Bendara Wedana Rancah Menerima Undangan
Penduduk Siluman Handiwung
Ketika kesadaran Jendra telah benar-benar
pulih, Jendra tergopoh-gopoh menghadap
majikannya dan langsung mengatakan agar
rencana mengeringkan Rawa onom dibatalkan
saja.
Jendra kembali bangun dari
pingsannya dengan keringat membasahi tubuhnya. Seluruh
pakaiannya pun basah kuyup
dibuatnya. Namun demikian, seluruh kesadarannya belum pulih
benar. Mang Sajum terpaksa sibuk
merawatnya, sebab sepanjang malam Jendra nampak
gelisah dan mengigau saja
kerjanya.
"Jangan Bendara ... jangan lakukan!
Jangan lakukan!" gumam Jendra membuat bingung
Mang Sajum. "Ada apa lagi,
Mang Sajum?" kata Bendara Wedana sementara kembali mengunjungi kamar
tempat Jendra terbaring. "Anak ini terus mengigau, bahkan kini
menyebut-nyebut namamu, tamparan ..." kata Mang Sajum. Jang Dayat yang
duduk disampingnya mengangguk membenarkan.
Ketika kesadaran Jendra telah benar-benar
pulih, Jendra tergopoh-gopoh menghadap
majikannya dan langsung
mengatakan agar rencana mengeringkan Rawa onom dibatalkan
saja. "Siapa yang akan
mengeringkan Rawa onom? Esok subuh aku hanya akan berburu saja, "
tutur Bendara Wedana.
"Berburu ke Pulo Majeti lagi?" "Tidak. Kita kali ini menuju
Rancabingung."
"Rancabingung ... ? "
"Ya. Aku belum pernah ke sana." Kata Mang Sajum, "Siapa pun
belum pernah ke sana ..."
"Itulah sebabnya. Aku
sebagai penguasa wilayah Rancah, musti tahu seluruh peloksok negri.
Makanya sambil mengontrol
wilayah, kita cari hiburan berburu, "tutur Bendara Wedana. Jendra hanya melamun, mencoba membayangkan
hal-hal yang dia pun tak tahu akan seperti apa. Dan meskipun kesehatannya belum
pulih benar, Jendra memaksa untuk ikut rombongan. Bendara Wedana tak mencoba
mencegah, kecuali tak memberinya beban terlalu berat kepada pemuda itu.
Kali ini yang menerima beban
berat adalah Jang Dayat. Dari mulai memanggul beberapa batang tombak, sampai
beberapa gondewa bahkan Cikrak dan cangkalak, jang Dayatlah yang memanggulnya.
Mang Sajum kebagian memikul bekal
makanan seperti nasi timbel, air minum di lodong dan beberapa kebutuhan lain.
Sementara Jendra hanya memanggul beberapa kantung pakaian pengganti untuk
majikannya.
Sesudah matahari menyingsing dan
burung-burung di dahan bernyanyi, maka rombongan
mulai berangkat . Bendara Wedana
berkuda paling depan. Sementara di belakangnya ada tiga
ekor kuda yang masing-masing
ditunggangi oleh Camat Cisaga, Kuwu Cibeurih dan Upas
Karta.
Di belakangnya ada belasan
petugas berjalan kaki dengan masing-masing bebannya. juga enam ekor anjing.
Mereka dibawa serta untuk membantu perburuan. Perjalanan ini makan waktu lama
sebab rombongan berkuda tak mau memacu kuda cepat-cepat. Para ponggawa yang
hanya berjalan kaki bisa kelelahan atau mungkin akan ketinggalan jauh.
Namun setelah rombongan hampir
tiba, di tengah jalan yang dirindangi pepohonan lebat, mereka
bertemu dengan rombongan lain.
Mereka adalah pejalan kaki berjumlah delapan orang dan
semuanya berpakaian serba-hitam.
Mereka bercelana sontog hitam,
berpakaian rompi hitam dengan dada terbuka dan memakai ikat kepala hitam. Wajah
mereka biasa-biasa saja bahkan terkesan ramah. Namun enam ekor anjing nampak
gelisah, mendengus dan melenguh.
"Rombongan dari mana dan
akan menuju ke manakah ini?" tanya Bendara Wedana menahan
tali kekang sehingga kuda
berhenti mendadak.
"Kami dari Kampung Handiwung
akan mengundang Bendara Wedana," tutur salah seorang
dari mereka.
"Dari Kampung Handiwung mau
mengundang aku? Ada perlu apa? "Tanya Bendara
Wedana berkerut keningnya karena
curiga.
"Oh, jadi inikah Juragan
Wedana?" tanya seorang berkumis agak tebal dan beralis mata tebal
membungkuk hormat.
"Betul. Beliau adalah
Bendara Wedana. Tapi kalian dari Kampung Handiwung, mau apa? "
tanya Camat Cisaga ikut berkerut
alisnya.Maka pemimpin rombongan berpakaian hitam itu
mengutarakan maksudnya bahwa
mereka diutus Tua Kampung Handiwung untuk mengundang Bendara Wedana beserta aparat. Di
tempat itu malam ini akan ada pesta dalam rangka menyambut sukses panen
tahunan.
"Mengapa begitu
mendadak?" tanya Kuwu Cibeurih. "Tidak mendadak, sebab Tua Kampung
sudah memberi pesan jauh sebelumnya kepada Kuwu Ciminyak. Entah kami tidak
tahu, apakah Kuwu Ciminyak menyampaikannya atau tidak ... " tutur pemimpin
rombongan.
Bendara Wedana mengangguk-angguk
dan mengabarkan bahwa undangan belum diterima.
"Mungkin Kuwu Ciminyak tak
sempat mengirimkan utusannya sebab dia keburu menderita
sakit, "tutur Bendara
Wedana.
"Jadi, bagaimana kita
kini?" tanya Camat Cisaga. "Kita terima saja undangan ini. Aku tak
mau kecewakan rakyat apalagi kami belum pernah bersua. Lagi pula aku ingin tahu
keberadaan Kampung Handiwung. Serasa baru dengar akan nama kampung itu ...
"kata Bendara Wedana.
"Lantas bagaimana rencana
berburu kita?" tanya Upas Karta.
"Berburu bisa kapan saja.
Tapi pesta belum tentu datang tiap sebulan sekali, "jawab Sang
Bendara Wedana tersenyum. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar