JI-Jakarta: Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengurangi vonis Abu Bakar Baasyir dari 15 tahun menjadi sembilan tahun. Keputusan itu termuat dalam putusan banding PT DKI Jakarta.
Namun, organisasi yang dipimpin Baasyir yakni JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) mengaku belum menerima dan melihat salinan putusan tersebut dari pengadilan. "Kami apresiasi majelis hakim yang masih memiliki nurani dan keperpihakan pada fakta kebenaran dalam memutuskan perkara ini," kata Juru Bicara JAT, Sonhadi, Rabu (26/10/2011).
Sonhadi mengatakan pihaknya tetap tidak akan berhenti melakukan upaya hukum walaupun hakim banding telah mengurangi vonis pemilik Pondok Pesantren Ngruki, Solo. "Kami terus berupaya melakukan perlawanan hukum pada tingkat selanjutnya sampai rekayasa hukum pada pengadilan Ustadz ABB (Abu Bakar Baasyir) tersingkap," imbuhnya.
Sementara, Tim Pembela Muslim, Ahmad Michdan mengatakan pihaknya tidak puas atas putusan tersebut. Pasalnya, kliennya pernah dituduh dengan kasus teror tetapi tidak pernah dapat dibuktikan.
"Kami masih punya harapan hakim memutus seadil-adilnya yaitu putusan bebas," katanya.
Sebelumnya dalam putusan atas banding yang diajukan Ba'asyir, PT DKI hanya menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara bagi pemilik Pondok Pesantren Ngruki Solo itu.
"Benar, hukuman Ba'asyir berkurang dari 15 tahun menjadi sembilan tahun," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta Achmad Sobari saat dihubungi wartawan, Rabu (26/10).
Pada tingkat pengadilan negeri, majelis hakim menjatuhkan vonis kepada Abu Bakar dengan hukuman 15 tahun penjara. Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu terbukti melakukan tindak pidana terorisme.
"Menyatakan terdakwa Abu Bakar Ba'asyir terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana terorisme,"kata Ketua Majelis Hakim, Herri Swantoro saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (16/6/2011).
Menurut majelis hakim, Ba'asyir terbukti dalam dakwaan subsider pasal 14 Junto pasal 7 uu 15 tahun 2003 tindak pidana terorisme. Ba'asyir terbukti merencanakan atau menggerakkan orang lain memberikan dananya untuk kegiatan militer di Aceh. Dana yang terbukti dihimpun Ba’asyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman, dan Rp 200 juta dari Syarif Usman, serta sebuah handycam dari Abdullah Al Katiri. Uang itu diduga digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar