Jurnalis Independen: Ilmu Tauhid (Aqidah/Iman) adalah hal yang paling penting yang harus dipelajari setiap Muslim. Bahkan harus dipelajari lebih dulu sebelum kita mempelajari/melakukan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa tergerak untuk melakukan ibadah jika dalam hati kita tidak ada iman? Bagaimana kita bisa ikhlas dan khusyuk beribadah jika kita tidak tahu/tidak yakin akan Allah dan sifat-sifatNya?
Banyaknya ummat Islam di Indonesia yang
menjadi murtad itu karena mereka nyaris tidak mempelajari dan meyakini
ilmu Tauhid sehingga akhirnya tidak tahu Sifat-sifat Tuhan yang
asli/sejati. Akhirnya mereka menyembah Tuhan yang sifatnya berlawanan
dari sifat Allah seperti menyembah 3 Tuhan dan sebagainya.
Pada Ilmu
Tauhid ini diasumsikan orang belum memiliki iman yang kuat kepada Allah,
apalagi Al Qur’an. Oleh karena itu dalilnya pun yang pertama dipakai
adalah dalil Akal/Logika (Aqli). Setelah beriman, baru dalil Naqli (Al
Qur’an) dikemukakan. Pada ilmu tentang Iman, maka Akal harus digunakan.
Ada pun jika sudah beriman dan mengenai fiqih misalnya kenapa kalau
kentut bukan (maaf) pantat yang dibasuh, tapi harus mencuci anggota
badan lainnya, maka dalil Naqli (Al Qur’an dan Hadits) yang harus
dipakai. Pada Tauhid, Aqli harus dipakai. Pada Fiqih, Naqli yang
dipakai.
Karena itulah Allah dalam Al Qur’an juga
kerap menggunakan dalil Akal/Logika kepada kaum yang kafir atau imannya
masih lemah. Hanya orang yang berakal saja yang dapat pelajaran.
“…Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali ‘Imran 7]
Allah juga kerap memakai ilmu pengetahuan seperti penciptaan langit dan bumi sebagai tanda bagi orang yang berakal:
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [Ali ‘Imran 190]
“dan pada pergantian malam dan
siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya
dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” [Al
Jaatsiyah 5]
Lihat ayat Al Waaqi’ah ayat 58 hingga
72. Allah menggunakan logika kepada manusia (termasuk kita yang membaca
surat tersebut) agar menggunakan akal kita:
“Maka terangkanlah kepadaku
tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau
Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi’ah 58-59]
“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah 72]
Allah menggunakan logika dan
perumpamaan-perumpamaan (Tamtsil/Ibarat) agar orang yang berakal/berilmu
meski dia belum beriman jadi berfikir dan beriman kepada Allah.
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu.” [Al ‘Ankabuut 43]
Baca juga ayat Al Hasyr 21, Al Kahfi 45,
Al Kahfi 54, Ar Ruum 58, Az Zumar 27, dsb. Ada 58 ayat lebih tentang
perumpamaan yang dikenal sebagai logika analogi.
Contoh perumpamaan itu adalah ayat Al
A’raaf 176, Al ‘Ankabuut 41, Al Baqarah 17, Al Baqarah 171, Al Baqarah
261, Al Baqarah 264, dan sebagainya.
Keliru sekali jika ada orang yang menolak sama sekali penggunaan dalil Akal atau Logika apalagi jika itu ditujukan pada orang yang belum atau masih tipis imannya. Karena itu, banyak orang-orang yang dulunya kafir, akhirnya masuk Islam. Bayangkan, bagaimana mungkin orang mau mempercayai Al Qur’an (firman Allah) jika kepada Allah saja dia belum beriman? Karena itulah pendekatan akal digunakan.
Keliru sekali jika ada orang yang menolak sama sekali penggunaan dalil Akal atau Logika apalagi jika itu ditujukan pada orang yang belum atau masih tipis imannya. Karena itu, banyak orang-orang yang dulunya kafir, akhirnya masuk Islam. Bayangkan, bagaimana mungkin orang mau mempercayai Al Qur’an (firman Allah) jika kepada Allah saja dia belum beriman? Karena itulah pendekatan akal digunakan.
Berbagai firman Allah seperti Afalaa
Ta’qiluun, La’allakum Tatafakkaruun, Ulil Albaab merupakan perintah
Allah pada manusia untuk menggunakan akal atau fikiran termasuk dalam
beragama.
Sifat Allah itu banyak/tidak terhitung.
Namun seandainya ditulis 1 juta, 1 milyar, atau 1 trilyun, tentu kita
tidak akan sanggup mempelajarinya bukan? Seorang ulama menulis 20 sifat
yang wajib (artinya harus ada) pada Tuhan/Allah. Jika tidak memiliki
sifat itu, berarti dia bukan Tuhan atau Allah. Minimal kita bisa
memahami dan meyakini 13 dari sifat tersebut agar tidak tersesat.
Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya dalam Ama’ul Husna
(99 Nama Allah yang Baik)
Video Sifat 20 bisa dilihat di sini:
Sifat-sifat itu adalah:
1. Wujud (ada)
Allah itu Wujud (ada). Tidak mungkin/mustahil Allah itu ‘Adam (tidak ada).
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih komplek.
Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8
milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer
panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer
panjangnya. Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata
Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100
ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama
sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1
galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1
“Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super
Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad
Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya!
Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun
Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop
tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.
Bayangkan, jika jarak bumi dengan
matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8
menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun
cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran
ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran
penciptanya.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan
di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya
matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]
Karena kita tidak bisa melihat Tuhan,
bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa
melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Pernyataan bahwa Tuhan
itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui
keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya
milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat
manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul,
bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa
melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika
meletakkan benda tersebut di bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada?
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna
hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara.
Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi
dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan
kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu
menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan
ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk
mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Ada jutaan orang yang mengatur lalu
lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di
bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara
mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada
pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot,
sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh,
ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada
yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan,
bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur
bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama
milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak
matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot
yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin
semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha
Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit)
bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan
hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
[Yunus:5]
“Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan
masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]
Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah lah Yang meninggi-kan
langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia
berse-mayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan.
Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur
urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya
kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]
“(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
[Ali Imron:191]
Artikel lengkap tentang Bukti Tuhan itu Ada dapat anda lihat di www.media-islam.or.id
Hikmah: Kunci Iman menyembah Allah.
Kalau orang tidak mempercayai Allah itu ada, maka dia adalah Atheist.
Tidak mungkin bisa ikhlas dan khusyu’ menyembah Allah.
2. Qidam (Terdahulu)
Allah itu Qidam (Terdahulu). Mustahil Allah itu Huduts (Baru).
“Dialah Yang Awal …” [Al Hadiid:3]
Allah adalah Pencipta segala
sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya
termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia.
“Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu..?” [Al Mu’min:62]
“Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu..?” [Al Mu’min:62]
Oleh karena itu, Allah adalah awal. Dia
sudah ada jauh sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia
lainnya ada. Tidak mungkin Tuhan itu baru ada atau lahir setelah makhluk
lainnya ada.
Sebagai contoh, tidak mungkin lukisan
Monalisa ada lebih dulu sebelum pelukis yang melukisnya, yaitu Leonardo
Da Vinci. Demikian juga Tuhan. Tidak mungkin makhluk ciptaannya muncul
lebih dulu, kemudian baru muncul Tuhan.
3. Baqo’ (Kekal)
Allah itu Baqo’ (Kekal). Tidak mungkin Allah itu Fana’ (Binasa).
Allah sebagai Tuhan Semesta Alam itu hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaannya. Jika Tuhan itu Fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaannya seperti manusia?
Allah sebagai Tuhan Semesta Alam itu hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaannya. Jika Tuhan itu Fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaannya seperti manusia?
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati…” [Al Furqon 58]
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” [Ar Rahman:26-27]
Karena itu jika ada “Tuhan” yang wafat atau mati, maka itu bukan Tuhan. Tapi manusia biasa.
Hikmah: Jika kita mencintai Allah yang
Maha Kekal dan selalu ada dan menjadikanNya teman serta pelindung,
niscaya kita akan tetap sabar meski kehilangan segala yang kita cintai.
4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (Tidak Serupa dengan MakhlukNya)
Allah itu berbeda dengan makhlukNya
(Mukhollafatuhu lil hawaadits). Mustahil Allah itu sama dengan
makhlukNya (Mumaatsalaatuhu lil Hawaadits). Kalau sama dengan makhluknya
misalnya sama lemahnya dengan manusia, niscaya “Tuhan” itu bisa mati
dikeroyok atau disalib oleh manusia. Mustahil jika “Tuhan” itu
dilahirkan, menyusui, buang air, tidur, dan sebagainya. Itu adalah
manusia. Bukan Tuhan!
Allah itu Maha Besar. Maha Kuasa. Maha Perkasa. Maha Hebat. Dan segala Maha-maha yang bagus lainnya.
“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…” [Asy Syuura:11]
Misalnya sifat “Hidup” Allah beda dengan
sifat “Hidup” makhluknya. Allah itu dari dulu, sekarang, kiamat, dan
hingga hari akhirat nanti tetap hidup. Sebaliknya makhluknya seperti
manusia dulu mati (tidak ada). Setelah itu baru dilahirkan dan hidup.
Namun itu pun hanya sebentar. Paling lama 1000 tahun. Setelah itu mati
lagi dan dikubur. Jadi meski sekilas sama, namun sifat “Hidup” Allah
beda dengan makhlukNya.
Demikian juga dengan sifat lain seperti
“Kuat.” Allah selalu kuat dan kekuatannya bisa menghancurkan alam
semesta. Sementara manusia itu dulu ketika bayi lemah dan ketika mati
juga tidak berdaya. Saat tidur pun manusia sama sekali tidak berdaya.
Saat hidup pun jika kena tsunami atau gempa apalagi kiamat, dia akan
mati.
5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya)
Allah itu Qiyamuhi Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya). Mustahil Allah itu Iftiqoorullah (Berhajat/butuh) pada makhluknya.
“.. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Al ‘Ankabuut:6]
“Dan katakanlah: “Segala puji
bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam
kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan
agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” [Al Israa’
111]
Di dunia ini, semua orang saling
membutuhkan. Bahkan seorang raja pun butuh penjahit pakaian agar dia
tidak telanjang. Dia butuh pembuat bangunan agar istananya bisa berdiri.
Dia butuh tukang masak agar bisa makan. Dia butuh pengawal agar tidak
mati dibunuh orang. Dia butuh dokter jika dia sakit. Saat bayi, dia
butuh susu ibunya, dan sebagainya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia
tidak butuh makhluknya. Seandainya seluruh makhluk memujiNya, niscaya
tidak bertambah sedikitpun kemuliaanNya. Sebaliknya jika seluruh makhluk
menghinaNya, tidaklah berkurang sedikitpun kemuliaanNya.
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak
kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
lagi Maha Terpuji.” [ Faathir 15]
Hikmah: Tidak sombong dan memohon hanya kepada Allah. Karena Manusia ketika lahir butuh bantuan. Demikian pula ketika mati meski dia kaya dan berkuasa
Hikmah: Tidak sombong dan memohon hanya kepada Allah. Karena Manusia ketika lahir butuh bantuan. Demikian pula ketika mati meski dia kaya dan berkuasa
6. Wahdaaniyah (Esa)
Allah itu Wahdaaniyah (Esa/Satu). Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti 2, 3, 4, dan seterusnya.
Allah itu Maha Kuasa. Jika ada
sekutuNya, maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi. Jika satu Tuhan Maha
Pencipta, maka Tuhan yang lain kekuasaannya terbatas karena bukan Maha
Pencipta.
”Allah sekali-kali tidak
mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya.
Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
sifatkan itu” [Al Mu’minuun:91]
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” [Al Ikhlas:1-4]
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” [Al Ikhlas:1-4]
Oleh karena itu, ummat Islam harus
menyembah Tuhan Yang Maha Esa/Satu, yaitu Allah. Tidak pantas bagi ummat
Islam untuk menyembah Tuhan selain Allah seperti Tuhan Bapa, Tuhan
Anak, Roh Kudus. Tidak pantas juga bagi ummat Islam untuk menyembah 3
Tuhan di mana satu adalah yang Menciptakan, satu lagi yang merusak, dan
terakhir yang memelihara.
”Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari
syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
[An Nisaa’:48]
Hikmah: Tidak mempersekutukan Allah
7. Qudrat (Kuasa)
Sifat Tuhan yang lain adalah Qudrat atau
Maha Kuasa. Tidak mungkin Tuhan itu ‘Ajaz atau lemah. Jika lemah
sehingga misalnya bisa ditangkap, disiksa, dan disalib, maka itu bukan
Tuhan yang sesungguhnya. Hanya manusia biasa.
”… Jikalau Allah menghendaki,
niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya
Allah berkuasa atas segala sesuatu.” [Al Baqarah:20]
”Jika Dia kehendaki, niscaya Dia
musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru (untuk menggantikan kamu).
Dan yang demikian tidak sulit bagi Allah.” [Fathiir:16-17]
Hikmah: menyadari kekuasaan Allah dan tawakal kepada Allah.
8. Iroodah (Berkehendak)
Sifat Allah adalah Iroodah (Maha
Berkehendak). Allah melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya.
Mustahil Allah itu Karoohah (Melakukan sesuatu dengan terpaksa).
“…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” [Huud:107]
“Allah Pencipta langit dan bumi,
dan bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka Dia hanya
mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.” [Al Baqarah:117]
“…Katakanlah : “Maka siapakah yang dapat
menghalangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu
atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Fath:11]
Hikmah: tawakal kepada Allah dan selalu berdoa kepada Allah
9. Ilmu (Mengetahui)
Allah itu berilmu (Maha Mengetahui).
Mustahil Allah itu Jahal (Bodoh). Allah Maha Mengetahui karena Dialah
yang menciptakan segala sesuatu.
Sedangkan manusia tahu bukan karena menciptakan, tapi sekedar melihat, mendengar, dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meski hanya seekor lalat.
Sedangkan manusia tahu bukan karena menciptakan, tapi sekedar melihat, mendengar, dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meski hanya seekor lalat.
“Dan Allah memiliki kunci semua
yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui
apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
“Katakanlah: Sekiranya lautan
jadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis ditulis kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu.” [Al Kahfi:109]
“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’:176]
10. Hayaat (Hidup)
Allah itu Hayaat (Maha Hidup). Tidak
mungkin Tuhan itu Maut (Mati). Jika Tuhan mati, maka bubarlah dunia ini.
Tidak patut lagi dia disembah. Maha Suci Allah dari kematian/wafat.
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup kekal Yang tidak mati…” [Al Furqaan:58]
11. Sama’ (Mendengar)
Allah bersifat Sama’ (Maha Mendengar). Mustahil Tuhan bersifat Shomam (Tuli).
Allah Maha Mendengar. Mustahil Allah tuli.
“… Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah:256]
12. Bashor (Melihat)
Allah bersifat Melihat. Mustahil Allah itu ‘Amaa (Buta).
“Sesungguhnya Allah mengetahui
apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” [Al Hujuraat:18]
Hikmah: takut berbuat dosa karena Allah selalu melihat kita
13. Kalam
Allah bersifat Kalam (Berkata-kata). Mustahil Allah itu Bakam (Bisu)
“…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” [An Nisaa’ 164]
Jika kita meyakini ini, tentu kita tidak akan menyembah berhala yang tidak bisa bicara sebagai Tuhan [Al Anbiyaa’ 63-65]
Jika kita meyakini ini, tentu kita tidak akan menyembah berhala yang tidak bisa bicara sebagai Tuhan [Al Anbiyaa’ 63-65]
Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui agar kita tahu mana Tuhan yang asli dan mana yang bukan.
Jika sifat-sifat Tuhan itu kita pahami
dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah 3 Tuhan atau Tuhan yang
Mati atau Tuhan yang Lemah, dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah
Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.
Ada pun sifat-sifat ke 14-20 sesungguhnya merupakan bentuk Subyektif/Pelaku dari Sifat nomor 7-13 yaitu:
14. Qoodirun: Yang Memiliki sifat Qudrat
15. Muriidun: Yang Memiliki Sifat Iroodah
16. ‘Aalimun: Yang Mempunyai Ilmu
17. Hayyun: yang Hidup
18. Samii’un: Yang Mendengar
19. Bashiirun: Yang Melihat
20. Mutakallimun: Yang Berkata-kata
15. Muriidun: Yang Memiliki Sifat Iroodah
16. ‘Aalimun: Yang Mempunyai Ilmu
17. Hayyun: yang Hidup
18. Samii’un: Yang Mendengar
19. Bashiirun: Yang Melihat
20. Mutakallimun: Yang Berkata-kata
Insya Allah semua sifat-sifat Allah itu
berdasarkan dalil Al Qur’an yang kuat jadi harus kita yakini
kebenarannya. Ilmu Tauhid ini begitu penting. Sebab itu cetaklah dan
sebarkanlah pada keluarga dan teman-teman anda untuk memperkuat aqidah
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar