Jurnalis Independen: Mahkota
Raja Majapahit yang tidak jelas rimbanya selama ratusan tahun, tiba-tiba
dikembalikan ke Indonesia. Konon, ini pertanda kembalinya kejayaan Majapahit II sesuai
ramalan Sabdopalon. Tetapi beberapa pihak memprediksi lain.
Majapahit
seperti ditelan bumi. Hancurnya kerajaan besar Nusantara
tersebut seperti tak berbekas sama sekali. Hanya sejarah dan berbagai ramalan
yang masih tersisa, sementara peninggalan bekas kerajaan yang pernah tersohor
di dunia ini masih samar-samar. Jangankan harta benda, bekas keraton dan lokasi
kerajaan juga belum jelas, dimana letaknya.
Sebenarnya letaknya
kerajaan majapahit sudah di ketahui. Tetapi supaya peninggalan itu tetap utuh
dan tidak di jamah para penjarah, maling dan kolektor barang antik, maka lokasi
itu sempat ditutup rapat informasinya. Informasi itu tidak beredar dikalangan
masyarakat luas.
Setelah 500
tahun lenyap tak berbekas, belakangan ada upaya untuk merekonstruksi
peninggalan kerajaan tersebut. Bukti-bukti sejarah dan peninggalan Majapahit
dikumpulkan, dan pencarian lokasi kerajaan dilakukan. Harapannya, kedepan
bangsa Indonesia berharap, mengalami
kembali masa seperti kejayaan Majapahit dahulu.
Di tengah upaya
pengumpulan bukti-bukti sejarah dan peninggalan Kerajaan Majapahit, terdengar
khabar yang cukup menghebohkan. Pada tanggal 30 Mei 2008, mahkhota Raja
Majapahit dikembalikan ke Nusantara. Makhota tersebut diberikan kepada yang
berhak, sebagai keturunan langsung Raja Majapahit.
Kini Makhota
tersebut berada di tangan Hyang Bathara Agung Wilatikta Brahmaraja XI sebagai
Raja Abhiseka Majapahit Masa Kini. Makhota kerajaan Majapahit tersebut
disimpan di Puri Surya Majapahit, di Perum Puri Gading, Banjar Bhuwana Gubuk,
Jimbaran, Bali.
Sri Wilatikta
Brahmaraja XI yang mengaku sebagai keturunan asli Raja-raja Majapahit, juga
pendiri Puri Majapahit, menceritakan. Setelah berakhirnya kerajaan Demak, Majapahit
punah dari nusantara. Penyebab musnahnya kerajaan Majapahit diantaranya adalah
banyaknya pemberontakan dari para adipatih yang menjadi bawahannya. Pada saat
itulah mahkhota tersebut raib dari nusantara majapahit. Salah satu rumor
mengatakan telah dijual ke kolektor. Khabar terakhir mahkota tersebut dikoleksi
salah seorang kolektor Singapura. Namun sebuah keanehan terjadi.
Museum tempat
menyimpan mahkota tersebut di Singapura digoyang, dan silih berganti karyawan
museum alami trans. Orang-orang yang kesurupan itu meminta makhota itu
dikembalikan ke tempat asalnya yaitu kerajaan Majapahit.
"Tolong
kembalikan ke keturunan saya," demikian dituturkan Sri Wilatikta
Brahmaraja XI, yang mengaku sebagai garis keturunan raja Majapahit. Ada bukti
ilmiah secara tertulis dan ada ramalan ”pengangkatan tanpa surat sedawir”.
Way Ching Lee,
salah seorang warga Singapura yang juga tercatat sebagai keturunan langsung
Raja Tumasik, bekas wilayah kerajaan Majapahit. Way Ching Lee berinisiatif
mencari pemilik yang sah. Didukung para dermawan dari Bangkok, Siam, Thailand,
Singapura, Cina, dan Australia, mahkhota tersebut ditebus dari tangan kolektor
untuk dikembalikan ke kerajaan Majapahit.
Lalu dimana Majapahit?
Penerus
Majapahit memang tidak jelas, tetapi salah satu daerah di wilayah nusantara
yang masih bercirikan Majapahit baik dari adat, tradisi dan budayanya adalah
Bali. Karena itu makhota tersebut diarahkan ke Bali. Mahkhota dikirim ke Ubud,
karena puri ini cukup dikenal di mancanegara.
Yang dituju
adalah salah seorang keluarga Puri Ubud bernama Cok Agung Kertiyasa alias Cok
Ibah. Way Cing Lee beranggapan Puri Ubud adalah salah satu puri bekas
Majapahit. Namun pihak Puri Ubud tidak berani melangkahi kewenangan, karena bukan
keturunan langsung Raja Majapahit.
Puri Ubud adalah
salah satu keturunan pemegang kekuasaan Kerajaan Bali, sebagai bawahan Kerajaan
Majapahit setingkat Gubemur Bali. Karena itu, keluarga Puri Ubud tidak berani
menerima, kemudian ikut menelisik jejak orang yang berhak atas makhota
tersebut.
Entah bagaimana
ceritanya, mahkota tersebut diarahkan ke Puri Surya Majapahit, di Jimbaran,
Bali yang baru dibangun atas prakarsa Hyang Suryo yang telah abhiseka raja
sebagai Sri Wilatikta Brahmaraja XI. Puri inilah sebagai tempat pemujaan
leluhur Raja Majapahit dan para dewa Ciwa-Budha yang dipuja pada masa kerajaan
Majapahit.
Membesar
Mengecil
Makhota itu
tidak serta merta diterima, karena khawatir bukan orang yang berhak. Termasuk
Sri Wilatikta Brahmaraja XI yang disebut-sebut sebagai keturunan langsung Raja
Majapahit, tidak berani mengklaim sebagai orang yang pantas mengenakan makhota
tersebut Seperti mendapat wangsit dari leluhur, sebuah solusi akhirnya
tercetus.
Makhota tersebut
dicobakan ke beberapa orang yang bergelar bangsawan dan rohaniwan. Mereka
yakin, makhota ini memiliki tuah gaib, jadi tidak sembarang bisa dikenakan kepada
orang yang tidak berhak. Kalau tidak pas, pasti ada efek atau pertanda yang
ditunjukkan secara gaib.
Pertama, makhota
tersebut dikenakan kepada Dewa Agung Putranata,Barangkali saja, para leluhur
Majapahit berkehendak lain, sebagai keturunan Raja Bali Mula. Putranata
memiliki postur tubuh sedang, seperti orang Indonesia kebanyakan sehingga
diperkirakan pas dengan ukuran para raja zaman Majapahit.
Namun dugaan itu
meleset, karena ternyata makhota tersebut kekecilan. Makhota tidak bisa masuk,
dan terasa menjepit kepala. Buru-buru makhota itu dilepas dari kepalanya,
karena Putranata merasa ada sebuah kekuatan yang menolak untuk dikenakan di
kepalanya.
Belum mendapat
kepala yang pas, akhirnya makhota itu dicobakan kepada Marchus dan Michael.
Kendati dua rohaniwan asal Australia ini memiliki ukuran kepala lebih besar
dari ukuran orang Indonesia, barangkali saja para leluhur Majapahit berkehendak
lain. Namun ketika dikenakan, ternyata kedodoran.
Makhota itu
masuk hingga menutupi mata. Orang-orang yang menyaksikan hal itu, terperangah
tidak percaya. Secara logika, mana mungkin orang yang berpostur tubuh lebih
besar memiliki ukuran kepala lebih kecil.
Semua orang yang
menghadiri uji coba pewaris makhota yakin makhota tersebut bukan sembarangan,
tetapi memiliki kekuatan gaib para leluhur.. Berawal dari sana, akhirnya
perhatian beralih kepada Sri Wilatikta Brahmaraja XI yang disebut-sebut
sebagai keturunan Raja Majapahit Orang yang dinobatkan sebagai Raja Majapahit
IX ini pun diminta mencoba makhota tersebut.
Di hadapan para
utusan negara donatur yang menebus makhota tersebut dari tangan kolektor,
Hyang Bhatoro Agung Surya Wilatikta atau Raja Abhiseka Majapahit dengan gelar
Brahmaraja XI mencoba makhota. Ternyata makhota tersebut pas di kepalanya.
Bersamaan dengan
itu, terjadi sebuah keganjilan. Langit yang semula cerah tiba-tiba berubah
menjadi gelap. Hujan disertai kilat sambar-menyambar dan gemuruh angin seolah
menjadi pertanda penobatan kepada pewaris sah makhota tersebut. Kejadian ini
juga ditandai dengan munculnya sinar berwarna keemasan dari langit, mengarah ke
Puri Surya Majapahit di bilangan perumahan Puri Gading, Jimbaran.
YAKIN ASLI
PERTANDA KEBANGKITAN ?
Akankah
kemunculan makhota ini akan membangkitkan kejayaan Majapahit yang pernah
disegani kerajaan di seantero dunia? Lima ratus tahun sudah berlalu sejak
jatuhnya Kerajaan Majapahit.
Sesuai ramalan
Sabdopalon dan Noyogenggong, seperti dituturkan Sri Wilatikta Brahmaraja XI,
sudah saatnya kejayaan Majapahit bangkit. Pertanda ke arah itu juga sudah
mulai tampak. la menyitir ramalan Sabdopa-lon dan Noyogenggong yang berbunyi,
"Wereng katah angdatengi, angin agung anggergisi. Alun munggah ring
daratan."
Ramalan itu,
katanya, sudah menunjukkan buktinya. Para petani kehabisan akal karena hama dan
penyakit menyerang tanaman mereka. Belum lagi kelangkaan pupuk yang berujung
pada gagalnya musim tanam para petani.
Selain itu
berbagai pertanda alam juga sudah tampak, seperti banjir bandang, gempa bumi,
dan pageblug. Demikian juga air laut sudah menerjang daratan sebagai bukti
kebangkitan Majapahit telah dimulai.
Abhiseka
keparabon sebagai Sri Wilatikta Brahmaraja XI bukan tanpa alasan yang jelas
bahwa dirinya mendapat mandat untuk membangun kejayaan Majapahit. la
melakukannya karena petunjuk gaib, di samping silsilah keluarga sebagai
keturunan langsung dari Sri Brahmaraja I. "Semua berdasarkan bukti ilmiah,
bukan rekayasa," akunya.
Bukti-bukti itu
didasarkan beberapa kenyataan. la mencontoh, saat KTT pemanasan Global yang
berlangsung di Nusa Dua, Bali, Amerika tidak mau menandatangani kesepakatan.
"Utusan
negara adidaya itu saya ajak melakukan ritual memuja Dewa Wisnu di. GWK.
Keesokan harinya, ia langsung tanda tangani kesepakatan. Kemudian setelah itu
saya ditelepon para utusan dunia," kenangnya.
"Saya juga
masih berpegang pada. ajaran Siwa Budha sesuai kepercayaan yang dianut para
leluhur Majapahit yang telah dilupakan orang lain. Selain itu, saya juga sudah
mem-buktikan bahwa saya bisa menyatukan semua agama dalam tradisi Majapahit
(ada dokumen otentik). Hingga saat ini saya berjuang terus untuk menyatukan dan
menciptakan perdamaian dunia, termasuk membersihkan dunia dari kekotoran,"
jelasnya memberi bukti bahwa dirinya merupakan utusan leluhur Majapahit.
Bukti ilmiah
lainnya adalah serat Sabdopalon dan Noyogenggong yang menyebutkan, jikalau
suatu saat nanti ada orang Jawa yang memakai nama tua dengan senjata ilmu
kaweruh, itulah yang dipilih (diemong) Sabdopalon.
Orang Jawa yang
tidak mengerti Jawanya, akan diajari untuk mengetahui mana yang benar dan mana
yang salah. Menurutnya, bukti-bukti itu mengarah kepadanya karena selama ini
banyak orang memanggilnya dengan sebutan Hyang tetapi lebih sering di singkat
”Eyang" yang berarti dituakan.
Dan yang paling
otentik adalah makhota kerajaan Majapahit yang pas dikenakan di kepalanya
sebagai pertanda bahwa dirinya adalah trah Majapahit yang ditugaskan membangun
kejayaan Majapahit.
Ia
percaya, setelah dirinya dinobatkan sebagai Sri Wilatikta Brahmaraja XI,
Sabdopalon akan segera muncul untuk menjadi penasihatnya. Dan sekarang sudah
jalan, "Setelah saya muncul sebagai raja Majapahit, Sabdopalon pasti
bergerak karena abhiseka saya sebagai symbol. Mana mungkin ada penasihat kalau
tidak ada rajanya," akunya yakin.
Ia
pun mengaku sering kontak dengan dunia leluhur, termasuk dengan Sabdopalon.
"Bidang niskala (gaib), saya sudah 50 persen ada di dalamnya, saya juga
kontak dengan Sabdopalon," akunya.
Berdasarkan
teropong gaibnya dan bukti-bukti ilmiah yang ditunjukkan, ia yakin bahwa
makhota tersebut asli milik Raja Majapahit. Makhota.terbuat dari emas
bertatahkan permata yang nilainya mencapai milyaran rupiah.
Menurut hasil
penelitian para ahli, makhota tersebut berumur ratusan tahun, bukan buatan baru
karena bentuk, model tatanannya dan bahannya khas Majapahit.
"Untuk apa
para donatur luar negeri urunan dana mengembalikan makhota tersebut ke
pemiliknya. Kalau hanya mencari sensasi, rasanya mustahil," akunya.
Namun tidak
diketahui, pada zaman raja siapa makhota tersebut dibuat. Apakah prabu Hayam
Wuruk, atau generasi sebelumnya.
Makhota juga
menunjukkan bukti-bukti kegaiban. Di Singapura sempat menggemparkan museum
karena karyawan museum silih berganti kesurupan. Makhota itu memilih kepala
sendiri yang dianggap cocok sebagai tuannya.
Selain itu juga
ditandai dengan berbagai kejadian aneh seperti angin gemuruh, halilintar dan
sinar keemasan pada saat makhota dike-nalan Sri Wilatikta Brahmaraja XI.
Dan setelah
menerima makhota tersebut, Sri Wilatikta Brahmaraja XI mengaku pikirannya
menjadi terang dan cemerlang. Berbagai konsep untuk kejayaan Nusantara dan
perdamaian dunia tiba-tiba muncul, menjadi pemikirannya.
Anehnya lagi, ia
dipercaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dunia, termasuk sering
dihubungi para pembesar dunia. Seperti saat KTT pemanasan global, ia berhasil
membujuk Amerika menandatangani kesepakatan. Padahal, juru lobi dunia tidak
berhasil membujuknya.
Memang ada sebuah keganjilan yang terlihat dari makhota
tersebut. Tiga buah permata sebagai hiasan, hilang seperti sengaja dicongkel.
Menurut Sri
Wilatikta Brahmaraja XI, tiga permata tersebut dicongkel dan dijual para
kolektor yang sempat memegangnya. Satu permata rubi konon berada di Amerika,
satu buah permata blue diamond (safir) dibeli orang Inggris, sedangkan satu
permata jambrud diboyong kolektor Hongkong.
Pihak Singapura
yang diwakili Way Ching Lee bersama para donatur mancanegara berjanji menebus
permata tersebut untuk dikembalikan. Dan Majapahit akan jaya
kembali kalau tiga permata kembali, tetapi bangsa penjajah termasuk Arab tidak
menginginkan Kejayaan Nusantara kembali supaya terus bisa bercokol di Negeri
yang makmur ini.
Sebagai sebuah
makhota simbol
kebesaran, ada pihak yang menilai peristiwa tersebut merupakan suatu yang
cacat. Artinya, tidak sempurnanya makhota tersebut juga merupakan pertanda
ketidaksempurnaan Majapahit. Mungkin saja, bila tiga permata itu dikembalikan
dan dipasang kembali, kesempurnaan itu baru akan diraih.
Bukti tentang
hal itu kerap dilihat dengan berbagai permasalahan social politik yang terjadi
di salah satu bekas wilayah kekuasaan Majapahit ini. Indonesia masih terus
berkutat dengan berbagai persoalan sosial politik di tahun ini.
Namun prediksi
tersebut dibantah Sri Wilatikta Brahmaraja XI. Menurutnya, ramalan atau
prediksi tersebut tidak mendasar dan tanpa bukti. Yang jelas, menurutnya,
dengan kembalinya makhota kerajaan Majapahit ke bekas wilayahnya, sebagai bukti
bahwa ramalan Sabdopalon dan Noyogenggong akan segera terwujud.
Kedamaian dan
kejayaan yang pernah ada pada zaman Majapahit akan kembali bersinar, namun
demikian akan terjadi jika bangsa ini menginginkannya. Negeri ini akan kembali
menjadi mercusuar untuk menciptakan perdamaian dunia. Mana yang benar dari
ramalan tersebut, ternyata kita masih harus menunggu.An/Zoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar