Jurnalis Independen: Dalam pidatonya di Kongres Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Presiden Joko Widodo (Jokowi) selain "menohok" Ketua Umum Golkar Abu Rizal Bakrie (ARB), Jokowi juga "memecut" para menterinya guna merealisasikan proyek-proyek besar yang menjadi penggerak sosial masyarakat.
Saat pidato dalam di kongres itu, Presiden Jokowi sempat "menohok" mantan Ketua PII Abu Rizal Bakrie (ARB-Ical) yang juga pernah menjabat sebagai Menteri di era Presiden SBY yang mengumbar perencanaan pembangunan dengan sedikit realisasi.
"Kita ini dari dulu kebanyakan rencana, rencana terus tapi tidak pernah dilakukan. Seperti contohnya MRT, itu sudah 30 tahun cuma rencana. Tetapi setelah saya lihat ternyata ruwet juga urusannya di Jakarta. Tapi ya harus diputuskan, kalau ndak nanti terlambat lagi," ujar Jokowi di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (12/12/2015).
Kongres ini juga dihadiri Aburizal Bakrie (Ical) yang merupakan mantan Ketum PII. Ical duduk paling depan sejajar dengan Ketum PII Bobby Ghofur Umar.
"Selain itu juga ada pembangunan kereta api yang sudah kita lakukan. Ini di Sumatera katanya sudah 30 tahun belum jadi-jadi. Jangan cuma groundbreakang-groundbreaking saja. Kalau saya, baru mau groundbreaking kalau sudah mininal 7 kilometer relnya dibangun biar enggak malu. Jangan sampai sudah groundbreaking tapi enggak jadi. Dulu kan sudah di-groundbreaking, tapi kok groundbreaking lagi?" tutur Jokowi.
"Kalau Pak Aburizal Bakrie enggak percaya, ini lho ada gambarnya," lanjut Jokowi sambil memperlihatkan foto groundbreaking rel kereta api pada tampilan layar.
Sontak saja seluruh hadirin tertawa setelah itu. Kebetulan Ical merupakan Ketum Golkar sekaligus pimpinan KMP yang merupakan oposisi pemerintah.
Saat berpidato dalam Kongres XX Persatuan Insinyur Indonesia di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Presiden Joko Widodo menyindir menteri yang hanya mengkritik kebijakan pemerintah.
Presiden bercerita mengenai proyek pembangkit listrik sebesar 35.000 Megawatt.
Jokowi mengatakan ada menteri yang pesimis proyek tersebut tidak mungkin terealisasi.
“Ada menteri yang sampaikan enggak mungkin. Belum praktik belum ngitung sudah bilang enggak mungkin,” ujar Presiden, Sabtu (12/12/2015).
Presiden kemudian mengatakan dirinya langsung menimpali kepesimisan menteri tersebut.
Ia mengatakan sudah menjadi tugas menteri untuk membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Setelah dilakukan pembedahan terhadap persoalan tersebut mengapa menjadi rumit, nyatanya, kata Jokowi, ditemukan masalah pada persoalan izin.
“Setelah kami cek perizinan. Yang antri banyak tapi izinnya 6 tahun siapa yang mau?” ucap Presiden.
Setelah ditemukan persoalannya, Presiden mengatakan dirinya telah memberi target kepada menteri-menteri terkait, agar proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut harus bisa dibangun dengan kapasitas minimal sebesar 10.000 megawatt dalam tahun depan.
“Saya beri target tahun ini harus bisa 10.000. Tesnya akhir Desember ini,” kata Presiden.
Rizal Ramli Sebut Proyek 35.000 MW Mustahil Tercapai
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menegaskan proyek pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) sulit tercapai dalam waktu 5 tahun ke depan. Pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW baru bisa terealisasi dalam waktu 10 tahun.
Selain itu, dampak adanya proyek listrik 35.000 MW bisa membuat surplus listrik sangat besar yakni sekitar 21.000 MW pada 2019. Surplus tersebut bisa membebani keuangan PT PLN sebagai operator listrik nasional, karena PLN harus membeli kelebihan atau surplus.
Rizal menilai kebutuhan listrik tambahan 5 tahun ke depan hanya 16.000 MW sampai 18.000 MW.
“Ada target membangun listrik 35.000 MW. Setelah kami bahas 35.000 MW nggak bisa dicapai dalam 5 tahun. 10 tahun baru bisa. Kalau 35.000 MW dibangun semua. Dalam 5 tahun maka PLN alami kapasitas lebih,” kata Rizal usai rapat koordinasi bidang energi di Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Proyek 35.000 MW yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), idealnya dibagi dalam 2 tahap hingga 10 tahun ke depan. Rizal menilai ada tambahan pasokan listrik 7.000 MW dari proyek listrik pemerintahan sebelumnya yang belum dibangun.
“Lain-lainnya masuk 5 tahun berikutnya,” sebutnya.
Rizal menegaskan perhitungan 16.000 MW merupakan nilai logis dari hasil kajian mendalam. Ia juga telah menyampaikan perhitungannya kepada Presiden Jokowi.
“Kita melihat segala sesuatu dengan faktual dan logis kalau 35.000 MW tercapai 2019 maka pasokan jauh melebihi permintaan, ada idle (kelebihan) 21.000 MW. Di sana ada listrik swasta. Maka PLN harus bayar 72% listrik dari listrik yang tidak terpakai,” tuturnya.
Ditemui di lokasi yang sama, Dirjen Ketanagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengaku pihaknya masih berpegangan pada rencana pengembangan listrik baru sebanyak 35.000 MW. Perhitungan tersebut berdasar pada asumsi pertumbuhan ekonomi dan penduduk dalam 5 tahun ke depan.
“Kita masih berpatokan ke 35.000 MW,” tegas Jarman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar