Senin, 06 Mei 2013

OPM Buka Kantor di Oxford Nyatakan Papua Merdeka


Jurnalis Independen: Merdeka, itulah tujuan akhir perjuangan dan propaganda Organisasi Papua Merdeka (OPM). Untuk itu, OPM resmi dan sangat berani membuka kantor perwakilannya di Oxford Inggris. Tentu saja rakyat dan Pemerintah Indonesia berang dan memprotes Inggris melalui duta besarnya di Jakarta.


Dan dengan entengnya aktivis Pro Papua Merdeka menilai pemerintah Indonesia terlalu emosional menyikapi hadirnya kantor tersebut. Para pejuang yang menjadi begundal Lembaga Swadaya Masyarakat asing itu tanpa rasa bersalah dan bernada menghina pemerintah dan rakyat Indonesia dengan menyatakan rakyat dan pemerintah terlalu emosional menyikapi masalah itu.

"Pemerintah Indonesia jangan terlalu emosional, mestinya menghargai hak demokrasi. Kecuali begitu kantor OPM berdiri,  kami langsung merdeka, itu yang luar biasa, jadi sepatutnya jangan terlalu berlebihan menanggapinya," kata Ketua Parlemen Nasional Papua Barat Buchtar Tabuni saat ditemui, Senin, 6 Mei.

Lanjut Buchtar, peluncuran Kantor OPM di Oxford merupakan cerminan bahwa Inggris sangat mendukung demokrasi.

"Inggris menghormati sistem demokrasi serta menghargai penentuan nasib sendiri. Mereka juga menilai Indonesia belum melaksanakan Perjanjian New York serta hukum internasional, guna sebuah bangsa menentukan nasibnya sendiri melalui referendum yakni one man one vote," ujarnya.

Buchtar mengungkapkan, Ketua Internasional Parlemen Papua Barat Benny Wenda yang selama beberapa tahun ini berjuang untuk Papua Merdeka di Inggris, sudah memberitahukan rencana peluncuran kantor OPM di Oxford sebulan yang lalu.

"Satu bulan sebelumnya, Tuan Benny sudah sampaikan ke parlemen Papua akan ada peluncuran kantor OPM di Oxford. Bahkan walikota setempat sangat mendukung dengan menjadi pembinanya," ujar Buchtar.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 28 April lalu kelompok OPM di Inggris yang dipimpin oleh Benny Wenda, membuka kantor perwakilan di kota Oxford. Dengan titel Koordinator Free West Papua Campaign, Benny turut mengundang Walikota Oxford, Mohammad Niaz Abbasi, mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin dan satu anggota parlemen Inggris, Andrew Smith untuk hadir.

Hal ini membuat Indonesia kebakaran jenggot dan memprotes keras. Protes ini disampaikan oleh Kemlu RI kepada Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning.

Terkait pembukaan perwakilan kantor OPM Oxford di Inggris, Anggota DPR Papua, Ruben Magai, menilai sikap pemerintah terlalu berlebihan saat menanggapi hal itu. Menurutnya, Inggris hanya menginginkan penegakan demokrasi dan HAM di Papua, namun tetap mengakuinya sebagai bagian dari NKRI.

"Pemerintah Inggris menyetujui pembukaan kantor OPM di Oxford, karena melihat dari sudut pandang penegakan HAM dan demokrasi yang selalu mereka junjung tinggi, bukan seperti di Indonesia yang diatur oleh oknum atau institusi tertentu," ujar Ketua Komisi A DPR Provinsi Papua, Senin, 6 Mei 2013.

"Inggris tidak menyetujui adanya kelompok separatis, tapi mereka ingin demokrasi dan HAM benar-benar dijalankan di Papua," lanjutnya lagi.

Ruben mengatakan bahwa pemerintah Indonesia selalu memandang segalanya dari sisi politik, sehingga kerap muncul rasa ketakutan. "Inilah cerminan pemerintah pusat yang selalu berpandangan curiga kepada Papua dan kerap menstigma orang Papua separatis. Akibatnya ketika negara lain memberikan kebebasan berekspresi, Indonesia kelabakan dan paranoid sendiri," ujarnya.

Ruben melanjutkan, pemerintah Indonesia jangan lagi menganggap peradaban saat ini sama seperti zaman orde baru yang segala sesuatu bisa ditutupi dan dibungkam.

"Ini sudah zaman modern dengan segala teknologi yang cukup canggih, kalau era Orde Baru orang Papua dibunuh masih bisa ditutup-tutupi, sekarang tidak lagi seperti itu. Jarum jatuh saja di Papua, seluruh dunia akan tahu. Begitu pun Inggris, mereka menganggap demokrasi dan penegakan HAM belum dijalankan di Papua, sehingga menyetujui pembukaan kantor OPM di negaranya," ucap Ruben.

Jadi, tambah Ruben, pemerintah Indonesia jangan selalu menginterpretasikan perjuangan penegakan HAM dan demokrasi di Papua berkaitan dengan isu Papua Merdeka. "Inggris hanya mendukung HAM dan demokrasi benar-benar tegak di Papua, jangan malah disalahartikan. Dunia akan selalu menyoroti Papua jika HAM dan demokrasi terus dibungkam," tegasnya.

Entah karena apa orang ini bisa menjadi anggota dewan di Papua yang dulu bernama Irian Barat itu. Apalagi ia bahkan menjabat sebagai Ketua Komisi A di Parlemen Propinsi, namun tidak mengerti sejarah Irian atau Papua.

Bahkan lebih lanjut Ruben mencercah pemerintah Indonesia dimana selama ini dirinya menikmati banyak fasilitas dari Negara Indonesia. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa  sebenarnya, jika pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh ingin menegakan HAM dan demokrasi di Papua atau Irian Barat, negara lain pasti tidak menyorotinya. Segera buka ruang dialog serta luruskan sejarah yang sebenarnya mengenai Papua.

Padahal, memang sengaja ada tangan-tangan jahil internasional yang bermain dalam banyak kasus di Irian atau Papua ini, termasuk orang seperti Ruben Magai Anggota Dewan Komisi A Propinsi Papua atau Irian Barat ini.Zoe

Tidak ada komentar: