Selasa, 07 April 2015

Kasus Korupsi Mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Merembet ke Pejabat PLN Sumatra

Jakarta: General Manager Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Bernadus Sudarmanta dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia akan diperiksa untuk tersangka Mantan Bupatu Bangkalan Fuad Amin Imron.


"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap jual-beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (7/4/2015).

Bernadus diketahui sempat tercatat sebagai direktur utama Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Services. Perusahaan itu diduga ikut berperan dalam proyek jual beli gas Bangkalan.

PT PJB services bekerjasama dengan perusahaan pemenang tender proyek tersebut yakni, PT Media Karya Sentosa (PT MKS). PT MKS sepakat menjual gas kepada PT PJB untuk operasi unit pembangkit listrik di Gresik dan pembangunan pipa gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gili Timur Madura.

Kasus ini terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 1 Desember 2014. Fuad Amin tertangkap basah menerima suap dari Direktur PT MKS Antonius Bambang Djatmiko. Ia pun dijerat Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkembangannya penyidikan, Fuad akhirnya juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia disangka telah melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2002 yang diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003.

Dalam persidangan, penyuap bekas Bupati Bangkalan, Fuad Amin, Antonius Bambang Djatmiko mengaku bersalah atas tindakannya. Dia meminta hukuman ringan kepada majelis hakim.

"Saya sangat menyesal atas kasus ini. Mudah-mudahan mendapatkan hukuman ringan," ungkap Bambang, Direktur Human Resource Development PT Media Karya Sentosa (MKS), di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/3/2015).

Permintaan itu muncul setelah Hakim Ketua Prim Haryadi menanyakan, apakah Bambang pernah menjalani proses hukum sebelumnya. Sontak, dijawab Bambang, kasus yang kini menimpanya merupakan yang pertama dan berharap tidak ada lagi kasus lain.

Hakim Prim kemudian, meminta Bambang untuk menyampaikan permohonan itu di pledoinya nanti.

Dalam kesempatan itu, Bambang juga meminta pemblokiran terhadap rekening keluarganya dibuka. Di antaranya milik istri yang merupakan pensiunan dari Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, rekening milik kedua anaknya untuk menerima gaji dari kantornya masing-masing.

Bambang, menyuap Fuad Amin karena merasa berutang budi. Fuad dianggap mampu memuluskan perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dengan Perusahan Daerah (PD) Sumber Daya termasuk, memberikan dukungan kepada MKS melalui surat untuk Koneco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ini.

Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap. Untuk yang Rp50 juta per bulan, dilakukan dalam rentang waktu Juni 2009 hingga Mei 2011 (sebelumnya diberitakan 2012). Kemudian, Rp 200 juta per bulan, dalam rentang Juni 2011 hingga akhir Desember 2013 dan Rp700 juta, Januari 2014 hingga Desember 2014. Selain itu, juga terdapat pemberian non reguler. Total uang yang diterima Fuad senilai Rp18,85 miliar.

Bambang menegaskan, pihaknya memberikan uang tersebut kepada Fuad, karena pribadinya dan juga karena posisi bupati yang pernah dijabat. Fuad, bagi dia, masih memiliki kekuatan, dan sangat menentukan bagi keberlangsungan bisnis gas tersebut. Dia tak kuasa, menolak tagihan Fuad setiap bulannya, sejak Juni 2009 hingga Desember 2014.

Kasus suap Fuad Amin terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko pada 1 December 2014. Saat itu KPK juga menangkap perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono. Baru pada Selasa 2 Desember 2014, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Fuad Amin saat menjabat sebagai bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas. Ia ingin wilayahnya mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad. Mereka menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ini ada di PT MKS. Perusahaan itu  merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP). MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Namun, perjanjian yang mengatur Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS. Alhasil, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

KPK pun menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Fuad terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Dalam kasus TPPU, Fuad Amin disangkakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 tahun 2003. Ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Penyuap: Tak Lagi Menjabat Bupati, Fuad Amin Masih Punya Pengaruh
M Rodhi Aulia - 30 Maret 2015 15:44 wib
Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonius Bambang Djatmiko (berbatik). Foto: M Agung Rajasa/Antara
Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonius Bambang Djatmiko (berbatik). Foto: M Agung Rajasa/Antara

 Metrotvnews.com, Jakarta: Penyuap bekas Bupati Bangkalan, Fuad Amin, Antonius Bambang Djatmiko mengaku masih menganggap Fuad sebagai bupati. Padahal, Fuad tak lagi menjabat Bupati sejak 2013 lalu.

Fuad sebelum tertangkap menjabat Ketua DPRD Bangkalan. Pensiun dari kursi bupati tak membuat pengaruh Fuad memudar. Justru Fuad masih punya kekuatan. Maka dari itu, uang suap dari PT MKS mengalir ke dirinya.

"Saya selalu memanggil Pak Bupati," kata Bambang, Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) ketika duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/3/2015).

Hal itu dipertegas setelah Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menayangkan sebuah pesan singkat yang dikirimkan Fuad Amin kepada Bambang terkait penagihan uang suap yang disebut uang representative atau balas jasa.

Berikut isi SMS, 28 November 2014, "Selamat Pagi Pak Bambang. Sekarang udah akhir bulan. Ditunggu ya,"

"Iya pak Bupati, saya usahakan minggu depan," balas Bambang.

Fuad dianggap berjasa. Dia memuluskan perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan Perusahan Daerah (PD) Sumber Daya. Salah satu jasa Fuad, termasuk, memberikan dukungan kepada MKS melalui surat untuk Koneco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ini. Total uang yang diberikan PT MKS kepada Fuad senilai Rp18,85 miliar.

Pemberian uang itu dilakukan secara bertahap. Untuk yang Rp50 juta per bulan, dilakukan dalam rentang waktu Juni 2009 hingga Mei 2012. Kemudian, Rp 200 juta per bulan, dalam rentang Juni 2011 hingga akhir Desember 2013 dan Rp700 juta, Januari 2014 hingga Desember 2014. Selain itu, juga terdapat pemberian non reguler.

Bambang menegaskan, pihaknya memberikan uang tersebut kepada Fuad, karena pribadinya dan juga karena posisi bupati yang pernah dijabat. Fuad, bagi dia, masih memiliki kekuatan, dan sangat menentukan bagi keberlangsungan bisnis gas tersebut. Dia tak kuasa, menolak tagihan Fuad setiap bulannya, sejak Juni 2009 hingga Desember 2014.

Kasus suap Fuad Amin terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko pada 1 December 2014. Saat itu KPK juga menangkap perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono. Baru pada Selasa 2 Desember 2014, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Fuad Amin saat menjabat sebagai bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas. Ia ingin wilayahnya mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad. Mereka menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ini ada di PT MKS. Perusahaan itu  merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP). MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Namun, perjanjian yang mengatur Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS. Alhasil, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

KPK pun menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Fuad terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz, kembali mengunjungi mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin, di Rutan KPK siang ini. Kunjungannya kali ini merupakan yang kedua kali selama Fuad Amin berada dalam tahanan.

Berbusana batik dan berkopiah, Hamzah tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.15 WIB, Kamis (2/4/2015), siang dikawal keamanan dari kepolisian.

"Bapak Fuad Amin benar. (Menjenguk) Besan saya, ada apa?" ujarnya singkat di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, (2/4/2015).

Meski masih terhitung kerabat dekat dan pernah menjadi orang nomor 2 di Indonesia, Hamzah Haz mengaku, tak turut campur dengan masalah dan proses hukum yang tengah dijalani Fuad Amin. Ia mengatakan, persoalan hukum yang menjerat Fuad Amin secara penuh diserahkan pada pihak berwajib.

"Serahkan semua dan proses hukum dan Allah, gitu saja ya," imbuh Hamzah.


Bupati Bangkalan nonaktif, Fuad Amin Imron, pernah sesumbar kembali memenangkan pilkada Bangkalan dengan perolehan suara 95 persen meski berada di balik jeruji besi. Sikapnya ini dinilai terlalu menyombongkan diri.


Mantan Ketua Umum PPP, Hamzah Haz mengatakan, leluhur Fuad adalah tokoh penting dan memberi pengaruh besar di Madura, namun dirinya meminta Fuad tak bersikap sombong.

"Serahkan sama Allah. Saya juga sudah bilang pada kunjungan pertama, ini kali kedua saya datang ke sini. Serahkan ke Allah saja," kata Hamzah, saat tiba di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/4/2015).

Meski memiliki hubungan kekerabatan dengan Fuad Amin, Hamzah tak ingin mencampuri proses hukum yang berjalan. "Serahkan semua proses hukumnya kepada Allah," kata Hamzah.

Fuad Amin Imron merupakan Ketua DPRD Bangkalan daro Fraksi Partai Gerindra yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang atas penjualan gas alam di Bangkalan, Jawa Timur.

Dalam kasus dugaan korupsi, KPK menyangka Fuad sebagai pihak penerima suap dan dijerat Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan dalam kasus dugaan pencucian uang, KPK menjerat Fuad dengan melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Tidak ada komentar: