Senin, 06 Mei 2013

Karomah Idu Geni Bung Karno


Kesaktian Idu Geni dan Tongkat Komando Soekarno Diantara Keris Kyai Salak dan Syetan Kober

Jurnalis Independen: Selain Misteri Tongkat Komando Bung Karno, Idu Geni merupakan salah satu kesaktian Bung Karno. Walau berkali-kali Bung Karno berkata bahwa Tongkat Komando-nya tidak memiliki daya sakti, daya linuwih..”itu hanya kayu biasa yang aku gunakan sebagai bagian dari penampilanku sebagai Pemimpin dari sebuah negara besar” kata Bung Karno pada penulis Biografi-nya, Cindy Adams pada suatu saat di Istana Bogor. Namun permasalahan Idu Geni beliau tidak banyak dikupas.


Bung Karno sendiri memiliki tiga tongkat komando yang bentuknya sama persis. Satu tongkat khusus untuk melakukan lawatan keluar negeri, satu tongkat untuk berhadapan dengan para Jenderalnya dan satu tongkat selalu beliau bawa waktu berpidato. Namun kalau keadaan buru-buru dan harus pergi, yang kerapkali ia bawa adalah tongkat komando khusus beliau melakukan pidato.

Pernah suatu saat Presiden Kuba, Fidel Castro memegang tongkat Bung Karno dan bercanda “Apakah tongkat ini sakti seperti tongkat kepala suku Indian?” Bung Karno tertawa saja, saat itu Castro meminta peci hitam Bung Karno dan Bung Karno pake pet hijau punya-nya Castro. “Pet ini saya pakai waktu saya serang Havana dan saya jatuhkan Batista” kata Castro mengenai Pet hijaunya itu.

Apakah tongkat Bung Karno itu memiliki kesaktian? seperti Keris Diponegoro ‘Kyai Salak’ atau keris Aryo Penangsang ‘Kyai Setan Kober’ wallahu’alam . Tapi Bung Karno sakti, itu sudah jelas. Peristiwa paling menggemparkan bagi publik Indonesia adalah saat Bung Karno ditembak dari jarak dekat pada sholat Idul Adha. Tembakan itu meleset dan membuat heboh seluruh masyarakat nusantara. Bagaimana tidak heboh, jika sang penembak adalah sosok sniper atau jago tembak dan jago perang terlatih, namun mengapa menembak dari hanya jarak 5 meter bisa meleset. Di Radio-radio saat itu saat sidang pengadilan penembak Bung Karno, terungkap saat Bung Karno membelah dirinya menjadi lima. Penembak bingung ‘mana Bung Karno’ ?

Kesaktian Bung Karno sebenarnya adalah ‘kesaktian’ tiban. ‘Tiban’ adalah suatu istilah Jawa yang mengartikan bahwa Bung Karno mendapatkan kesaktian tanpa mempelajarinya terlebih dahulu. Bisa jadi hal itu terjadi pada diri Bung Karno. Sebab, waktu lahir kedunia, Sukarno bernama Kusno. Beliau sering mengalami sakit tanpa penyebab pasti. Kusno kecil lantaran sering sakit, maka diganti namanya menjadi Sukarno. Setelah sehat, datanglah kakek Sukarno, Hardjodikromo. Hardjodikromo tinggal di kota Tulungagung. Karena rasa rindunya kepada cucunya itu sudah tak terbendung lagi maka ditemuilah Karno kecil.

Sang Kakek melihat ada sesuatu yang lain pada doiri Soekarno kecil. Kakek Sukarno sendiri adalah seorang linuwih dan sakti, ia bisa menjilati bara api pada sebuah besi yang menyala. Rupanya di lidah Sukarno ada kemampuan lebih yaitu mengobati orang, Sukarno dicoba untuk mengobati bagian yang sakit dengan menjilat.

Kakek Sukarno, tahu bahwa ini kesaktian milik keluarganya. Hardjodokromo tidak menghendaki cucu kesayanganya hanya menkadi paraji, dukun atau paranormal. Sang Kakek menghendaki cucunya menjadi seorang satria bagi bangsa dan negaranya. Karena itu, Hardjodikromo melakukan olahbatin tingkat tinggi. Beliau berusaha merubah kadikdayan Soekarno kecil menjadi mujizat bentuk lain. Untuk merubah itu, Kakek Hadjidikromo harus melakukan puasa selama 41 hari secara berturut-turut. Walau berat dan mempertaruhkan jiewa raganya, tapi itu harus ia lakukan. Demi mengubah dan asal cucunya jangan sampai kelak dikemudian hari hanya menjadi seorang dukun, tabib atau paraji, tapi jadi seorang yang amat berguna untuk bangsa dan negaranya.

Hardjodikromo adalah seorang pelarian dari Jawa Tengah yang menolak sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel Van Den Bosch. Kakek Soekarno hijrah ke Tulungagung dan memulai usaha sebagai saudagar batik. Leluhur Bung Karno dari pihak Bapaknya adalah Perwira Perang Diponegoro untuk wilayah Solo. Nama leluhur Bung Karno itu Raden Mangundiwiryo yang berperang melawan penjajah Belanda, Mangundiwiryo ini adalah orang kepercayaan Raden Mas Prawirodigdoyo salah seorang Panglima Diponegoro yang membangun benteng-benteng perlawanan antara Boyolali sampai Merbabu. Setelah selesainya Perang Diponegoro, Raden Mangundiwiryo diburu oleh intel penjajah Belanda. Untuk menghindari pengejaran para intel penjajah Belanda, ayah Soekarno menyamar jadi rakyat biasa di sekitar Purwodadi. Mungkin akar inilah yang membuat ikatan batin antara Jawa Tengah dan Bung Karno, demikian erat dan mendalam. Seperti diketahui Jawa Tengah merupakan basis utama Sukarnois terbesar di Indonesia hingga saat ini.

Mangundiwiryo memiliki kesaktian yaitu ‘Ucapannya bisa jadi kenyataan’ istilahnya ‘idu geni’. Rupanya ini menurun pada Bung Karno. Melihat kemampuan ‘idu geni’ Bung Karno itu, Kakeknya Hardjodikromo berpuasa siang malam. Tujuan puasa kakek Bung Karno itu, agar cucunya bisa memiliki kekuatan batin yang kuat dan lurus. Pada hari ke 40 puasanya, Hardjodikromo kedatangan tamu seorang yang amat misterius. Lelaki paruh baya berpakaian bangsawan Keraton Mataram datang dan mengatakan dengan amat pelan. Kata-kata itu jika di artikan dalam bahasa sekarang adalah ‘bahwa cucumu jika pada masanya nanti akan menjadi seorang Raja. Raja bukan sembarang Raja. Bahkan cucu kesayanganmu itu nanti akan menjadi bukan saja Raja di Tanah Jawa, tapi di seluruh Nusantara’. Kelak Hardjodikromo mengira bahwa itu adalah perwujudan dari Ki Juru Martani, seorang bangsawan Mataram paling cerdas.

Sejak mimpi itu, kemampuan Bung Karno menjilat dan menyembuhkan berbagai macam penyakit lewat Idu Geninya langsung hilang. Namun berganti dengan ‘kemampuan berbicara yang luar biasa hebat’.

Anehnya, Bung Karno sendiri menurut buku Giebbels, salah seorang Sejarawan bangsa penjajah Belanda, sudah diramalkan akan terbunuh dengan benda-benda tajam. Entah lantaran ramalan itu atau memang kebetulan, Bung Karno sendiri amat takut dengan jarum suntik. Bung Karno sendiri agak paranoid terhadap benda-benda tajam. Ketika penyakit ginjalnya amat parah, ia menolak untuk berobat ke Swiss karena disana ia pasti akan dibedah dengan pisau tajam. Ia memilih obat-obatan herbal dari Cina dari pada harus berhadapan dengan jarum suntik dan pisau bedah.

Kembali ke tongkat tadi, tongkat Bung Karno itu dibuat dari bahan kayu Pucang Kalak, Pohon Pucang itu banyak, tapi Pucang Kalak itu hanya ada di Ponorogo, pohon Pucang. Tongkat Komando Bung Karno sendiri dipakai sejak 1952, setelah peristiwa 17 Oktober 1952. Suatu malam Bung Karno didatangi orang dengan membawa sebalok kayu Pohon Pucang Kalak yang ia potong dengan tangannya, balok itu diserahkan pada Bung Karno. ”Untuk menghadapi Para Jenderal” kata orang itu sambil menyodorkan batang pohon Pucang Salak. Lalu Bung Karno menyuruh salah seorang seniman Yogyakarta untuk membuat kayu itu menjadi tongkat komando.

Sebagai tambahan dalam khasanah politik Indonesia, ‘ageman’ atau pegangan itu soal biasa. Misalnya Jenderal Sumitro, tokoh utama dalam rivalitas dengan Ali Moertopo pada peristiwa Malari yang terjadi di tahun 1974. Sebelum meletusnya Malari Jenderal Sumitro, kedatangan tamu seorang anak muda dengan pakaian dekil. Pemuda dekil itu tanpa banyak Tanya dan bicara  menyerahkan sebilah keris kepada Jenderal Sumitro. “ Ini untuk kemenangan Pak” kata anak muda itu.

Pak Harto sendiri punya ageman banyak yang bilang pusat kekuatan Pak Harto itu ada di Bu Tien Suharto, banyak yang bilang juga di ‘konde’ bu Tien. Tapi yang jelas Pak Harto adalah seorang pertapa, seorang ahli kebatinan tinggi, ia senang tapa kungkum di tempuran (tempuran = pertemuan dua arus kali). Di Jakarta Soeharto sering sekali bertapa di dekat Ancol pada tengah malam. Terutama pada saat tarik ulur kekuasaan dengan mendiang Bung Karno antara tahun 1965-1967.@Zoe

Tidak ada komentar: