Jurnalis Independen: Ada banyak skenario terkait hilangnya 250 buah dinamit milik PT MNK. Ada yang mengaitkan dengan teroris, kelompok Agen hitam, dan bahkan kursi Kapolri.
Kepolisian RI belum berhasil menelusuri peristiwa hilangnya 250 dinamit dari empat truk milik PT MNK. Bila ada yang menyerahkannya, polisi bersedia memberikan imbalan.
Demikian disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Sabtu (29/6). Ia mengaku polisi khawatir bahan-bahan peledak itu jatuh ke pihak yang memiliki niat jahat. Sedangkan masyarakat menilai terkait hilangnya dinamit, berhubungan erat dengan teroris, agen hitam dan bahkan kursi Kapolri yang kini menjadi incaran beberapa kelompok di tubuh Polri dan para Cukong.
Awalnya, Boy memastikan dinamit-dinamit itu tak bisa meledak. Sebab, dinamit itu tak memiliki alat pemicu atau detonator. Tak sembarangan orang yang bisa membuat detonator. Menurutnya, hanya orang terlatih yang mampu membuatnya.
Sementara itu, walau belum nampak titik terang kata Boy, penyelidikan keberadaan dinamit dilakukan di dua titik yaitu Jawa Barat dan Jakarta. Polisi belum mempersempit area pencarian dinamit.
Polri juga mengisyaratkan masih adanya jaringan teroris yang mampu memfungsikan bahan peledak dinamit meski tanpa disertai detonator alias pemicu ledaknya.
Karenanya, melalui juru bicaranya, Brigjen Boy Rafli Amar, kepolisian mengatakan, hal ini terkait dengan adanya sejumlah pelaku teror yang pernah ditangkap atau ditembak mati pihaknya yang punya keahlian merakit bahan peledak dan memfungsikannya.
Ilmu ini pun tentunya ditularkan kepada jejaring teroris lainnya di pusat-pusat pelatihan terorisme.
Walhasil, meski beberapa otak perakit bomnya sudah diberangus, kemampuan perakitan itu tetap tersebar di kelompok itu.
"Kita ketahui mereka bisa merangkai bahan peledak dan memfungsikan bahan peledak," kata Boy, di Kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (29/6).
"Jadi jaringan yang terkait (pelaku teror yang tertangkap) itu kita upayakan juga untuk melakukan langkah-langkah (penelusuran)," tambahnya.
Tersangka tindak terorisme perakit bom yang paling akhir yang dibekuk Tim Detasemen Khusus 88 Polri salah duanya adalah Slamet Pilih Utama, 36, dan Samidi.
Kedua orang yang ditangkap di Purwokerto Utara dan Solo, pada 14 Mei lalu itu, merupakan perakit sekaligus pelatih pembuatan bom cair yang terbilang canggih, yakni Nitrogliserin.
Sebelum itu, perakit bom jaringan teroris Solo lainnya, yakni Badri Hartono, Kamdi, Barkah Nawa Saputra, lebih dulu diciduk Densus 88 pada 22 September silam. Mereka semua terhubung dengan dedengkot pusat pelatihan teroris Poso yang masih buron, Santoso. Sementara, sisa siswa pusat pelatihan itu diduga kuat masih banyak yang bersembunyi di tengah masyarakat.
Demi melacak dinamit yang hilang, pihak kepolisian telah memeriksa belasan orang yang diduga mengetahui proses pengiriman ini. Termasuk, orang yang terlibat dalam pengiriman bahan peledak yang diangkut empat truk.
"Memang sedang ditelusuri, 12 orang," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/6). Polisi juga memeriksa dari segi pengamanannya.
Polisi tetap mewaspadai segala kemungkinan motif raibnya 250 dinamit seberat 50 kilogram tersebut. Termasuk dugaan keterkaitannya dengan tindak pidana terorisme. Untuk itu, Polri menurunkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dalam penyelidikannya.
Namun, penegak hukum berseragam coklat belum menemukan bukti yang mengarah ke tindakan terorisme sebagai motif dari pencurian itu. "Sementara kita melihat sebagai peristiwa pencurian. Tapi bisa saja digunakan bukan untuk aktifitas pertambangan, bisa saja untuk kegiatan terorisme. Tapi sejauh ini kita belum menemukan bukti seperti itu," tutur Boy. @JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar