Jurnalis Independen: Pemerintahan Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla (Jokowi-JK) adalah pemerintahan tersulit jika dibandingkan dengan masa pemerintahan presiden-presiden sebelumnya setelah era Presiden Soekarno.
Sejak pencalonan, khususnya bagi Jokowi, banyak menemui hambatan, penjegalan bahkan penipuan-penipuan politik agar Jokowi tak sampai menduduki RI I. Rintangan yang dihadapi Jokowi dan Tim suksesnya, bukanlah halangan biasa, namun merupakan halangan yang luar biasa. Halangan yang dihadapi Jokowi adalah halangan yang masif. Pendeknya, banyaknya faktor yang menghambat laju kepemimpinan Jokowi, hanya tersebab SATU faktor, Yaitu KEJUJURAN dan MORALITAS nya.
Tokoh-tokoh politik, publik figur di negeri ini, sedikit banyak telah terkontaminasi kerakusan harta termasuk dengan cara korupsi dan menjual aset Rakyat Indonesia. Kelemahan para tokoh dan publik figur yang memiliki kesempatan luas menjadi kandidat presiden selanjutnya juga "bermoral binatang" lantaran mengumbar nafsu syahwatnya. Tidak sedikit dikemudian hari diantara mereka yang tersandung kasus "pelecehan seksual". Sementara sisi lain adanya keterbukaan informasi, masyarakt semakin cerdas dalam memilih wakil dan pemimpinnya duduk di parlemen dan pemerintahan. Bagaimana mungkin pemimpin yang seperti itu meminta dipilih untuk duduk di pemerintahan maupun parlemen? Kecuali dengan jalan menipu, memanipulasi dan menyuap membeli suara rakyat!!!
Nafsu yang menggebu dari pemimpin maupun calon pemimpin yang "Cacat Moral" untuk tetap memiliki jabatan, membutuhkan kos, biaya yang tidak sedikit guna menipu dan membeli suara rakyat yang kelaparandan tidakmemiliki idealisme. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam pemilu di alam demokrasi menjadi peluang para broker dalam mencari dan menumpuk kekayaan. Salah satu diantara mereka yaitu Mohammad Riza Chalid, pengusaha minyak ternama.
Bagi pemburu kekuasaan, merupakan kelaziman jika menerima uluran tangan para broker atau bisa disebut sebagai mafia, melakukan kerja sama dan jika berhasil akan "memberikan imbalan yang setara dengan jasa" yang telah diberikan. Dan sejarah tumbangnya Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Seokarano, lantaran terbesar adalah konspirasi atau persekongkolan jahat antara Penjajah (dalam hal ini selain Belanda, AS juga terlibat), Pengusaha Hitam atau Mafia (Mc Morgan-Freeport) dan Pemburu Kekuasaan (Mayjen Soeharto).
Berkuasa secara diktator dan absolut selama 32 tahun lantaran lihai membungkus jati diri serta reaktif terhadap segala daya dan upaya rakyat yang hendak mengorek kekuasaannya, adalah cara ampuh yang dimiliki sosok Soeharto. Kroni-kroni yang diciptakan dan bisa diandalkan untuk bekerja sama menjadikan kekuasaan Soeharto "Langgeng". Namun, bagaimanapun kelanggengan yang berhasil diciptakan dan dinikmati oleh Soeharto dan konco-konconya harus terusik tatkala penggarongan kekayaan alam Rakyat Nusantara menjadi bencana dari Sabang hingga Merauke. Selain itu, menjadi kepanjangan tangan atau "Pengajawentaan Penjajah" semakin terkuak dengan seiringnya waktu dan cara berpikir jernih sebagian Rakyat Indonesia.
Perlu diketahui pada masa kolonialisme hanya para raja-raja bijaksana, keturunannya dan ULAMA lah yang mengangkat senjata melawan penjajah, Portugis, Belanda, Inggris, Jepang dan Sekutu. Dan Pangeran Diponegoro adalah keturunan terakhir Kerajaan Mataram dan ulama yang melakukan perlawanan terhadap kolonialisme di negeri ini, "selain ulama dan santri tidak ada yang melakukan perlawanan."
Pasca Perang Diponegoro tahun 1830, keturunan kerajaan dan ulama/kalangan pesantren menyebar keseluruh nusantara. Mereka melakukan pengkaderan dan perlawanan secara sembunyi-sembunyi (gerilya-red). Selain Gerakan-gerakan merebut kemerdekaan yang dilakukan kalangan pesantren, sejak tahun 1900an mulai muncul Kelompok-kelompok gerakan baru dan modern. Kelompok pergerakan modern melakukan perlawanan dengan "cara-cara kooperatif" sementara kalangan ulama dan pesantrennya tetap melakukan perlawanan dengan gaya lamanya yang "Nonkooperatif."
Pejuang-pejuang Kooperatif mau dan menerima melakukan kerja sama bahkan menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Belanda. Mereka diberikan menguasai pedukuhan, desa,kadipaten hingga kademangan dan kawasan tertentu. Mereka juga menjadi kaki tangan kolonial diangkat menjadi anggota semi militer seperti KNIL. Nah... Seoharto inilah salah satu tentara Belanda yaitu KNIL.
Organisasi-organisasi perlawanan modern terus bermunculan. Kalangan ulama pun memunculkan organisasi islam bernama Nadhatul Ulama (NU) pada tahun 1926.
Masa proklamasi, pemikiran-pemikiran ulama mewarnai hampir seluruh aspek pondasi bernegara. Hal itu dibuktikan dengan dipakainya Dasar Negara yaitu Pancasila. Isi sila-sila Pancasila, Pembukaan UUD 1945, batang tubuh dan isinya semua mencerminkan peran ulama/pesantren maupun Islamisme Nusantara dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tanggung jawab Keutuhan dan kelangsungan NKRI di negeri ini, tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh, organisasi-organisasi sangat kecil dimiliki oleh selain Ulama, santri, kaum muslimin di negeri ini. Kebertanggungjawaban atas keutuhan dan kelangsungan NKRI dengan Pancasila dan UUD 1945 nya, bisa dikatakan hanya bergantung kepada para ULAMA, kalangan Santri dan kaum Muslimin negeri ini. Dan atau tokoh-tokoh yang memiliki dan menuruni ilmu-ilmu ULAMA!!!
Saat resmi dicalonkan menjadi "Calon Presiden 2014-2019" tidak sedikit ulama yang dimintai restu oleh Joko Widodo. Walau lawan politiknya di pilpres 2014 Prabowo-Hatta Rajasa (Prahara) juga melakukan hal yang sama, namun ketulusan, kejujuran sifat amanah dan moralitas menjadi garis tangan tersendiri agar para ulama yang dikunjunginya memberikan dukungan dan restu kepada Jokowi dan pasangannya tokoh gaek dari Golkar Jusuf Kalla (JK).
Tokoh Politik wanita asal PKB dan NU, Kofifah Indar Parawansyah yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial, taklangsung menerima tawaran Jokowi saat diminta bergabung dan mendukung pencapresannya. Kofifah menyatakan setuju saat "Sang Kiai" menyuruhnya membela dengan segenap jiwa raganya pada pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014. Hal ini membuktikan bahwa Jokowi "Dibela" para ulama dan kalangan pesantren yang sejak dulu kala telah melakukan JIHAD melawan penjajah KAUN KUFFAR di Nusantara.
Tidak mudah Jokowi MENITI AMANAH hingga menjadi RI I. Hanya bekal SOLO I, DKI I serta moralitas dan pro kebenaran sekaligus Wong Cilik lah yang membuat Ridhoh Allah SWT turun kepadanya. Tetapi bukan kaum kuffar namanya jika menyerah menjegal Jokowi.
Saat KPU belum memutuskan pemenang pilpres, bahkan saat kampanye, cacian, hinaan bahkan fitnahan datang bertubi-tubi dari musuh-musuhnya. Anehnya, hingga kinipun saat Jokowi telah menjadi Simbol Resmi Kenegaraan, KAUM KUFFAR itu terus gencar mbalelo pada Sang Presiden Jokowi. Hal ini dibuktikan pada saat awal Pemerintahan Jokowi adanya menteri yang tidak dengan segera melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang telah diberikan Presiden Jokowi.
Sementara "Kaum Kuffar" yang berada di Parlemen selalu membuat "Gaduh" agar Pemerintahan Jokowi tidak bisa berjalan dan membongkar borok-borok mereka, kroni dan tuannya. Kebijaksanaan, kejujuran, ketulusan, sifat amanah, dan moralitas yang tinggi yang dimiliki Jokowi yang dituruni dari sifat para ulama menjadi musuh kaum kuffar dan budaknya di republik ini.
Kasus Freeport dan sebelumnya kasus Petral semakin membuka mata kita tentang adanya Persekongkolan Kaum Kuffar dalam menjarah, merampok, menguasai kekayaan bumi pertiwi. Selain itu hal ini membuktikan adanya PERMUSUHAN LATEN antara ulama, kaum pesantren, kaum muslimin yang konsis mempertahankan NKRI melawan KAUM KUFFAR yang selalu menggerogoti kekayaan dan memporakporandakan NKRI dengan segala cara.
Dan marilah kita sadari bahwa Presiden Jokowi adalah sosok pemimpin yang menuruni sifat-sifat perjuangan ulama dan kaum pesantren dalam memerangi dan membendung pengangkangan kaum kuffar atas Rakyat, Kekayaan, Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar