Rabu, 11 Februari 2015

Buntut Kisruh KPK-POLRI? Anggota KPK Diancam Bunuh

Jurnalis Independen: Anggota KPK mendapat ancaman dan teror. Mereka selalu membuntuti bahkan menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal.

Hal ini membuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Badan Intelejen Negara (BIN) dan institusi terkait menyelidiki ancaman teror terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, ini perlu dilakukan agar kisruh dan saling curiga antara Polri-KPK tidak berkepanjangan. Ia khawatir ada pihak ketiga yang memanfaatkan situasi tersebut.

"Tentu masalah teror-teror ini jangan ada justru pihak-pihak ketiga yang memanfaatkan dan ini harus betul-betul dilihat buktinya. Pihak-pihak instansi yang terkait khususnya dari pihak BAKIN dan pihak-pihak yang lain, tentu betul-betul harus bisa menyelidiki hal yang demikian. 

Supaya tidak menakutkan dan juga penyidik KPK juga bisa bekerja tenang, dan juga pihak kepolisian juga bisa bekerja dengan baik, tidak saling menyalahkan," kata Setya di DPR (12/2).

Setya Novanto menambahkan, seharusnya penyidik KPK diberi perlindungan hukum agar tenang dalam bekerja. Terkait hal ini, Setya mengaku telah menghubungi langsung anggota Tim 9 Jimly Assidiq dan pihak Polri. Kata dia, kepolisian membantah melakukan teror yang dimaksud.

"Saya tadi sudah mengecek langsung dengan pihak Polri bahwa tidak ada yang melakukan teror-teror. Tentu saya juga sudah dengar dari Jimly Assidiq sendiri, bahwa keadaan dari pihak pegawai, penyidik KPK mengalami hal yang menakutkan," lanjut Setya.

Pengacara Budi Gunawan Bikin Pertanyaan Konyol  
Persidangan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghadirkan saksi fakta dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam sidang tersebut, tim kuasa hukum Budi Gunawan melontarkan pertanyaan yang tak relevan kepada saksi Ibnu C. Purba, yang berprofesi sebagai penyelidik KPK.

Hakim tunggal Sarpin Rizaldi harus berkali-kali menegur tim kuasa hukum Budi Gunawan. Sebab, pengacara Budi Gunawan melontarkan pertanyaan yang berulang-ulang dan tidak sesuai materi praperadilan.

Salah satu kuasa hukum Budi, Frederich Yunadi, menanyakan perihal latar belakang saksi yang sebelum menjadi penyelidik KPK bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Sehingga, Ibnu tidak memiliki latar belakang sarjana hukum atau praktisi hukum. "Landasan hukum apa yang saudara diangkat jadi penyelidik?," tanya Frederich. Ibnu pun bertutur bahwa dia diangkat sebagai tenaga fungsional penyelidik berdasarkan surat keputusan KPK.

Frederich kembali menanyakan asas hukum terkait penyelidikan. Untuk pertanyaan ini, Ibnu menjawab lupa. Kemudian Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang mengajukan keberatan ke hakim Sarpin perihal pertanyaan yang diajukan Frederich. Namun, Frederich malah menyela dengan nada suara tinggi. "Saya bicara dengan saksi. Mereka bukan pembela," ujarnya.

Hakim Sarpin pun menengahi perdebatan antara Chatarina dan Fredericch. "Saksi sudah bilang lupa, tidak usah disimpulkan," ujarnya.

Frederich kembali memanfaatkan kesempatan bertanya kepada Ibnu. "Keterangan yang saudara buat dalam penyelidikan, bukan pro yudisial, bagaimana saudara bisa menetapkan BG (Budi Gunawan) sebagai calon tersangka, saudara bukan penyidik?" ujarnya.

Lagi-lagi, Sarpin harus kembali mengingatkan Frederich....

Tidak ada komentar: