Pantas Nusantara Mayoritas Islam! Ternyata Patih Gajah Mada Seorang Muslim Taat
Kami menduga ada peran tak
langsung dari politik Gajah Mada di Kerajaan Majapahit yang nota bene bukan
kesultanan Islam. Bahkan “Gayatri Rajapatni seorang Arsitek politik Majapahit”
pun kaget dan kagum pada kemampuaan politik Gajah Mada yang baginya dianggap
sudra misterius.
Dalam buku "Gayatri
Rajapatni" Karya Earl Drake Hal 109-117, terlihat Drake tidak mengetahui
bagaimana Gajah Mada memiliki wawasan yang luas, bahkan di luar nalar kerajaan
Majapahit saat itu.
Ada beberapa politik Gajah Mada
yang luar biasa, yang akhirnya membawa kesuksesan bagi Majapahit di Nusantara,
seperti:
1) Memperluas wilayah Majapahit
dengan menundukkan Pemerintah di Nusantara. Saat beliau di lantik menjadi Maha
Patih, dengan tekad Sumpah Palapa Tan
ayun amukti Palapa tidak buka puasa sebelum tercapai cita-cita, itu adalah puasa ala nabi Daud AS.
2) Menyusun kitab hukum
"Kutara Manawa sastra" yang meniru Al Qanun al Azazi (kitab Hukum
syariat Islam)
3) Menerapkan Politik Bahasa
penduduk, yaitu: Bagi Pribumi Jawa adalah bahasa Jawa, dan untuk orang luar
Jawa (seberang) adalah Bahasa Melayu Islam (dengan merombak Bahasa Melayu kuno
yang bercampur Bahasa Sansekerta). Politik Bahasa ini menyebar di seluruh
Nusantara: dari Pattani, Champa, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia,
Brunei, Sulu (Moro Philipina), Darwin Australia, dan semua negeri-negeri
Polinesia dan Mikronesia pasifik.
Ketika politik tersebut di
terapkan setahap demi setahap, Gayatri Rajapatni kaget dan terheran-heran,
karena beliau lah yang mengajari Gajah Mada dalam berpolitik
Pada saat Gajah Mada (atas saran
Gayatri) akan mencaplok Bali, Gayatri khawatir pada dominasi peran orang-orang
Islam di Majapahit, meskipun muslim adalah penduduk minoritas. Apa lagi setelah
di cetaknya Koin dinar emas kerajaan Majapahit yang memuat kalimat
syahadat-meski jumlahnya tidak banyak, yang di gunakan untuk alat tukar ke
Aceh, Arab dan India yang muslim.
Singkatnya, Islam bukan barang
langka di Majapahit . Dalam kitab "Ying Yai Sheng Lan" yang terbit
tahun 1416-1433 (zaman Majapahit mulai mundur, tapi belum benar-benar hancur),
karya Ma Huan, juru tulis dan penerjemah Laksana Cheng Ho dalam ekspedisi
1405-1433, tertulis:
Ada tiga golongan dalam
Masyarakat di Tuban, Surabaya, kota baru (dusun baru tanpa nama-bisa jadi dusun
Lukman Hakim atau kini disebut Luk Rejo Lamongan) dan kota raja Majapahit,
yaitu:
1. Kaum Muslim yang menguasai
pelabuhan dan perdagangan (pribumi, Arab, India dan keturunan campur).
2. Pendatang China suku Tang
(juga muslim).
3. Pribumi Jawa Hindu-Budha yang
tidak pakai baju, rambut terurai acak-acakan atau di sanggul, berciri wajah
jelek (jarang mandi).
Untuk rakyat dan pejabat
Majapahit, kaum muslim (pribumi dan pendatang) yang bercirikan pakaian rapi,
wajah cerah karena sering wudlu, santun, jujur, pandai (memiliki berbagai keahlian.
Karena mereka adalah para insinyur pendatang dari Baghdad dan Andalusia Islam)
sangat disegani dan di hormati. Golongan minoritas ini mendapat posisi yang
strategis dalam struktur masyarakat Majapahit, bahkan mendapat jabatan khusus
di Trowulan kotaraja.Akhirnya merekapun mendapat fasilitas pemakaman khusus di
Troloyo.
Memang pada abad pertengahan
tidak lah aneh apabila dalam pemerintah besar yang bukan kesultanan Islam
memiliki jendral atau perdana menteri seorang muslim. Seperti pemerintah China,
kaisar Yong le yang memiliki Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam. Tetapi
dalam kasus Majapahit, Gajah Mada sengaja menyembunyikan identitas diri dan
keluarganya demi keselamatan nyawanya dari saingan politiknya.
Diduga Gajah Mada menjadi seorang
muslim ketika beliau menjadi bhayangkara , atau mungkin beberapa saat sebelum
menjadi Maha Patih. Itulah sebabnya, kenapa Gajah Mada memilih bertempat
tinggal di luar kompleks kraton. Tentu agar dia bisa bebas melaksanakan
ibadahnya tanpa diketahui pihak istana. Tentu selain itu, juga memfasilitasi
massa berhubungan dengan beliau, tanpa mengenal protokoler kasta.
Gajah Mada pun memisahkan antara
keyakinan pribadi dengan tugas Negara. Beliau menghargai Gayatri Rajapatni yang
beragama Budha, dan atas desakan Mayoritas Masyarakat Hindu Jawa, maka Gayatri
diizinkan oleh Gajah Mada untuk di-Hindukan melalui pembuatan patung dan candi
(baca buku Earl Drake "Gayatri Rajapatni")
Akhir Juni 2012, Tim riset
"Gajah Mada Bangkit, Nusantara Sukses" yang terdiri dari: Viddy Ad
Daery, Sufyan al Jawi, dan Drs. Mat Rais, secara tak terduga menemukan
bukti-bukti adanya penduduk minoritas Muslim zaman Majapahit abad 14-15,
seperti ketika di temukannya situs Medalem, Modo, Lamongan yang terdiri dari 4
(empat) buah makam Muslim Majapahit yang di duga masih kerabat Gajah Mada. Dan dikawasan
ini juga dijumpai penduduk pribumi dengan wajah dan tubuh berpostur Mongoloid.
Sejarah diungkap bukan untuk
bernostalgia atau menina bobokan bangsa dalam mimpi yang tidak berakhir.
Sejarah adalah langkah pendorong terciptanya semangat baru untuk masa depan. @http://gocip-mysteryklopedia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar