Detik-detik
pemberontakan
Jurnalis Independen: Demak
Bintara berkembang pesat. Tempat ini dirasa strategis untuk pengembangan
militansi Islam karena letaknya agak jauh dari pusat kekuasaan. Di Demak
Bintara, para ulama-ulama Putihan sering mengadakan pertemuan. Jadilah Demak
Bintara dikenal sebagai Kota Seribu Wali.
Ditambah pada tahun 1475 Masehi,
seorang ulama berdarah Mesir-Sunda datang dari Mesir. Dia adalah Syarif
Hidayatullah. Dia datang bersama ibunya Syarifah Muda’im. Syarifah Muda’im
adalah putri Pajajaran. Putri dari Prabhu Siliwangi penguasa Kerajaan
Pejajaran.(Hanya Kerajaan ini yang tidak masuk wilayah Majapahit. Walau kecil,
Pajajaran terkenal kuat. Anda bisa membayangkan adanya Timor Leste sekarang.
Seperti itulah keadaan Majapahit dan Pajajaran.).
Nama asli Syarifah Muda’im adalah
Dewi Rara Santang. Dia bersama kakaknya Pangeran Walangsungsang, tertarik
mempelajari Islam. Ketika berada di Makkah, Dewi Rara Santang dipinang oleh
bangsawan Mesir, Syarif Abdullah. Menikahlah Dewi Rara Santang dengan bangsawan
ini. Dan namanya berganti Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini, lahirlah
Syarif Hidayatullah.
Pangeran Walang Sungsang,
mendirikan daerah hunian baru di pesisir utara Jawa barat. Dikenal kemudian
dengan nama Tegal Alang-Alang. Lantas berubah menjadi Caruban. Berubah lagi
menjadi Caruban Larang. Pada akhirnya, dikenal dengan nama Cirebon sampai
sekarang.
Pangeran Walang Sungsang, dikenal
kemudian dengan nama Pangeran Cakrabhuwana. Oleh ayahandanya, Prabhu Siliwangi
diberikan gelar kehormatan Shri Manggana.
Syarif Hidayatullah, keponakan
Pangeran Cakrabhuwana lantas dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Awal tahun 1478, Sunan Ampel
wafat. Sunan Giri terpilih sebagai penggantinya. Pusat Majelis Ulama Jawa kini
berpindah ke Giri Kedhaton. Dan, pada waktu inilah tragedi Syeh Siti Jenar
terjadi. Syeh Siti Jenar dipanggil ke Giri Kedhaton dan disidang oleh Dewan
Wali Sangha dibawah pimpinan Sunan Giri. Walau tidak mengakui keberadaan
Majelis Ulama Jawa, beliau tetap hadir. Beliau dituduh telah menyebarkan aliran
sesat. Adapula yang menuduh sebagai antek-antek Syi’ah. Ada juga yang
mengatakan beliau ahli sihir, dan lain sebagainya.
Pada sidang pertama para ulama
yang tergabung dalam Dewan Wali Sangha tidak bisa menemukan kesalahan Syeh Siti
Jenar. Sehingga, beliau lantas dibebaskan dari segala tuduhan. Namun
bagaimanapun juga, Syeh Siti Jenar adalah duri didalam daging bagi mereka. Maka
sejak saat itu, kesalahan-kesalahan beliau senantiasa dicari-cari.
Konsentrasi Dewan Wali Sangha
terpecah pada rencana perebutan kekuasaan. Melalui serangkaian musyawarah yang
pelik, maka disimpulkan, kekuatan militansi Islam sudah cukup siap untuk
mengadakan perebutan kekuasaan. Raden Patah, Adipati Demak Bintara, terpilih
secara mutlak sebagai pemimpin gerakan.
Kubu Abangan, tidak menghadiri
musyawarah ini. Apalagi semenjak Dewan Wali Sangha atau Majelis Ulama Jawa
dipegang Sunan Giri, hubungan kubu Putihan dan kubu Abangan kian meruncing.
Sunan Kalijaga dan para
pengikutnya hanya mau membantu Dewan Wali Sangha merampungkan pembangunan
Masjid Demak. Selebihnya, mereka tidak ikut campur.
Persiapan sudah matang. Tinggal
memilih hari yang ditentukan. Pasukan Telik Sandhibaya (Intelejen) Majapahit
mengendus rencana ini. Prabhu Brawijaya mendapat laporan para pasukan Intelejen
yang ada disekitar Demak Bintara. Sayangnya, beliau tidak begitu
mempercayainya. Beliau berkeyakinan, tidak mungkin Raden Patah, putra
kandungnya sendiri akan nekad berbuat seperti itu. Prabhu Brawijaya tidak
memahami betapa militant-nya orang yang sudah terdoktrin!
Dan manakala pergerakan pasukan
besar-besaran terdengar, yaitu pasukan orang-orang Islam Putihan, gabungan dari
seluruh lasykar yang ada di wilayah pesisir utara Jawa timur sampai Jawa barat
mulai bergerak. Keadaan menjadi gempar! Para Pejabat daerah kalang kabut.
Mereka tidak menyangka orang-orang Islam sedemikian banyaknya.
Setiap daerah yang dilalui
pasukan ini, tidak ada yang bisa membendung. Kekuatan mereka cukup besar.
Persiapan mereka cukup tertata. Sedangkan daerah-daerah yang dilalui, tidak mempunyai
persiapan sama sekali. Daerah per-daerah yang dilewati, harus melawan
sendiri-sendiri. Tidak ada penyatuan pasukan dari daerah satu dengan daerah
lain. Semua serba mendadak. Dan tak ada pilihan lain kecuali melawan atau
mundur teratur.
Gerakan pasukan ini cukup kuat.
Para Adipati yang berhasil mundur segera melarikan diri ke ibu kota Negara.
Mereka melaporkan agresi mendadak pasukan pesisir yang terdiri dari orang-orang
Islam itu.
Dan dari mereka, Prabhu Brawijaya
mendapat laporan yang mencengangkan, yaitu telah terjadi pergerakan pasukan
dari Demak Bintara. Pasukan berpakaian putih-putih. Berbendera tulisan asing!
Berteriak-teriak dengan bahasa yang tidak dimengerti! Pasukan ini dapat
dipastikan adalah pasukan orang-orang Islam. Dan kini, tengah bergerak menuju
ibu kota Negara Majapahit.
Percaya tidak percaya Prabhu
Brawijaya mendengarnya. Laporan pasukan Telik Sandhibaya selama ini telah
menjadi kenyataan.. Namun, Prabhu Brawijaya tetap tidak bisa mengerti, mana
mungkin Raden Patah berbuat seperti itu. Mana mungkin orang-orang Islam berani
dan tega mengadakan pemberontakan. Selama ini, Majapahit telah memberikan
bantuan material yang tidak sedikit bagi mereka. Sesak! Dada Prabhu Brawijaya
seketika serasa sesak bagai dihantam palu! Bergemuruh mendidih! Beliau menyebut
Nama Mahadeva berkali-kali.
Seluruh pembesar Majapahit
tegang. Mereka menantikan komando Sang Prabhu. Waktu berjalan cepat. Sang
Prabhu masih belum mengeluarkan titah apapun. Pergerakan pasukan sudah memasuki
Madiun, sebentar lagi mencapai wilayah Kadhiri, sudah teramat dekat dengan ibu
kota Negara. Pertempuran- pertempuran penghadangan telah terjadi secara
otomatis. Dan semua telah masuk menjadi laporan bagi Sang Prabhu.
Bahkan ada laporan yang
menyatakan, beberapa daerah yang terpengaruh Islam, malah ikut bergabung dengan
pasukan ini.
Adipati Kertosono (sekarang
wilayah Kediri) mengirinkan utusan khusus kepada Sang Prabhu untuk segera
mengeluarkan perintah perang!@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar