Brawijaya
Terserang Raja Singa
Jurnalis Independen: Dikisahkan
suatu ketika Prabhu Brawijaya terserang penyakit Raja Singa atau syphilis. Lantaran beliau doyan perempuan.
Para Tabib Istana sudah bekerja keras berusaha menyembuhkan beliau, tapi
penyakit beliau tetap membandel.
Atas inisiatif beliau sendiri,
setiap malam beliau tidur di areal Pura Keraton. Memohon kepada Mahadewa agar
diberi kesembuhan. Dan konon, setelah beberapa malam beliau memohon, suatu
malam, beliau mendapat petunjuk sangat jelas.
Dalam keheningan meditasinya,
lamat-lamat beliau ‘mendengar’ suara …
“Jika engkau ingin sembuh,
nikahilah seorang pelayan wanita berdarah Wandhan.Dan, inilah kali terakhir
engkau boleh menikah lagi.”
Mendapat ‘wisik’ yang sangat
jelas seperti itu, Prabhu Brawijaya termangu-mangu. Dan beliau teringat, di
Istana ada beberapa pelayan Istana yang berasal dari daerah Wandhan (Bandha
Niera, didaerah Sulawesi).
Keesokan harinya, beliau
memanggil para pelayan istana dari daerah Wandhan. Beliau memilih yang paling
cantik. Ada seorang pelayan dari Wandhan, bernama Dewi Bondrit Cemara, sangat
cantik. Diambillah dia sebagai istri selir. Dikemudian hari, Dewi Bondrit
Cemara dikenal dengan nama Dewi Wandhan Kuning.
Begitu menikahi Dewi Wandhan
Kuning, dan setelah melakukan senggama beberapa kali, penyakit Sang Prabhu
berangsur-angsur sembuh.
Namun Sang Prabhu merasa
perkawinannya dengan Dewi Wandhan Kuning harus dirahasiakan. Karena apabila
kabar ini terdengar sampai ke daerah Wandhan, pasti para bangsawan Sulawesi
merasa terhina oleh sebab Sang Prabhu bukannya mengambil salah seorang putri
bangsawan Wandhan, tapi malah mengambil seorang pelayan.
Dewi Wandhan Kuning mengandung,
hingga akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki, putra ini lantas dititipkan
kepada Kepala Urusan Sawah Istana, Ki Juru Tani. (Waktu itu, Istana memiliki
areal pesawahan khusus yang hasilnya untuk dikonsumsi oleh seluruh kerabat
Istana.)
Anak ini diberi nama Raden
Bondhan Kejawen (Bondhan perubahan dari kata Wandhan. Kejawen berarti yang
telah berdarah Jawa)
Raden Bondhan Kejawen dibesarkan
oleh Ki Juru Tani. Dan manakala sudah berangsur dewasa, atas perintah Sang
Prabhu, Raden Bondhan Kejawen dikirimkan kepada Ki Ageng Tarub, seorang
Pandhita Shiva yang memiliki Ashrama di daerah Tarub (sekitar Purwodadi, Jawa
Tengah sekarang)
Jika anda pernah mendengar
legenda Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan, maka inilah dia. Jaka Tarub yang konon
mencuri selendang bidadari Dewi Nawangwulan dan lantas ditinggal oleh sang
bidadari setelah sekian lama menjadi istri beliau karena ketahuan bahwa yang
menyembunyikan selendang itu adalah Jaka Tarub sendiri. (penulis tidak akan
membedah simbolisasi legenda ini disini, karena tidak sesuai dengan topic yang
penulis bahas).
Jaka Tarub inilah yang lantas
dikenal dengan nama Ki Ageng Tarub. Menginjak dewasa, Raden Bondhan Kejawen
dinikahkan dengan Dewi Nawangsih, putri tunggal Ki Ageng Tarub. Dan kelak Raden
Bondhan Kejawen bergelar Ki Ageng Tarub II.
Dari hasil perkawinan Raden
Bondhan Kejawen dengan Dewi Nawangsih, lahirlah Raden Getas Pandhawa. Dari
Raden Getas Pandhawa, lahirlah Ki Ageng Sela yang hidup sejaman dengan Sultan
Trenggana, Sultan Demak ketiga. Ki Ageng Sela inilah tokoh yang konon bisa
memegang petir sehingga menggegerkan seluruh Kesultanan Demak (simbolisasi
lagi, kapan-kapan penulis ulas).
Sampai sekarang nama Ki Ageng
Sela terkenal di tengah masyarakat Jawa. Ki Ageng Sela inilah keturunan Tarub
yang mulai beralih memeluk Islam. Beliau berguru kepada Sunan Kalijaga.
Perpindahan agama ini berjalan dengan damai. Nama Islam beliau adalah Ki Ageng
Abdul Rahman.
Dari Ki Ageng Sela, lahirlah Ki
Ageng Mangenis Sela. Dari Ki Ageng Mangenis Sela, lahirlah Ki Ageng Pamanahan.
Dan dari Ki Ageng Pamanahan lahirlah Panembahan Senopati Ing Ngalaga, tokoh
terkenal pendiri dinasti Mataram Islam dikemudian hari. (Panembahan Senopati
Ing Ngalaga Mataram inilah leluhur Para Sultan Kasultanan Jogjakarta, Para
Sunan Kasunanan Surakarta (Solo), Pakualaman dan Mangkunegaran sekarang). Peng-Islam-an
keturunan Raden Bondhan Kejawen, berlangsung dengan damai.@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar