Jurnalis Independen: Duta Besar Azerbaijan untuk
Indonesia Tamerlan Karayev bercerita tentang Genosida atau pembantaian umat
muslim di negaranya oleh tentara Armenia pada Februari 1992 silam. Saat itu,
kata dia, 83 anak dibunuh tak berdosa oleh tentara Armenia.
Bermula saat tahun 1990 akibat
perjuangan berdarah rakyat Azerbaijan dalam meraih kemerdekaan dari tentara Uni
Soviet. Sejak kemerdekaan tak ada tentara, tak ada pemerintahan, tak ada
kestabilan dan tak ada aturan untuk membuat ruang demokrasi baru.
"Saat itu para pemimpin
politik Armenia, berpikir tak mungkin hidup bersama umat muslim. Mereka mulai
mempengaruhi rakyatnya untuk membenci umat muslim, untuk mengusir rakyat
Azerbaijan, bergabung Soviet-Armenia," ungkapnya di Perpustakaan
Universitas Indonesia (UI), Kamis (28/02/2013).
Untuk melaksanakan rencana
mereka, tentara Armenia dilengkapi senjata, membunuh warga sipil muslim serta
membakar kota dan masjid. Sayangnya, kata dia, setelah runtuhnya Uni Soviet,
Azerbaijan tak mempunyai tentara kuat.
"Yang ada hanya warga sipil
untuk melindungi mereka dari tentara. Tentara membunuh secara brutal,
pembantaian paling utama peristiwa Khojaly, kejahatan kemanusiaan terbesar pada
awal abad ke-20. 21 tahun lalu, 26 Feb 1992, saat perluas agresinya, tentara
Uni Soviet kepung kota Khojaly, bantai warga sipil," paparnya.
Anak-anak, wanita dan orang tua
menjadi korban. 56 tewas mengenaskan, 25 anak kehilangan orang tua dan 130 anak
kehilangan satu dari orang tuanya. "Namun pelaku Genosida belum satupun
dibawa ke pengadilan sampai saat ini. Selama 21 tahun kami coba ajak masyarakat
dunia, untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Bersama-sama hentikan teror
ini," ungkapnya.
Dukungan sudah datang dari
parlemen dari Turki, Serbia, Ceko. Bahkan Turki menutup wilayahnya untuk
Armenia, Pakistan juga tak mengakui Armenia sebagai negara, kecuali kalau
Armenia mau menghentikan agresi dan menarik pasukannya dari Azerbaijan.
"Tahun lalu Januari 2012.
Persatuan Parlemen OKI di Palembang, sudah menyerukan kepedulian hentikan itu.
Sayangnya, negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, mengabaikan itu,
contohnya beberapa negara Eropa juga mengabaikan UU pemberontakan Genosida.
Tentara Armenia juga pernah mengambil gambar yang menunjukan pembantaian.
Mereka coba ubah sejarah, seolah-olah Armenia yang dibantai," tutupnya.
Tanggapan Ketua PBNU : Said Agil
Siraj
Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdatul Ulama (PBNU) Said Agil Siraj melontarkan pernyataan keras terkait
kejahatan kemanusiaan yang menimpa umat muslim di dunia. Hal itu disampaikannya
dalam diskusi soal konflik etnis, agama dan separatisme.
Kali ini, isu kemanusiaan
difokuskan pada tragedi pembantaian Khojaly yang terjadi antara Armenia dan
Azerbaijan. Menurut Said Agil, selama ini terdapat diskriminasi penanganan
kasus hukum terhadap korban kejahatan kemanusiaan bagi umat muslim.
"Satu saja Yahudi dibunuh pasti
gempar dunia ini PBB rapat. Tapi kalau muslim yang dibunuh, semua diam aja,
dunia diam saja, hanya mengutuk ngomong doang," tukasnya dalam pidatonya
di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/02/2013).
Ia menambahkan wilayah Azerbaijan
sejak 21 tahun lalu dicaplok oleh 40 ribu jiwa, dan dibunuh tentara Armenia.
Namun ia menyesalkan sikap dunia yang hanya bisa diam.
"PBB diam, Dewan keamanan
diam maka kita yang harus berbicara," tegasnya.
Penjelasan Duta Besar Azerbaijan
Pandangan Ketua DPR Marzuki Alie
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) RI Marzuki Alie menilai masalah kejahatan kemanusiaan tak hanya terjadi
di tanah air, tetapi juga di belahan dunia yang lain. Salah satunya yakni kasus
Genosida atau pembantaian terhadap umat muslim Azerbaijan di Khojaly.
Marzuki menyebutkan, peristiwa
yang terjadi pada 21 tahun silam di desa tersebut, mungkin tidak banyak diingat
dan tak banyak diketahui orang. Kejahatan kemanusiaan, kata dia, tak hanya
bertentangan dengan hukum internasioanl, tetapi juga bertentangan dengan dasar
hukum dan UUD 1945.
"Pada alenia 2 dan 4 UUD
1945. Peristiwa 21 tahun lalu, akan dipandang masyarakat internasional sebagai
kejahatan biasa, padahal itu kejahatan luar biasa. Pelaku kejahatan kemanusiaan
harus dipertanggungjawabkan perbuatannya," tegasnya dalam diskusi di
Perpustakaan UI, Depok, Kamis (28/02/2012).
Indonesia, kata Marzuki, terus
mendorong PBB untuk menyelesaikan masalah Armenia dan Azerbaijan. Padahal kedua negara tersebut berada di
persimpangan Eropa yang berpotensi membawa kemajuan perekonomian nasional.
"Potensi Azerbaijan bisa
membangun hubungan bilateral dengan Indonesia. Saat ini mereka tengah berjuang
mencari keadilan. Kami sepakat masukkan masalah Armenia dan Azerbaijan, kami
sudah membuat deklarasi meminta tindak lanjut DK PBB, karena Indonesia bagian
dari OKI," tegasnya.@JI
1 komentar:
informasi yang sangat menarik terima kasi banyak atas informasi yang sudah disampaikan salam kena aja yupz gan ^___^
Obat Anemia Herbal
Obat Kanker Kelenjar Getah Bening
Obat Herbal Penyempitan Pembuluh Darah
Posting Komentar