Rabu, 18 Februari 2015

Konspirasi BG dan Para Maling

Jurnalis Indepnden: Budi Gunawan dan PDI Perjuangan melobi partai penentang pemerintah agar dia disetujui menjadi Kepala Polri. Aburizal Bakrie mendapat dana ganti rugi Lapindo. Inilah investigasi Majalah Tempo yang terbit pada 26 Januari 2015 lalu.
Adalah Hatta Rajasa. Ia menduga kedatangan Pramono Anung pada akhir tahun lalu untuk membicarakan kisruh berkepanjangan dua kubu di Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini bergabung bersama koalisi non-pemerintah, yang sebelumnya mencalonkan dirinya menjadi wakil presiden bersama Prabowo Subianto pada pemilihan pertengahan tahun lalu.

Pramono ditunjuk petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menjalankan lobi ke partai lain guna menyelesaikan kisruh di Senayan. Namun Hatta kaget ketika Pramono muncul di rumahnya di kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, bersama orang lain yang merupakan jenderal polisi aktif. “Masih ingat dengan Pak Budi Gunawan?” kata Hatta menirukan Pramono saat menceritakan ulang pertemuan itu pada Kamis, 23 Januari 2015.

Hatta tak asing dengan pria 55 tahun berkumis baplang itu. Ketika ia menjabat Menteri Riset dan Teknologi pada 2001-2004, Komisaris Jenderal Budi Gunawan merupakan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, meski sudah lama kenal, ia mengaku tak pernah berinteraksi dengan Budi. “Wong, dia ajudan presiden,” ujarnya.

Obrolan dengan Pramono dimulai dengan kisruh perebutan ketua komisi di DPR antara partai yang sekubu dengan PAN dan kubu pemerintah pimpinan PDI Perjuangan. Pramono mengajak partai Hatta mendukung pemerintah. Menurut Hatta, Budi lebih banyak diam.

Pertemuan dengan Hatta Rajasa dan elite partai lain merupakan cara PDI Perjuangan memuluskan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Presiden Joko Widodo kemudian mengajukannya ke DPR, 15 Januari lalu, sebagai calon tunggal pengganti Jenderal Sutarman, yang sebenarnya baru pensiunan Oktober nanti. Sehari setelah pengajuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka korupsi perkara suap dan gratifikasi.

PDI Perjuangan juga mengutus Ketua Fraksi Olly Dondokambey guna melobi partai-partai anggota koalisi non-pemerintah. Gerilya dilakukan sejak Desember 2014. Pramono dan Olly wira-wiri membawa Budi Gunawan menemui para bos partai “oposisi” itu.

Akhir tahun lalu, Olly bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Menteng, Jakarta Pusat. Kepada Aburizal, Olly mengutarakan niat Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Sepekan sebelum uji kelayakan, Olly kembali bertemu dengan Aburizal untuk memastikan dukungan Golkar. “Ya, kami akan mendukung apa pun keputusan Presiden,” kata Aburizal seperti ditirukan seorang petinggi Golkar.

Dukungan Golkar menuntut syarat. Seorang politikus partai beringin yang mengetahui pertemuan itu menuturkan bahwa Aburizal meminta bantuan pemerintah menalangi pembelian lahan warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena dampak semburan lumpur Lapindo. Grup Bakrie tak cukup punya dana segar untuk membayar tunggakan Rp 781 miliar pembelian lahan. Dana talangan inilah yang diinginkan Aburizal.

Pada 13 Januari lalu, Aburizal menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Aburizal memberi masukan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Rabu pekan lalu, Aburizal lagi-lagi bertandang ke Istana Kepresidenan. Kali ini tujuannya adalah Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan. Topik pembahasannya kembali masalah anggaran perubahan. Dia meminta anggaran perubahan tak hanya digunakan untuk infrastruktur. “Pemerataan juga penting,” ujarnya.

Pertemuan itu membuahkan hasil. Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengajukan dana talangan pembayaran lahan Lapindo senilai Rp 781,7 miliar. Skemanya adalah utang-piutang antara pemerintah dan PT Minarak dengan jaminan aset senilai Rp 3,01 triliun. “Beberapa kali kami bahas di rapat kabinet dan disetujui Presiden,” kata Bambang.

Juru bicara keluarga Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, yang menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, membantah kabar bahwa Aburizal membarter urusan Budi Gunawan agar pemerintah menalangi pembayaran ganti rugi lahan Lapindo. “Kalau keluarga Bakrie belum ada dana, itu fakta,” ujarnya.

Di luar urusan Lapindo, permintaan Aburizal adalah pemerintah membereskan dualisme kepemimpinan di partainya. Golkar pecah menyusul kisruh dukungan dalam pemilihan presiden. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengambil jalan tengah, yakni kepengurusan Golkar yang sah adalah hasil Musyawarah Nasional Golkar di Riau pada 2009 di bawah Ketua Umum Aburizal Bakrie.

Menurut Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo, dalam pertemuan dengan Olly, Aburizal meminta Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menyampaikan ke Presiden agar ucapan lisan Yasonna dituangkan dalam keputusan formal. “Tapi ini bukan barter dukungan untuk pencalonan Budi Gunawan,” kata Bambang.

Juru lobi PDI Perjuangan juga menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar mendukung Budi Gunawan menjadi Kepala Polri. Hanya, kata politikus Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, Prabowo tak menjawab tegas dukungan partainya kepada calon PDI Perjuangan itu. “Saya serahkan kepada fraksi,” ujarnya menirukan ucapan Prabowo.

Pramono membenarkan kabar bahwa ia mengajak Budi Gunawan menemui bos partai politik koalisi penentang pemerintah di DPR. “Semua calon Kepala Polri melakukan itu,” katanya. Namun ia membantah anggapan bahwa gerilya politik tersebut dibarter dengan sejumlah kebijakan pemerintah, seperti dana talangan Lapindo itu atau pengakuan pengurusan Golkar. “Saya jamin tidak ada.”

Budi Gunawan juga bergerak sendiri. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan dua pekan lalu, secara terpisah anggota Komisi Hukum menemui Budi di Markas Besar Polri. Desmond dan Bambang Soesatyo membantah kabar bahwa anggotanya di Komisi Hukum secara resmi menemui Budi di luar forum resmi. “Kalau kami hanya bertemu di uji kelayakan,” ujar Desmond.

Bambang Soesatyo mengenal Budi sejak 2005, ketika sama-sama mengambil pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional. Kawan satu angkatan mereka antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Ketika itu, Budi masih berpangkat brigadir jenderal. Bambang menilai Budi layak menjadi Kepala Polri karena berprestasi. “Terbukti menjadi yang terbaik saat pendidikan di Lemhannas,” katanya.

Budi sudah lama berjejaring dengan Komisi Hukum. Dia menjadi juru lobi Markas Besar Polri ke parlemen saat pembahasan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Budi berhasil meyakinkan Dewan agar pengurusan surat tanda nomor kendaraan tetap berada di Kepolisian--awalnya hendak dipindahkan ke Kementerian Perhubungan.

Seorang pemimpin Komisi Hukum bercerita, Budi juga murah hati ketika ada yang meminta bantuan. Misalnya yang berkaitan dengan mutasi jabatan di Kepolisian yang melibatkan kolega anggota Komisi Hukum. “Budi tak pernah tidak mengiyakan,” ujar politikus itu. “Mungkin memang dia dikenal baik sehingga mempengaruhi subyektivitas Komisi Hukum,” kata Razman Nasution, pengacara Budi Gunawan.

Pendekatan ala PDI Perjuangan dan Budi Gunawan terbukti moncer. Komisi Hukum, yang mayoritas diisi politikus partai penentang Presiden Jokowi, secara aklamasi menerima pencalonannya sebagai Kepala Polri. Mereka mengabaikan keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka korupsi rekening gendut. Dalam rapat paripurna, hampir semua fraksi menyetujui keputusan itu.

Tidak ada komentar: