Jurnalis Independen: Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengetahui betul siapa dalang "pengompasan" saham PT Freeport Indonesia hingga terjadinya pencemaran nama baik Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi)- Jusuf Kalla (JK) oleh Setya Novanto Ketua DPR RI.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli telah mengungkapkan jika kisruh antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Ketua DPR Setyo Novanto (Setnov) hanyalah asap.
Bara sebenarnya adalah telah terjadinya pertempuran geng elite politik terkait renegosiasi kontrak karya PT. Freeport. Pernyataan Rizal itu dibenarkan pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio.
Dia pun menilai, jika Rizal Ramli tahu betul siapa dalang dibalik kekisruhan yang terjadi."Kalau ditanya siapa dalangnya, saya rasa Pak Rizal Ramli tahu siapa. Tinggal keputusan dia mau mengungkap atau tidak," terang Hendri pada diskusi akhir pekan di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/12/2015).
Pada persoalan kontrak karya PT. Freeport ini, dikatakan Hendri, sudah dibuka semua apa saja keuntungan dan kerugian tentang keputusan pemerintah oleh Menteri Rizal. Dimana pria yang terkenal dengan jurus kepretnya itu pernah mengungkapkan bila pemerintah berhasil mengusir pergi PT. Freeport maka pemerintah akan mendapat durian runtuh berupa penguatan nilai Rupiah terhadap dolar.
"Pak Rizal kan telah mengungkap semuanya, dimana dolar bisa cuma dua ribu kalau pemerintah berani," terangnya.
Karena itu, Hendri berharap semua pihak jangan terlalu dalam tenggelam dalam peperangan yang tampak antar Menteri Sudirman dan Setia Novanto. Sebab persoalan terpenting adalah soal renegosiasi kontrak karya PT. Freeport.
"Pikirkan bagaimana pengelolaan Freeport bisa menguntungkan rakyat," pungkasnya.
Sebelumnya Rizal juga mengungkapkan korupsi di PT Pelindo II. Menurutnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengungkap banyak hal yang merugikan negara dalam pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II atas konsensi Jakarta International Center Terminal (JICT).
Setidaknya, ada tujuh poin utama yang dibeberkan oleh Rizal terkait dengan kasus yang menggelayuti di Pelindo II tersebut.
“Esensi Menko kalau di masa lalu tugasnya hanya koordinasi. Tetapi dalam kabinet ini (Kabinet Kerja) tugasnya sesuai Perpres melakukan koordinasi dan sinkronisasi kementerian atau lembaga dibawahnya,” kata Rizal, saat menghadiri rapat dengan Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II, Kamis (29/10/2015).
Lebih lanjut Rizal mengatakan, beberapa poin yang menjadi permasalahan di Pelindo II dan harus dibenahi tersebut antara lain:
Pertama, memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir. Hal tersebut melanggar pasal 27 peraturan Menteri BUMN.
Kedua, memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebih dahulu dengan otoritas pelabuhan utama tanjung Priok sebagai regulator. Kebijakan itu dinilai melanggar UU No 17/2008 tentang Pelayaran.
Ketiga, tidak mematuhi surat kepala kantor otoritas pelabuhan utama tanjung Priok tentang konsesi.
Keempat, tidak mematuhi surat dewan komisaris PT Pelindo II.
Kelima, melanggar prinsip transparansi dengan tidak melalalui tender.
Keenam, melanggar keputusan komisaris PT Pelindo II mengenai perlunya konsesi dan pendapat Jamdatun yang tidak tepat.
Ketujuh, perpanjangan kontrak yang merugikan negara. Harga jual lebih murah dari tahun 1999, dimana up front payment US$ 215 juta plus US$ US$ 2 juta. Sedangkan tahun 2015 hanya US$ 215 juta.
Rieke Diah Pitaloka, Ketua Panitia Khusus Pelindo II mengatakan, untuk mengurai persoalan di Pelindo II ini pihaknya akan segera memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar