Senin, 27 April 2015

Alhamdulillah, Petral Dibubarkan Kecurangan Terungkap Maling BBM Nangis

Jurnalis Independen: Kecurangan Petral adalah mengamankan mayoritas kebutuhan BBM berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan Indonesia. Dan ketika fungsi Petral dialihkan ke integrated supply chain, Petral buru-buru melakukan pengadaan BBM atau ‘cuci gudang’ dengan tenor enam bulan. Padahal, umumnya hanya tiga bulan
.

Rencana PT Pertamina (persero) yang dalam waktu dekat membubarkan anak perusahaannya, PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral), mendapat sambutan positif. Ini karena pembelian dan penjualan minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM) seharusnya memang tidak dilakukan pihak ketiga atau trader.

Selama ini, Petral dikenal sebagai pihak ketiga yang berfungsi membeli dan menjual minyak bagi Indonesia. Hal itu dituding telah membuat harga pembelian minyak mentah dan BBM untuk pasokan di dalam negeri menjadi lebih mahal.

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengungkapkan, pembubaran Petral akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurutnya, rencana tersebut segera disampaikan kepada pemegang saham Pertamina dan diusulkan masuk dalam agenda rapat umum pemegang saham (RUPS).

Dwi menjelaskan, pembubaran itu dilakukan setelah Pertamina melakukan evaluasi atas kemanfaatan dari keberadaan Petral. Ia mengatakan, fungsi Petral saat ini sudah tidak lagi menyuplai kebutuhan minyak bagi Pertamina. Hal itu sesuai rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas.

Ketika ditanya apakah pembubaran Petral bisa dilakukan pada paruh pertama 2015, Dwi mengatakan akan dilakukan sesegera mungkin. Sejauh ini pihak Pertamina melakukan evaluasi keberadaan Petral.

Dwi mengatakan, pada awalnya Petral berfungsi untuk memasok crude oil dan produk BBM ke Pertamina. Dalam perkembangannya, setelah fungsi Petral ini digantikan langsung oleh unit usaha Pertamina, Integrated Supply Chains (ISC), tentu posisi Petral tidak seperti dahulu ketika dibentuk.

“Setelah kami ubah penanganan impor crude (minyak mentah) dan BBM-nya langsung oleh Pertamina, posisi Petral sudah tidak seperti semula,” ucap Dwi di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (22/4/2015).

Menurutnya, peran Petral sebagai trading arm Pertamina akan digantikan PT Pertamina Energy Services (PES) yang saat ini berkantor di Singapura. PES diharapkan bisa dikembangkan untuk menjadi anak usaha Pertamina secara internasional.

“Pertamina akan mengambil aset-aset (Petral) yang ada. Dan aset-aset ini ke depan akan kita kembangkan sesuai dengan visi Pertamina ke depan menjadi The Real International Trading. (Unit usaha baru) Nantinya tidak lagi menjadi trading arm bagi Pertamina di portofolionya,” jelas Dwi.

“Kita harapkan PES ini yang bisa dikembangkan untuk menjadi anak usaha Pertamina secara internasional,” pungkas Dwi.

Anggota Komisi VII, Kurtubi menegaskan, pembubaran Petral seharusnya dilakukan sejak lama. “Saya sudah sejak lama menilai, keberadaan Petral justru menyulitkan posisi Indonesia. Meskipun anak perusahaan Pertamina, Petral selama ini dalam proses menjual atau membeli minyak untuk Indonesia selalu memosisikan dirinya sebagai trader. Jadi, harga yang dibeli selalu lebih mahal,” tuturnya, Rabu (22/4).

Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang sebagian besar masih dipasok melalui impor, Pertamina harus membelinya langsung dari negara produsen minyak. Ia juga setuju apabila tugas Petral selama ini dialihkan ke Integrated Supply Chain (ISC) yang merupakan divisi yang ada dalam Pertamina.

Dengan begitu, segala pembelian dapat dikontrol langsung oleh Pertamina serta negara. Selama ini, untuk pengadaan minyak mentah dan BBM di dalam negeri, Pertamina memperolehnya melalui Petral. Petral kemudian membeli lagi dari produsen maupun sesama trader. Akhirnya, harga yang diperoleh Pertamina menjadi lebih mahal.

“Solusi terbaik, Pertamina harus membeli minyak dan BBM langsung ke produsennya. Jika perlu pembelian itu diikat dengan kontrak jangka panjang. Selain itu, agar perjanjian kontrak pembelian lebih kuat, perlu dipayungi dengan kerja sama antarnegara,” ucapnya.

Kurtubi mengingatkan, Pertamina harus segera membangun tangki penimbunan BBM dan minyak mentah di dalam negeri. Sebagai negara dengan konsumsi BBM paling tinggi se-Asia Tenggara, saat ini ketahanan BBM Indonesia masih jauh lebih rendah dari Singapura yang negaranya lebih kecil dari negeri ini.

Hal serupa diungkapkan anggota Komisi VII, Bowo Sidik Pangarso. Menurutnya, langkah Pertamina membubarkan Petral sudah tepat karena dapat menghemat biaya yang dikeluarkan guna mengimpor BBM.

“Sebaiknya, impor minyak kita memang diambil alih Pertamina. Dengan begitu, tidak ada lagi ‘pemain-pemain’ yang mengambil keuntungan dari proses transaksi pembelian minyak untuk kebutuhan di dalam negeri,” ucap Bowo.

Pemburu rente

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan akan menghormati keputusan terkait Petral. Pasalnya, kewenangan pembubaran Petral ada di tangan Menteri BUMN karena kuasa kepemilikan saham Pertamina ada di Kementerian BUMN.

“Petral akan jadi keputusan korporasi, karena Bu Rini sangat berwenang memutuskan. Karena pemegang saham Pertamina kan kuasanya Menteri BUMN. Jadi keputusan apa pun kita hormati, pasti akan dikajilah gimana baiknya,” ujar Sudirman Said di Jakarta, Rabu (22/4/2015).

Namun, Sudirman mengaku belum diajak membicarakan pembubaran Petral tersebut oleh Rini Soemarno. Meski begitu, dia memaklumi sikap Rini karena tidak semua kepentingan korporasi, terutama BUMN, harus dibahas dengan Menteri ESDM.

Dia yakin keputusan akhir terkait nasib Petral yang saat ini akan diputuskan Menteri Rini yaitu untuk menyehatkan proses supply chain pengadaan bahan bakar minyak (BBM) impor. Rini Soemarno sebelumnya juga mengemukakan, dalam waktu dekat Petral akan dibubarkan.

“Tinggal tunggu waktu mereka melaporkan bahwa Petral akan dibubarkan. Saya rasa dalam waktu dekat akan melapor ke Bapak Presiden,” kata Rini seusai memanen padi di Desa Sidamulya, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (21/4/2015).

Kata Rini, Petral sudah tidak memiliki fungsi lagi karena fungsi pengadaan dan penjualan minyak sudah diserahkan kepada unit Integrated Supply Chain (ISC) per 1 Januari 2015.

Dengan ISC yang melakukan pengadaan minyak,  jalur pembelian minyak impor yang selama ini ditengarai menimbulkan ketidakefisienan tata kelola impor minyak, bisa lebih pendek.

“Dengan kewenangan ISC saat ini maka kita bisa pangkas 2-3 mata rantai pengadaan impor minyak,” ujar Vice President ISC Daniel Purba dalam konferensi pers di Kantor Pertamina, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Daniel mengatakan, ISC langsung bekerja sama dengan produsen perusahaan minyak nasional untuk pengadaan minyak Indonesia. “Mereka (National oli company) datang ke Jakarta. Itu gambaran yang kita dapatkan. Detilnya bisa dapatkan dari anak usaha di Petral,” kata dia.

Daniel juga menegaskan, ISC bisa mengimplementasikan fungsinya melaksanakan tender pengadaan minyak mentah dan BBM setelah melakukan pembenahan prosedur yang ada di Pertamina. Tentu, kata dia, pembenahan tersebut memerlukan waktu. “Sesegera mungkin. Begitu sudah selesai, tentu akan dilaksanakan. Secepat mungkin. Saya kira kurang dari sebulan bisa,” kata dia.

Dengan demikian, Daniel memastikan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan ISC bisa melakukan tender. Daniel memastikan, ISC juga akan membuka kesempatan kepada semua pihak untuk mengikuti tender, dan tidak terbatas pada National Oil Company (NOC). Hal itu dilakukan untuk menjamin mata rantai pengadaan minyak mentah dan BBM yang lebih pendek.

“(Yang ikut tender) Tidak harus dari NOC, tapi tentunya dari para pemasok yang akan diseleksi, akan dilihat,” ujar anggota Tim Anti-Mafia Migas tersebut.

Daniel memastikan, keputusan untuk membuka kesempatan bagi semua pihak untuk mengikuti tender tidak akan melanggar aturan dari Menteri BUMN. ISC akan berkoordinasi agar peraturan tersebut bisa dikaji ulang. Sementara itu ditanya mengantisipasi kemungkinan munculnya rent seeker jika tender diikuti terbuka umum, Daniel menegaskan ISC akan menyeleksi trader yang mengikuti tender.

“Tradernya juga harus punya kredibilitas, integritas, fasilitas, dan juga bukan trading company yang sembarangan. ISC harus selektif,” ucap Daniel.

Dia lebih lanjut menuturkan, mekanisme tender oleh ISC pernah dilakukan pada zaman Ari Soemarno. Ke depan, mekanisme tender ini akan dikaji ulang agar tata kelola pengadaan minyak mentah dan BBM lebih baik, tertib, dan jelas. “Sehingga proses pengadaan bisa dilakukan dengan lebih profesional lah,” imbuh dia.

Namun demikian, Daniel membantah dugaan yang menyebutkan bahwa dengan dialihkannya kewenangan tender ke ISC, hal ini menunjukkan pengaruh klan Soemarno kembali menguat. “Sebetulnya enggak ada urusannya, enggak ada hubungannya dengan Ari Soemarno. Ini adalah full wewenang manajemen Pertamina yang ada sekarang,” tegas Daniel.

Kendati kewenangan dipindahkan ke ISC, Daniel memastikan pihaknya akan tetap menghormati kontrak yang masih berjalan. “Kalau kita merombak lagi kita istilahnya tidak honour apa yang sudah kita sepakati,” imbuh dia.

Adapun kontrak yang diteken Petral terdiri dari kontrak jangka pendek dan kontrak jangka panjang, dengan termin bervariasi satu bulanan, tiga bulanan, dan enam bulanan. Daniel menuturkan, Petral masih terikat kontrak pengadaan minyak mentah dan BBM selama enam bulan, dengan volume sekitar 8-10 juta barel per bulan untuk BBM, dan 10 juta barel per bulan untuk minyak mentah.

Cuci gudang

Sebelumnya, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) mengeluarkan rekomendasi agar kewenangan tender pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) dialihkan dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral) ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.

Ketua Tim Faisal Basri, dalam paparannya, mengungkapkan ada beberapa pertimbangan tim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Berbagai perkembangan menuntut perubahan kebijakan dan pengelolaan ekspor dan impor minyak mentah dan BBM.

“Kebutuhan minyak mentah dan BBM semakin tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga impor minyak mentah dan BBM cenderung meningkat,” ungkap Faisal.

Tidak hanya itu, Faisal mengungkapkan, kecurangan pertama Petral adalah mengamankan mayoritas kebutuhan BBM berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan Indonesia.

“Ketika fungsi Petral dialihkan ke integrated supply chain, Petral buru-buru melakukan pengadaan BBM dengan tenor enam bulan. Padahal, umumnya hanya tiga bulan,” ungkapnya di Kantor Tim Reformasi Tata Kelola Migas, belum lama ini.

Selain itu, Faisal mengatakan, ada hal yang tidak wajar pada pendapatan atau gaji Presiden Petral saat itu, yaitu Bambang Irianto, yang mencapai 44.000 dollar Singapura dengan jumlah pesangon (severance payment) yang fantastis, yakni di angka 1.195.508 dollar Singapura. “Saat saya tanya, gaji direktur utama Pertamina saja jauh di bawah itu,” ucapnya.

Yang tak kalah mengejutkan juga, Petral menurut Faisal juga mengoleksi sertifikat berharga berupa surat utang (global bond) Pertamina, yang diketahui merupakan induk usahanya.

“Dengan kata lain, (sebagian) pendapatan Petral berasal dari bunga yang dibayarkan induk perusahaannya sendiri. Ini yang aneh. Saya tegaskan lagi, Petral tak perlu cari-cari tahulah kenapa Faisal bisa tahu ini (global bond),” katanya.

Anggota Tim Anti Migas, Agung Wicaksono juga menilai, yang menjadi persoalan utama bukan pada dibubarkan atau tidaknya Petral. Menurutnya, hal utama yang harus diperbaiki adalah masalah pengadaan minyak dan BBM setelah Petral dibubarkan.

“Masalahnya bukan bubar atau tidak, tapi pada pengadaannya (minyak dan BBM),” ujar Agung. Ia mengatakan, Tim Reformasi Tata Kelola Migas sejak Desember 2014 telah meminta dilakukan audit forensik terhadap Petral.

Buktinya, rekomendasi Tim Anti-Migas agar PT Pertamina (Persero) menghentikan impor bahan bakar beroktan 88 (RON 88) ternyata tidak berjalan.

“Saat ini yang kita ketahui impor RON 88-nya belum berhenti,” ujar Wicaksono.
Agung menuturkan rekomendasi pertama Tim yang dikeluarkan pada 21 Desember 2014 lalu itu dimentahkan oleh Pertamina Energy Trading Ltd (PT Petral), yang pada saat itu masih berwenang melakukan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dari luar negeri.

“Di akhir tahun kemarin Petral melakukan cuci gudang, di dalam masa injury time yang ada dengan langsung mengadakan impor untuk enam bulan ke depan,” kata Agung.

Praktis, kata dia, Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina yang saat ini mengambil alih kewenangan Petral sebagai yang mengurusi pasokan BBM Pertamina belum bisa melakukan pengadaan secara signifikan. “Karena Petral sudah mencuci gudang itu dalam akhir tahun kemarin,” sebut Agung.

Terkait dengan produk BBM baru yang akan dirilis Pertamina bulan depan, yakni Pertalite, Agung mempertanyakan tentang pengadaan bahan baku Pertalite. Disebut-sebut Pertalite ini merupakan blending antara BBM beroktan 88 dengan oktan 92.

“Pengadaan RON 88-nya sesuai rekomendasi tim atau tidak. Tim rekomendasinya pengadaannya tidak lagi lewat Petra, tapi dilakukan ISC. Yang kemarin, pengadaannya sudah terlanjur dicuci gudang di menit terakhir (oleh Petral),” kata Agung kepada wartawan usai diskusi.

Selain masalah pengadaan, Agung juga mempertanyakan formulasi harga Pertalite. Pasalnya, kata Agung, tidak ada pemain lain di luar Pertamina yang akan menjual BBM dengan RON 90 itu. “Sehingga susah untuk menentukan acuan harganya,” kata dia.sh/yo/est/erl





Tidak ada komentar: