Selasa, 07 Mei 2013

Siluman Rawa Onom Pulau Majeti (8)


Asmara Dua Alam Berbalut Dendam
"Kami menyebutnya alam siluman ..." kata Nyi Indangwati. "Ini adalah sebuah alam yang terletak di antara alam manusia dan alam arwah.


Bagi manusia awam, kami tak berujud tapi kami bukan bangsa jin. Begitu pun tempat kehidupan kami, tak bisa dilihat manusia biasa.  Keraton Pulo Majeti menurut mereka hilang lenyap dan berubah menjadi belantara dan rawa, " sambung lagi Nyi Indangwati. "Tak perlu takut. Kami tetap makhluk biasa yang memiliki rasa dan perasaan dan yang bisa membedakan mana baik mana buruk.

Kami juga butuh perkawinan, keluarga dan keturunan. Kami juga suka makanan enak yang disenangi manusia biasa dan yang tumbuh di alam nyata. Hanya tentu saja karena tak punya tubuh kasar, maka untuk memakan makanan yang tumbuh di dunia nyata, kami pinjam tubuh nyata . Bila ingin sayur, kami masuk ke binatang yang suka sayur, demikian pun kalau ingin daging, masuk ke tubuh binatang pemakan daging".


"Tetapi kendati perasaan sebagai manusia tetap ada, bangsa kami tak seserakah seperti manusia
umumnya. Sebagai keturunan Galuh dan orang Pemerintah Sunda pada umumnya kami
tetap berpegang pada kesederhanaan, "tutur lagi Nyi Indangwati sambil bersenandung lirih.

“Turunan ti Karajaan Sunda mahmun nyatu tamba henteu laparmun nginum tamba henteu
hanaangmun dicangcut tamba henteu dibaju Ulah satenjo-tenjonaari lain tenjokeuneunanaulah
sadenge-dengenaari lain dengekeuneunanaulah saucap- ucapnaari lain ucapkeunanaulah sacabak-cabaknaari lain cabakeunana.”

Artinya: “Keturunan dari Kerajaan Sunda bila makan sekadar tak lapar bila minum sekadar tak dahaga bila memakai celana dalam sekadar tak berpakaian. Jangan menatap sesuatu yang tak bisa ditatap jangan mendengarkan sesuatu yang tak pantas didengarkan jangan berbicara sesuatu yang tak pantas diucapkan jangan meraba sesuatu yang tak pantas untuk diraba.

"Mengapa bangsamu menyebutkan diri sebagai keturunan Kerajaan Sunda, Nyai?" tanya
Jendra kemudian.

"Sebab ayahanda adalah keturunan dari Kerajaan Sunda," kata Nyi Indangwati. Maka Nyi
Indangwati berujar panjang. Ini dimulai dari Kerajaan Tarumanagara (358-669 Masehi). Pada
tahun 669 Kerajaan Tarumanagara dibagi dua. Wilayah barat dari Banten sampai batas
Citarum berubah menjadi Pemerintah Sunda, sementara wilayah timur dari batas Citarum
sampai Brebes menjadi Kerajaan Galuh. Prabu Lingawarman memiliki seorang putri
bernama Dewi Manasih. Dewi Manasih bersuamikan Tarusbawa dan melahirkan seorang
putra.

"Keturunan dari Dewi Manasih dan Tarusbawa ini tak lain adalah kakekku sendiri atau ayah
dari Ki Selang Kuning, ayahandaku. Hanya karena bukan keturunan dari anak lelaki saja,
yang mengakibatkan kakekku tak menjadi raja penerus dari Kerajaan Sunda . Namun
demikian, kami tetap merupakan keturunan langsung dari Prabu Tarumanagara, "tutur lagi
Nyi Indangwati. "Itulah sebabnya, ayahanda bersikeras ingin menjadi raja di Pulo Majeti sebab
ia punya garis keturunan Raja Sunda, "kata lagi Nyi Indangwati. Namun kata gadis itu, sampai hari-hari belakangan ini kegelisahan belum mau sirna. Orang-orang Galuh masih tetap memendam penasaran.

"Pemerintah Pulo Majeti akan tetap dihancurkan. Hari-hari belakangan ini, bangsa manusia
sedang berusaha mengeringkan rawa di sekitar Pulo Majeti. Ini artinya akan mengganggu
kehidupan kami. Kalau kau mengerti, tolong gagalkan rencana ini, "tutur Nyi Indangwati.

Mendengar ini, Jendra mengerutkan kening. Rencana mengeringkan Rawa onom, yaitu
sebuah wilayah rawa yang mengelilingi Pulo Majeti memang tengah dipikirkan Bendara
Wedana. Namun tujuan majikannya ini, sama sekali tak ada kaitannya dengan keinginan
untuk menghancurkan Kerajaan Pulo Majeti.

"Rawa onom memang akan dikeringkan oleh Bendara Wedana. Tapi itu semata-mata untuk
kesejahteraan rakyat di Rancah dan bukan untuk menghancurkan Kerajaan Pulo Majeti, Nyai
... " kata Jendra. Tapi Nyi Indangwati menggelengkan kepala. "Dengan bermaksud mengosongkan rawa, artinya akan membunuh kehidupan rakyat Pulo Majeti, "tuturnya. "Tidak begitu, Nyai ..." "Kau harus bantu kami mencegah tindakan ini." Jendra terpekur.@bersambung

Tidak ada komentar: