Senin, 02 Februari 2015

Freeport Harus Tanggung Biaya Pembangunan Smelter

Jurnalis Independen: Pemerintah ingin agar pembangunan infrastruktur untuk mendukung pembangunan smelter atau pengolahan mineral mentah di Papua bisa ditanggung oleh PT Freeport, termasuk soal pembangunan pembangkit tenaga listrik.

Sebab, menurut Menteri ESDM Sudirman Said, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ingin agar sebagian anggaran otonomi khusus Papua yang digelontorkan pemerintah pusat senilai Rp35 triliun dialihkan ke pembangunan pembangkit listrik.

"Kami harus berusaha supaya dana yang tersedia rata-rata Rp10-15 triliun setahun. Tapi menurut hitung-hitungan, dana APBN yang dikirim ke Papua lebih dari itu. Apakah bisa seluruh kebutuhan pembangunan Papua kita dapatkan dari Freeport? Itu salah satu yang harus kita upayakan," kata Sudirman di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 2 Februari 2015.

Sementara, hingga saat ini, pemerintah belum menghitung biaya investasi jika Freeport membangun smelter di Papua atau di Gresik, Jawa Timur.

"Mereka tentu punya bujet, tapi belum ada studi kalau di Papua berapa di Gresik bagaimana. Itu yang harus kami bicarakan. Kami punya waktu enam bulan lamanya. Yang yang harus diyakinkan adalah manfaat sebesar-besarnya bagi Indonesia," ujar Sudirman.

Jokowi berpesan kepada seluruh menterinya untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat Papua. Namun, kata Sudirman, tentu tidak semua kepentingan bisa diakomodasi.

"Pokoknya kita akan berusaha maksimal supaya semua pihak bisa diakomodasi kepentingannya. Tapi begini, kalau mau akomodasi semua pihak, tidak ada yang maksimal, nanti optimal level. Harus ada yang sedikit ngalah, sedikit ngasih. Optimal itu memerlukan kompromi. Saya dalam posisi harus menjaga kepentingan secara seimbang," ucap Sudirman.

Sebelumnya, ada wacana bahwa pembangunan smelter akan dilakukan di Gresik. Namun hal itu mendapat pertentangan dari DPR dan masyarakat Papua. Mereka meminta agar smelter tetap dibangun di Papua. Sayangnya, infrastruktur di Papua saat ini belum mendukung untuk pembangunan smelter.+++++

Selain itu, Divestasi 7 persen saham Newmont Dikaji Ulang. Hal ini disebabkan adanya penurunan pada kinerja dan ekspornya.

Sejumlah alat berat melakukan aktivitas penambangan di lubang tambang Batu Hijau milik PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Sekongkang, Taliwang, Sumbawa Barat, NTB, Rabu (12/11).  

Pemerintah pusat akan mengkaji ulang pembelian (divestasi) tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara. Anjloknya harga komoditi internasional menjadi salah satu pertimbangan review tersebut dilakukan.

Di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin, 2 Februari 2015, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Hadiyanto, mengungkapkan, alasan lain yang tidak kalah penting pasca aturan kewajiban pembangunan smelter diterapkan awal tahun lalu, yakni kinerja ekspor perusahaan tersebut juga menurun.

"Ekspor juga kinerjanya berubah, makanya harus dikaji ulang lagi," ujar Hadiyanto.

Perusahaan Investasi Pemerintah (PIP), berdasarkan sales purchase and agreement (SPA) dengan Newmont, pada 2015 ini akan dilebur dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Dengan demikian, SPA yang terus diperpanjang dari tahun 2011 harus diubah dengan perjanjian baru. Menanggapi hal tersebut, Hadiyanto mengatakan, pemerintah masih belum memutuskan akan dialihkan ke SMI atau tidak.

Hal ini disebabkan pemerintah masih harus melihat terlebih dahulu bagaimana mekanisme peralihannya. Kemungkinan untuk mengalihkan pembelian tersebut ke pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) juga belum diputuskan.

"Ya yang penting aset PIP akan beralih ke SMI. Nanti di SMI kami akan lihat fokusnya kemana, kan fokusnya infrastruktur," tambah Hadiyanto.

Tidak ada komentar: