Jurnalis Independen: Inilah buktinya jika Ketua Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo adalah pengusaha penuh manipulatif dan selalu ingin mengeruk keuangan negara dengan berbagai cara, termasuk kali ini menggunakan manipulasi data pajak perusahaan yang dimilikinya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk menetapkan tersangka terkait dugaan korupsi restitusi pajak fiktif PT Mobile-8 Telecom yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 10 miliar.
“Kami dari KMPK menggelar aksi ke prihatinan bersama untuk mempertanyakan kelanjutan penganan kasus PT Mobile-8,” ujar Herry Poer koordinator Koalisi Masyarakat Pemantau Korumsi (KMPK) kepada SICOM, Rabu (9/12/15).
KMPK juga mendesak agar Jaksa Agung M Prasetyo berani memeriksa Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. “Tidak terkecuali mantan pemilik PT Mobile-8 Telecom Hary Tanoesoedibjo,” kata dia.
Herry juga meminta untuk mengusut tuntas perkara-perkara korupsi besar yang merugikan keuangan negara. Termasuk, kasus yang masih mangkrak di Kejagung.
Kejagung saat ini tengah mengusut dugaan korupsi pada pengajuan restitusi pajak (pergantian pajak) dari PT Mobile8 Telecom ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya tahun 2012. Saat ini, penyidik pidana khusus Kejagung sudah mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi untuk dimintai keterangan dalam perkara tersebut.
Kejaksaan Agung meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus dugaan korupsi pada pengajuan restitusi pajak (pergantian pajak) dari PT. Mobile8 Telecom ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya tahun 2012 agar masuk bursa di Jakarta.
“Itu perusahaan telekomunikasi yang sekarang namanya Smartfren, dulu Mobile8,” kata Ketua tim penyidik kasus ini, Ali Nurudin di Kejaksaan Agung Jakarta.
Dia menjelaskan dugaan korupsi ini setelah tim penyidik mendapatkan keterangan dari Direktur PT Djaya Nusantar Komunikasi bahwa transaksi yang antara PT.Mobile8 Telecom dan PT Djaya Nusantara Komunikasi tahun 2007-2009 lalu senilai Rp 80 miliar adalah transaksi fiktif dan hanya untuk kelengkapan administrasi pihak PT Mobile8 Telecom akan mentrasnfer uang senilai Rp 80 miliar ke rekening PT Djaya Nusantara Komunikasi.
Transfer tersebut dilakukan pada Desember 2007 dengan dua kali transfer, pertama transfer dikirim senilai Rp 50 miliar dan kedua Rp 30 milar. Namun faktanya PT DJaya Nusantara Komunikasi tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.
Permohonan restitusi pajak lalu dikabulkan oleh KPP, padahal transaksi perdagangan fiktif dan transaksi tersebut dilakukan saat PT Mobile8 Telecom masih dimiliki Hary Tanoesoedibjo.agus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar