Jumat, 07 Juni 2013

Mengenang Misteri Pembunuhan Peragawati Dietje Budimulyono


Oleh Pakde
Jurnalis Independen: Konspirasi, bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa, umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah adalah suatu rahasia dan seringkali direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik.


            Di era tahun 1980-an ada seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje yang bernama lengkap Dietje (Dice) Budimulyono atau Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh dengan tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli dalam menembak, kemudian mayatnya dibuang di sebuah kebun karet di Bilangan Kalibata yang sekarang menjadi komplek perumahan DPR.
            Setelah kasus tersebut marak di media massa, Polisi akhirnya menangkap seorang tua renta yang nama aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal dengan panggilan Pakde dikenal juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon ia adalah seorang dukun.
            Yang entah dengan alasan dan motif apa yang tidak jelas ia dianggap sebagai pembunuh Dietje. Bagi Polisi Motif tidak begitu penting karena Polisi mengungkapkan bahwa 'katanya' mereka 'Memiliki bukti yang kuat'.
            Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak tahan disiksa polisi, termasuk anaknya yang menderita patah rahang.
            Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan. Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis hakim.
            Akhirnya Pakde dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun, publik saat itu sudah mengetahui rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan menantu dari orang paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu saja kasus seperti ini tidak akan pernah terungkap dengan benar.
            Karena pemilik informasi satu-satunya kepada media atau publik berasal dari polisi. Dan bisa jadi, publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk ‘meyakini’ bahwa benarlah yang membunuh Dietje adalah Pakde.
            Dietje disebutkan dipakai sebagai "Jasa" oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia usaha dan untuk memuluskan bisnisnya Dietje dipakai oleh sang eks petinggi militer untuk menyenangkan menantu orang paling berkuasa di Indonesia.
            Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat satu kontrak besar pembangunan sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje berlanjut jauh dengan sang menantu.
            Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke keluarga besar, keluar perintah memberi pelajaran kepada Dietje, hanya saja ‘kebablasan’ menjadi suatu pembunuhan. Dietje ditembak di bagian kepala pada suatu malam tatkala mengemudi sendiri mobilnya di jalan keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata.
            Pak ‘De’ Siradjuddin yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambinghitamkan, ditangkap, dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup dan sempat dipenjara bertahun-tahun lamanya, Hingga akhirnya Pak De mendapat grasi dari Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup menjadi 20 tahun di tahun 1999.
            Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan bersyarat. Setelah menghirup udara bebas, Pak De lebih sering mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu.
            Kumis tebalnya juga sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan, “Pak De tidak membunuh Ditje".
            Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya.
            "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya," kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil.

Di  Kebun Karet
            Dietce wanita cantik itu terbujur kaku di dalam mobilnya, di tepi jalanan di sisi Kebun Karet yang sepi. Dietje, kepalanya tertembus peluru, sang peragawati yang tenar di jamannya. Ia terkulai dan diam. Misteri gelap yang sampai sekarang tertutup.
            Saat itu Kebun Karet Kalibata pertengahan tahun 80-an masih terlalu luas dan menyeramkan bagi anak anak kecil yang tinggal di sekitarnya. Belum banyak gedung diantara kebun itu – pabrik sepatu Bata – diantaranya. Taman Makam Pahlawan sampai ujung jembatan yang membelah di atas sungai Ciliwung.
            Tahun-tahun sebelumnya, kalau saya bermain bola 'antar kampung' di lapangan bola di belakang Pabrik, yang sekarang menjadi hunian Kalibata Indah. Saya harus cepat-cepat pulang menjelang magrib, melewati kebun sisi belakang kebun karet dan jalanan sepi.
            Dietje merupakan korban konspirasi yang dilakukan kelas elite di Republik jaman orde baru. Peragawati yang biasa malang melintang dalam pelukan petinggi republik, mantan marsekal sampai pengusaha kaya tak menyadari bahwa ada orang yang begitu dendam untuk menghabisi nyawanya.
           
Jangan Remehkan Kekuatan Cinta
Perlu, Suaminya Dibunuh!
            Bisik bisik juga. Ada sang istri dari lingkaran penguasa orde baru yang memesan order pembunuhan ini lewat sosok 'Mafioso' lokal. Tapi kita tak pernah tahu keakuratan berita itu, dan juga sekaligus takut dengan situasi saat itu.
            Kita tak pernah tahu bahwa asmara bisa membawa implikasi yang jauh lebih dalam. Wanita selalu berdiri di tengah tengahnya. Menjadi simbol kelemahan laki laki. Ken Arok tetap perlu menghabisi nyawa Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya, Ken Dedes.
            Karena mantan perampok itu percaya menurut mimpi mimpinya bahwa keturunannya dengan Ken Dedes akan melahirkan raja raja yang kuat dan berkualitas.
Perselingkuhan para petinggi Republik ini menjadikan parodi sandiwara yang kelas atas. Ironisnya kekuasaan selalu membungkam mereka yang tak berdaya.
            Cerita-cerita kerajaan jaman dulu, atau pewayangan sepertinya biasa kalau raja atau pangeran pergi ke desa desa, lalu melihat gadis cantik dan serta merta mengambilnya. Walau perempuan itu sudah milik orang lain. Kalau perlu dibunuh si suaminya.
            Bung Karno tak lepas dari kelemahan ini. Wanita. Dengan kekuasaannya , dan sekaligus ke-charmingan-nya. Siapa wanita yang sanggup menolak pinangannya. Ia mulai mengenal Hartini, ketika perempuan ini masih menjadi istri orang.
            Atau jauh sebelumnya, saat ia masih indekos di Bandung , dan mengenal Inggit yang menjadi istri Sanusi, pemilik rumahnya.
            Guntur, anak Bung Karno begitu sebal dengan kelakukan bapaknya sehingga menjuluki istri istri bapaknya dengan panggilan ‘ Hindul Hindul Markindul ‘.
            Jangan meremehkan kekuatan cinta. Terkesan sepele tapi sebenarnya menakutkan, kalau kita melihatnya dengan buta. Apalagi jika sudah bersinggungan dengan intrik intrik politik, uang dan kekuasaan. Ini sekaligus menunjukan mental para pejabat publik. Juga anggota parlemen yang sibuk meratifikasi undang undang moral, tapi memiliki gadis simpanan dimana mana.
            Tak heran kalau proses 'fit and proper test' pejabat Negara yang dilakukan anggota dewan mengundang pertanyaan. Bagaimana mungkin ketua KPK bisa memerintahkan pembunuhan terhadap Nasrudin – pengusaha – seperti yang dilandir media masa. Walau itu belum terbukti.
            Saya teringat hiruk pikuk awal beliau menjalani proses seleksi di DPR. Ketika ada wartawan Tempo yang pernah disodori amplop berisi uang dollar dari mantan Kepala Kejaksaan Tinggi itu, setelah sebuah proses wawancara. Walau kelak dibantah uang itu berupa sogokan. Hanya amplop yang tak sengaja 'ketlisut'.
            Negeri ini membutuhkan panutan. Bukan orang suci. Mereka yang memiliki integritas dan suri tauladan.
            Hari ini saya masih syuting di sebuah pantai di belakang kawasan Bukit Kutuh, Bali. Rumah rumah reyot, kumuh para pengumpul rumput laut yang menunggu rumput rumput laut terbawa ombak ke pantai. Padahal tak jauh dari sana, berdiri megah villa villa di atas bukit berharga milyaran rupiah.
            Potret buram kemakmuran dan kesedihan negeri ini. Ketidak adilan yang menampar sanubari kita melihat ketidakadilan dan kemiskinan.
            Udara Bali semakin panas. Dalam perlindungan di balik batu bukit yang teduh, si pemilik produk yang iklannya sedang saya garap, terus bercerita tentang masa masa ketua KPK menjadi Ketua Kejaksaan Tinggi. Saat itu sedang hangat hangatnya kasus BLBI. Keluarga konglomerat ini juga memiliki Bank yang terlikuidasi.
            Ah, sudahlah. Saya tak mau bercerita banyak. Terus terang saya tidak mau mati muda. Masih banyak yang harus dikerjakan dalam hidup ini. Bukankah hidup tak semata mengurusi gossip-gossip. Atau memang kita diajarkan untuk tak perduli?
            Pada awalnya ruang perselingkuhan atau percintaan ini menjadi ruang privat. Namun pembunuhan Nasrudin tetap merupakan kesewenang wenangan. Sang Ketua KPK dan Rani – gadis yang disebut-sebut dalam petualangan segitiga ini bersama almarhum – mestinya harus menjelaskan semuanya kepada hamba wet. Tragis.
            Sampai sekarang kematian Dietje tetap menjadi misteri. Bagi Pakde, pemulihan nama baiknya menjadi sia-sia, walau ia sudah dibebaskan. Bunyi suara piring kaleng jatah ransum penjara selalu terngiang-ngiang di telinganya. Bahkan suara itu terlalu keras untuk dinikmati telinga tuanya. @Zoe

Tidak ada komentar: