Kamis, 14 Maret 2013

Ra Lilur Wali "Titisan" Nabi Khidir (2)


Waliyullah Jadab Tak Butuh Penilaian Manusia Pesantren dan Santri
Penampilannya bagai seorang waliyullah Majedub. Yaitu seorang wali Allah yang tidak lagi “menghargai dirinya” di hadapan manusia sesamanya. Namun lebih mementingkan penghargaan Sang Khaliq semata, itulah sosok waliyullah jadab yang biasa dikenal dengan sebutan Ra Lilur.

Selain telah disaksikan banyak orang, keanehan, keajaiban dan kedekatan Ra Lilur dengan Sang Pencipta Alam Semesta sulit dicari bandingannya. Habib Ali Zainal Abidin Bin Anis Al Muchdor mengaku pernah menyaksikan keajaiban Ra Lilur. Kepada salah satu media local di Mojokerto, Habib ini bercerita banyak tentang Ra Lilur.

Habib kelahiran Jember 40 tahun lalu itu berkisah tentang Ra Lilur yang bernama lengkap Kholilurrahman di kediamannya di kawasan Jalan Empunala Mojokerto. Tiga tahun lalu, tutur Habib, dirinya bersama istri, MN Hidayah, melalang buana. Ia penasaran ingin bertemu Ra Lilur. Ketika sampai di rumah kiai nyentrik itu ia diterima ajudan Ra Lilur. Ia mengutarakan maksud kedatangannya. Namun Ra Lilur tak langsung menerima begitu saja.

"Kiai tidak bisa menemuinya sekarang," kata sang ajudan atau orang kepercayaan Ra Lilur. Ra Lilur, pada waktu itu memang banyak menerima tamu-tamu ulama dan masyarakat di rumahnya. Habib semakin penasaran. Karena itu Habib tak langsung pergi meninggalkan rumah itu.

Sambil merenung, ia bersikeras bagaimana caranya bertemu. Ia kemudian pergi ke sebelah samping rumah tersebut. Saat berjalan di bawah rimbun bambu, ia teringat pesan salah satu gurunya. "Saya kemudian menerapkan perintah. Waktu itu saya langsung membaca Al-Fatihah, saya tujukan kepada Nabi Muhammad SAW, para wali, dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Bacaan saya tutup dengan permintaan saya, kalau kamu (Ra Lilur-red) memang cucu Kiai Kholil, keluarlah, "batin Habib kala itu.

Masya Allah. Tak disangka, seketika itu juga pundak Habib ada yang menepuk. Karuan saja Habib terkejut. Lebih terkejut lagi Habib menoleh. Ternyata yang menepuk itu Ra Lilur. Padahal waktu itu Habib belum pernah bertemu langsung dengan Ra Lilur. "Saya terkejut bukan main. Usai membaca Al-Fatihah, mendadak pundak saya ditepuk Ra Lilur, yang sudah berdiri tepat dibelakang saya," kenangnya.

Habib semakin tak percaya ketika tiba-tiba Ra Lilur berkata, "Sudah lama kita tak bertemu. Kamu yang saya tunggu beberapa hari ini. " Padahal Habib Ali merasa tak pernah bertemu dengan Ra Lilur. Setelah itu Ra Lilur mengajak Habib duduk di atas gubug di tengah sawah. Saat itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Namun tiba-tiba keanehan muncul lagi. Karena mendadak diantara Ra Lilur dan Habib tersedia susu. Padahal tak ada pelayan yang datang mengantarkannya.

Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi. "Silakan susunya diminum," kata Ra Lilur seolah tak terjadi apa-apa. Lalu apa saja keanehan Ra Lilur yang lain?.

Sampai kini Ra Lilur kabarnya masih sering terlihat berendam di air. Tak jelas, apakah ini suatu bagian dari tirakat, atau memang digerakkan begitu saja oleh Tuhan Azza wa Jala. Yang pasti, kebiasaan Ra Lilur berendam di tengah laut ini tergolong tirakat tingkat tinggi. Siapa sih yang mau kedinginan di tengah laut. Apalagi pada malam hari.

Belum lagi gangguan-gangguan hewan baik kecil maupun yang buas. Karena itu, tirakat jenis ini hanya bisa dilakukan oleh kekasih Allah yang memiliki kemampuan fisik dan jiwa luar biasa. Namun untuk Ra Lilur, itu tampaknya sangat sepele. Umpama, beliau telah mencapai tingkat gila Tuhan atau Majedub maka hal yang berhubungan dengan rasa raga, sudah tidak dirasa mengganggu dan menyakitinya. Nah, kegilaannya terhadap Allah itulah yang menyebabkan ia kebal dan tak merasakan apa-apa, terutama dari segi fisik. Yang bergelora dalam jasad dan jiwanya hanyalah Allah, Allah, Allah ... Ia memang benar-benar telah gila Tuhan.

Cukup banyak orang yang menyaksikan Ra Lilur berendam di tengah laut, meski ia sendiri tak pernah menghiraukan sorotan maupun keheranan masyarakat. Bahkan suatu ketika pernah terjadi peristiwa menarik yang dialami para nelayan ikan. Kala itu seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak kaget. Karena jaring yang ia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat saat diangkatnya. Dengan harap-harap cemas ia menarik jaringnya.

Dalam pikirannya, ini pasti ikan besar. Namun betapa ia tertegun begitu jaring itu berhasil diangkat ke atas. Masyaallah, yang terperangkap dalam jaringnya ternyata bukan ikan, melainkan tubuh manusia. Yang lebih mengagetkan lagi, ternyata tubuh itu adalah tubuh Ra Lilur yang sedang membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut. Si nelayan terus tertegun. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin tubuh manusia berendam dalam air sekian lama, apalagi itu jelas tubuh Ra Lilur. Sejenak ia sempat menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah meninggal karena tenggelam di laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra Lilur sehat walafiat, tubuhnya tetap segar bugar sampai sekarang.

Menyaksikan kenyataan itu bukan hanya si nelayan semakin percaya betapa Ra Lilur sebagai waliyullah (kekasih Allah), tetapi juga banyak orang yang mendengar kejadian tersebut. Apalagi, sejak peristiwa itu hasil tangkapan nelayan tersebut melimpah secara drastis. Bahkan, setiap kali turun melaut, hasil tangkapannya lebih banyak dari pada nelayan lainnya. Ia pun yakin bahwa dirinya telah mendapat berkah. Yakni terus bertambahnya kebaikan. Bukankah sebagian orang menyebut berkah atau barokah sebagai zidayatul khoir (semakin bertambahnya kebaikan) lantaran bersinggungan dengan waliyullah?

Dalam terminologi ilmu sufi ada empat jenis hak yang diberikan kepada manusia. Pertama, mukjizat. Mukjizat ini hanya diberikan kepada para Nabi. Seperti kita pahami, bentuk mukjizat bermacam-macam. Umumnya tak masuk akal. Misalnya, dari jari Nabi Muhammad tiba-tiba bisa memancar air dan sebagainya. Kedua, karamah. Karamah ini diberikan kepada manusia khusus di bawah Nabi. Jadi diberikan kepada orang tertentu yang memang disayang Tuhan. Karena itu mereka disebut wali (kekasih Allah).

Wali sebenarnya tak bisa dideteksi. Bahkan dalam ajaran sufi disebutkan bahwa tak ada yang bisa mengetahui wali kecuali sesama wali. Karena itu kalau tiba-tiba ada orang mengaku wali patut diragukan. Ketiga, mau'nah. Yaitu hak untuk orang biasa. Jadi orang biasa, tapi punya keistimewaan tertentu. Misalnya, bisa terbang atau sejenisnya. Keempat, istidraj. Keistimewaan ini diberikan kepada orang-orang yang menentang Allah.

Jadi orang-orang yang sesat pun oleh Allah diberi keistimewaan. Hanya saja keistimewaan itu hakikatnya sekedar untuk memanjakan mereka. Karena kelak di akhirat ia akan disiksa habis-habisan.
Lalu bagaimana dengan Ra Lilur? Wallahu a'lam. Tapi kalau dilihat dari keluarbiasaan kehidupan sehari-harinya, ia memang telah memasuki proses wali. Atau paling tidak, ia masuk dalam kategori jadab, yakni gila akan Allah. Proses ini adalah sebuah proses spiritual yang masuk tahapan menuju proses menjadi seorang wali. Buktinya, ia sudah tak peduli masalah duniawi. Ia total kepada Allah melalui proses spiritual kontroversial. Diantaranya berendam di air laut siang malam.

Maka mudah dipahami jika ia memiliki kemampuan mukasafah. Yaitu suatu kemampuan melihat masa akan datang, masa lalu yang telah terjadi demikian sempurna. Bahkan untuk melihat peristiwa yang akan terjadi pada masa datang seolah melihat di balik tirai saja. Sedangkan kemapuan melihat masa lalu, masa depan yang belum terjadi, dalam komunitas spiritual jawa juga disebut ngimleng.

Sinyal-sinyal, ngimleng dari Ra Lilur memang banyak yang terjadi dan menjadi kenyataan. Lalu bagaimana tentang kondisi negara ini? Ternyata ketika ditanya tentang kondisi negara Ra Lilur langsung menangis. "Beliau mengajak berdoa. Dalam do'anya, beliau menangis prihatin," tutur Ali Zainal Abidin Bin Anis, seorang kiai dari Jember.

Habib Ali Zainal Abidin Bin Anisjuga pernah datang menemui Ra Lilur, namun tak ditemukan langsung. Ra Lilur baru keluar menemui setelah Habib mengirimkan surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad, para wali dan Syaikhona Kholil Bangkalan, buyut Ra Lilur. Menurut Ali Zainal, Ra Lilur menyatakan bahwa dalam kondisi multikrisis ini banyak wali menyembunyikan identitas dirinya. Meski begitu, ia dengan memakai bahasa Arab sempat mengungkapkan kebanggaannya karena di Indonesia masih banyak orang bermunajat dan mengingat Allah.

Kemudian Ra Lilur, dengan bahasa ibu yaitu bahasa Madura, mengajak Habib makan. Ra Lilur segera beranjak meninggalkan gubug, tempat mereka duduk di tengah sawah. Ra Lilur tampaknya menyiapkan makanan sendiri. Tentu saja Habib penasaran. Masak seorang kiai terhormat mau menyiapkan makanan sendiri.

Habib penasaran. Karena itu ia mengendap-ngendap berusaha mengintip apa yang diperbuat Ra Lilur. Ia terus membuntuti tuan rumah tersebut. Ra Lilur ternyata terus berjalan menuju sebuah gubug mirip kandang binatang. Anehnya, hanya dalam sekejap ia sudah keluar membawakan masakan ala Timur Tengah. Yaitu sedandang nasi kebuli.

Ini luar biasa, pikir Habib. "Bayangkan, sekian banyak porsi makanan disiapkannya dalam tempo hanya beberapa menit," katanya.

Namun Habib mengaku tak nafsu makan. Ia lebih banyak terpaku heran. "Ya, saya terlalu banyak disuguhi kejadian tak masuk akal," kata Ali Zainal. Apalagi sebelumnya juga terjadi peristiwa aneh.

Ketika itu Habib sedang berbincang-bincang dengan Ra Lilur. Nah, pada saat asyik ngobrol itu rokok si Habib habis. Anehnya, ketika itu juga tiba-tiba tangan Ra Lilur memegang rokok kesukaan Habib. Di tangan Ra Lilur ada sebungkus rokok. Lebih aneh lagi, rokok itu baru dibuat dua hari sebelumnya. Itu tampak dari nomer register rokok tersebut. "Saya tiap kali beli rokok, memang selalu melihat nomer register, kapan rokok itu dibuat." kata Habib Ali.

Perilaku aneh Ra Lilur tidak hanya terjadi dan berkaitan dengan persoalan-persoalan negara, tapi juga terkait dengan orang kampung. Suatu ketika seorang penduduk di desa terpencil kehilangan sapi. Ia sedih karena sapi itu merupakan satu-satunya harta yang paling berharga bagi keluarganya. Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra Lilur. Maksudnya untuk minta barokah agar sapinya bisa kembali dan menjadi miliknya lagi. Kebetulan waktu itu Ra Lilur sedang berada di rumah. Ia langsung ditemukan oleh kiai nyentrik itu. Padahal, tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur, biasanya baru bisa ketemu minimal setelah tiga kali sowan. Tapi, kali ini termasuk kejadian langka dan sedikit aneh.

Ra Lilur malah dengan senang hati membantu orang yang malang itu. Lalu apa yang dilakukan Ra Lilur ketika diminta barokah agar sapi orang itu kembali lagi? Lagi-lagi Ra Lilur bertindak tak masuk akal. Warga yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil mencret atau murus. Tentu saja orang itu bingung dan dongkol. "Orang kehilangan sapi kok diberi obat murus. Ini sungguh tak masuk akal," kata orang yang kehilangan sapi itu tak habis pikir.

Namun sebelum pulang pil itu tetap diminum sesuai petunjuk Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya tak bisa menerima. Ia kemudian pulang. Di tengah perjalanan menuju rumahnya, tiba-tiba perutnya mules. Tanpa pikir panjang ia lantas pergi ke sungai untuk membuang hajat. Entah kebetulan atau memang itu hal seperti itu yang terlihat di mata hati Ra Lilur, ternyata setelah buang hajat, pemilik sapi melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang ditambatkan itu ternyata adalah miliknya.

Tentu saja orang tersebut girang bukan main. Namun di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo, menyesal karena hatinya sempat dongkol pada cara Ra Lilur ketika dirinya diberi obat murus syariat untuk menemukan hewan ternaknya.

Keajaiban Ra Lilur memang sering dalam bentuk perilaku tak masuk akal. Ini mirip kejadian Nabi Khidir ketika melakukan perjalanan bersama Nabi Musa. Tiba-tiba Nabi Khidir mencekik seseorang anak yang sedang bermain. Karuan saja Musa kaget. Ia menegur Nabi Khidir. Namun Nabi Khidir mengingatkan bahwa sejak awal Musa memang tak akan kuat melakukan perjalanan bersama Nabi yang suka tinggal di kawasan air itu. Musa pun diam. Mereka kemudian kembali melakukan perjalanan. Sampai di tengah jalan mereka haus. Mereka kemudian minta air ke orang kampung untuk menghilangkan rasa hausnya itu. Tapi orang-orang di kampung tersebut tak satu pun yang mau memberi air.@

Tidak ada komentar: