Senin, 06 April 2015

"Tuding Radikal" Gaya Bredel Media Pemerintah Jokowi

Jurnalis Independen: Bredel media islam gaya pemerintah Joko Widodo lebih menyakitkan dari pemerintah sebelumnya. Dengan alasan Radikal, media islam diberangus melalui tangan BNPT Badan Nasional Penanggulangan Teroris yang merupakan antek Amerika. Bahkan Dewan Pers juga memberikan legetimasi atas pembredelan itu.
Dewan Pers menyatakan 22 situs yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) karena dianggap berisi konten radikalisme bukanlah pers dan tidak terdaftar di Dewan Pers.

"Saya tekankan mereka bukan bagian pers, saya sudah membuka data pers 2014 dan 22 situs itu tidak ada dalam daftar," kata anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Kantor AJI Jakarta, Jakarta, Minggu (5/4/2015).

Dia menuturkan karya jurnalistik dihasilkan oleh pers yang memiliki penanggungjawab, reporter, produser serta redaktur yang jelas. Sementara 22 situs yang diblokir tersebut tidak memiki struktur tersebut. Untuk itu, pemblokiran 22 situs itu tidak mengganggu dan mengancam kebebasan pers.

Untuk penanganan keberatan dari situs itu, ia mengatakan situs tersebut bukanlah produk jurnalistik sehingga penanganan keberatannya sudah bukan dalam ranah Dewan Pers. "Kalau situs itu ingin menunjukkan keberatannya bisa menggunakan Undang-Undang lain seperti ITE dan hak asasi manusia (HAM) tentang kebebasan bicara. Bukan tugas Dewan Pers untuk menangani itu," ujar dia.

Terkait pemblokiran 22 situs itu, ia menilai Kominfo terburu-buru dalam mengambil tindakan, karena tanpa kajian untuk menentukan sisi negatif sebelum melakukan pemblokiran.

Selain itu, Yosep berpendapat bahwa landasan pemblokiran dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif kurang kuat dan ia mengusulkan untuk dibentuk Undang-Undang.

"Permen tidak cukup, harus Undang-Undang karena permen hanya keputusan menteri saja. Undang-Undangnya belum ada kan, nah ini yang seharusnya dibuat," kata dia.

Dia menambahkan, pihak Dewan Pers pernah memdapat laporan pengaduan dari masyarakat terkait salah satu situs media Islam yang ikut diblokir yaitu Voa-islam.com. Namun Dewan Pers tak dapat berbuat banyak sebab media itu dianggap bukan produk pers. "Yang ditangani Dewan Pers hanya media profesional," tandas Yosep.

Pemerintah Blokir 22 Situs Terkait Paham Radikal © Warga membuka salah satu website yang belum diblokir oleh Kemkominfo di Jakarta, Rabu (1/4/2015). Ke... Pemerintah Blokir 22 Situs Terkait Paham Radikal.

Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Kominfo hanya menindaklanjuti permintaan dari BNPT untuk memblokir situs-situs tersebut, sementara isi berita dari situs yang dianggap radikal berada di bawah kewenangan Dewan Pers.

Untuk mendapat masukan dan pertimbangan agar proses pemblokiran berjalan lebih baik dan transparan, Kominfo membuat panel yang akan bekerja mulai Senin 6 April beso. Panel tersebut di antaranya terdiri atas Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Tokoh PBNU Salahudin Wahid (Gus Solah) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin. (Ant/Riz)

Disudutkan karena Blokir 19 Situs, Kepala BNPT: Saya Merasa Terzalimi

BNPT Minta 19 Situs Diblokir
Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Saud Usman Nasution tengah menjadi sorotan pasca memblokir 19 situs yang dinilai bermuatan konten radikal. Dia pun buka suara perihal curahan hatinya.

"Saya dalam seminggu ini merasa terzalimi, banyak orang termasuk pejabat dan umat Islam yang menyalahkan BNPT. Saya doakan banyak dosa saya terangkat," ujar Saud.

Hal ini diungkapkannya dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bertajuk 'Kontroversi Penutupan Situs Radikal: Sensor Internet, Politis atau Perlindungan Publik?' di kantornya, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu (5/4/2015). Hadir pula dalam acara ini antara lain Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, pengamat Cyber Law dan Pendiri Indonesia Online Advocacy Margiono dan Pemimpin Redaksi Grup Hidayatullah.com Mahladi.

Saud paham banyak masyarakat di luar sana yang bertanya-tanya mengapa pihaknya baru mengajukan pembekuan situs-situs tersebut tidak dari dulu. Dia beralasan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi belum memiliki peraturan yang jelas.

"Kenapa baru sekarang diblokir? Karena selama ini aturan kita tidak jelas. Apakah kita mau lihat kayak gini. Jangan dikatakan kita nutup situs Islam," terangnya.

"Banyak situs-situs radikal di Indonesia tapi seperti tak ada upaya, hanya cenderung menyalahkan. Orang yang ngerti agama diharapkan menyelesaikan masalah itu. Biar dengan kondisi ini semua orang lihat ke situs itu biar kita belajar semua. Pemerintah saja tidak mampu menyelesaikan itu. Kita ini hanya mau mengoreksi," tegas Saud.

Dia mengatakan tanggungjawab untuk menjelaskan alasan pemblokiran sejumlah situs bukan berada pada tangan BNPT, tetapi Dirjen Aplikasi Kominfo. Pihaknya hanya memberi masukan dan saran terhadap regulator yang ada di negeri ini.

Tidak ada komentar: