungguh tak masuk akal," kata orang yang kehilangan sapi itu tak habis
pikir.
Namun sebelum pulang pil itu tetap diminum sesuai
petunjuk Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya tak bisa menerima.
Ia kemudian pulang. Di tengah perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba perutnya mules.
Tanpa pikir panjang ia lantas pergi ke sungai untuk membuang hajat. Entah
kebetulan atau memang itu hal seperti itu yang terlihat di mata hati Ra Lilur,
ternyata setelah buang hajat, pemilik sapi melihat beberapa ekor sapi
ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu
sapi yang ditambatkan itu ternyata adalah miliknya.
Tentu saja orang tersebut girang bukan main. Namun
di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo, menyesal karena
hatinya sempat dongkol pada cara Ra Lilur ketika dirinya diberi obat murus
syariat untuk menemukan hewan ternaknya.
Keajaiban Ra Lilur memang sering dalam bentuk
perilaku tak masuk akal. Ini mirip kejadian Nabi Khidir ketika melakukan
perjalanan bersama Nabi Musa. Tiba-tiba Nabi Khidir mencekik seseorang anak
yang sedang bermain. Karuan saja Musa kaget. Ia menegur Nabi Khidir. Namun Nabi
Khidir mengingatkan bahwa sejak awal Musa memang tak akan kuat melakukan perjalanan
bersama Nabi yang suka tinggal di kawasan air itu. Musa pun diam. Mereka
kemudian kembali melakukan perjalanan. Sampai di tengah jalan mereka haus.
Mereka kemudian minta air ke orang kampung untuk menghilangkan rasa hausnya
itu. Tapi orang-orang di kampung tersebut tak satu pun yang mau memberi air.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar