Bathara Katong Hancurkan Pasukan
Wengker
Jurnalis Independen: Raden
Bathara Katong berhasil mengungkap segala seluk-beluk kelemahan Wengker dari Ni
Ken Gendhini. Inilah yang diceritakan secara simbolik dengan dicurinya Keris
Pusaka Ki Ageng Kutu, yang bernama Keris Kyai Condhong Rawe oleh Ni Ken
Gendhini dan kemudian diserahkan kepada Raden Bathara Katong.
Kekuatan yang tegak dan melintang
dari seluruh pasukan Wengker, telah berhasil diketahui secara cermat oleh Raden
Bathara Katong atas bantuan Ni Ken Gendhini. Struktur kekuatan militer ini
sudah bisa dibaca dan diketahui semuanya.
Dan manakala waktu sudah dirasa
tepat, dengan diam-diam, dikirimkannya utusan kepada Ki Ageng Mirah. Utusan ini
menyuruh Ki Ageng Mirah, atas nama Raden Bathara Katong, memohon tambahan
pasukan tempur ke Majapahit.
Mendapati kabar Raden Bathara
Katong masih hidup, Prabhu Brawijaya segera memenuhi permintaan pengiriman
pasukan baru.
Majapahit
dan Wengker Diadu
Majapahit dan Wengker tidak
menyadari, ada pihak ketiga bermain disana! Ironis sekali.
Peperangan kembali pecah. Ki
Ageng Kutu yang benar-benar merasa kecolongan, dengan marah mengamuk dimedan
laga bagai banteng ketaton, bagai banteng yang terluka. Demi Dharma, dia rela
menumpahkan darahnya diatas bumi pertiwi. Walau harus lebur menjadi abu, Ki
Ageng Kutu, beserta segenap pasukan Wengker, maju terus pantang mundur!
Namun bagaimanapun, seluruh
struktur kekuatan Wengker telah diketahui oleh Raden Bathara Katong. Pasukan
Wengker, yang terkenal dengan nama Pasukan Warok itu terdesak hebat! Namun, Ki
Ageng Kutu beserta seluruh pasukannya telah siap untuk mati. Siap mati
habis-habisan! Siap menumpahkan darahnya diatas hamparan pangkuan ibu pertiwi!
Dengan gagah berani, pasukan ksatria ini terus merangsak maju, melawan pasukan
Majapahit.
Banyak kepala pasukan Majapahit
yang menangis melihat mereka harus bertempur dengan saudara sendiri. Banyak
yang meneteskan air mata, melihat mayat-mayat prajurid Wengker bergelimpangan
bermandikan darah. Dan pada akhirnya, Wengker berhasil dijebol. Wengker
berhasil dihancurkan!
Darah menetes! Darah membasahi
ibu pertiwi. Darah harum para ksatria sejati yang benar-benar tulus menegakkan
Dharma! Alam telah mencatatnya! Alam telah merekamnya!
Kabar kemenangan itu sampai di
Majapahit. Namun, Prabhu Brawijaya berkabung mendengar kegagahan pasukan
Wengker. Mendengar kegagahan Ki Ageng Kutu. Seluruh Pejabat Majapahit
berkabung. Sabda Palon dan Naya Genggong berkabung. Kabar kemenangan itu
membuat Majapahit bersedih, bukannya bersuka cita.
Para pejabat Majapahit menangis
sedih melihat sesama saudara harus saling menumpahkan darah karena campur
tangan pihak ketiga, karena disebabkan adanya pihak ketiga. Ki Ageng Kutu
adalah seorang Ksatria yang gagah berani. Ki Ageng Kutu adalah salah satu sendi
kekuatan militer Majapahit. Kini, Ki Ageng Kutu harus gugur ditangan pasukan
Majapahit sendiri. Betapa tidak memilukan!
Kadipaten Wengker kini dikuasai
oleh Raden Bathara Katong. Surat pengukuhan telah diterima dari pusat. Dan
Wengker lantas dirubah namanya menjadi Kadipaten Ponorogo. Wengker yang Shiva
Buddha, kini telah berhasil menjadi Kadipaten Islam.
Kubu
Abangan
Seorang ulama berdarah Majapahit,
yang lahir di Kadipaten Tuban, yang sangat dikenal dikalangan masyarakat Jawa
yaitu Sunan Kalijaga, mati-matian membendung gerakan militansi Islam. Beliau
seringkali mengingatkan, bahwasanya membangun akhlaq lebih penting daripada
mendirikan sebuah Negara Islam.
Sunan Kalijaga adalah putra Adipati
Tuban, Arya Teja. Adipati Arya Teja adalah keturunan Senopati Agung Majapahit
masa lampau, Adipati Arya Ranggalawe yang berhasil memimpin pasukan Majapahit
mengalahkan pasukan Tiongkok Mongolia yang hendak menguasai Jawa (Adipati Arya
Ranggalawe adalah salah satu tangan kanan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan
Majapahit)
Adipati Arya Teja berhasil di
Islamkan oleh Sunan Ampel. Bahkan kakak kandung beliau dinikahi Sunan Ampel.
Dari pernikahan Sunan Ampel dengan kakak kandung Adipati Arya Teja, lahirlah
Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Lamongan, dan lima putri yang lain.
Para pengikut Sunan Giri yang
tidak sepaham dengan para pengikut Sunan Kalijaga, sering terlibat
konflik-konflik terselubung. Di pihak Sunan Giri, banyak ulama yang bergabung,
seperti Sunan Derajat, Sunan Lamongan, Sunan Majagung (sekarang dikenal dengan
Sunan Bejagung), Sunan Ngundung dan putranya Sunan Kudus, dll.
Dipihak Sunan Kalijaga, ada Sunan
Murya (sekarang dikenal dengan nama Sunan Muria), Syeh Jangkung, Syeh Siti
Jenar, dll.
Khusus mengenai Syeh Siti Jenar
atau juga disebut Sunan Kajenar, beliau adalah ulama murni yang menekuni
spiritualitas. Beliau sangat-sangat tidak menyetujui gerakan kaum Putih yang
merencanakan berdirinya Negara Islam Jawa.
Pertikaian ini mencapai puncaknya
ketika Syeh Siti Jenar, menyatakan keluar dari Dewan Wali Sangha. Syeh Siti
Jenar menyatakan terpisah dari Majelis Ulama Jawa itu. Beliau tidak mengakui
lagi Sunan Ampel sebagai seorang Mufti.@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar