Kamis, 31 Januari 2013

Syekh Abdul Muhyi Wali Penyebar ‘Martabat Tujuh” di Tatar Sunda


Jurnalis Independen: Gunung Mujarod menyimpan banyak misteri karena gunung ini dikenal hanya oleh para Wali khususnya di Indonesia. Jika gunung Mujarod memunculkan sinar terang benderang itu artinya sebagai pertanda lahirnya sosok waliyulloh. Dan Wali Allah itu menyebarkan ajaran doktrin “martabat tujuh” yang kelak mempengaruhi pemikiran Tasawuf di Pulau Jawa. Dan inilah kisah sang wali yang dituturkan oleh Imam Mudofar, seorang santri asal Jawa Barat.



Gunung Mujarod adalah menyimpan banyak misteri karena gunung ini dikenal hanya oleh para Wali khususnya di Indonesia. Jika gunung Mujarod memunculkan sinar terang benderang itu artinya sebagai pertanda lahirnya sosok waliyulloh juru penyelamat di bumi tanah Jawa.
Konon lebih dari 350 tahun yang lampau gunung ini raib dari pandangan mata manusia biasa, seperti halnya cerita dari kisah perjalanan hidup Habib Muh, Tegal Rejo Magelang Jateng, yang pernah kami ketahui sewaktu masih dipesantrennya pada tahun 1987 lalu.
Beliau bercerita bahwa dirinya pernah masuk kedalam goa Mujarod atas panggilan yang empunya yaitu, Syekh Sanusi, disaat beliau kedapatan anugerah di syahid menjadi Waliyulloh Abdal, pada tahun 1982 lalu, dan lewat kisahnya ini yang menyatakan bahwa disaat beliau baru masuk kedalam goa tersebut, beliau langsung disambut oleh ratusan kalajengking yang sangat besar. Masya Alloh!!! Yaitu berkisar 40 cm.
Bukan hanya sebatas itu saja beliau di uji dalam keyakinannya saat berada di dalam goa Mujarod, beliau juga sempat melihat secara mata telanjang, beberapa ekor ular raksasa yang besarnya melebihi badan mobil siap menghadangnya.
Dan ini bersifat riil bukan hanya sekedar fatamorgana dari sifat lelembut atau binatang jejadian yang hanya sekilas pandang. Sebab semua binatang yang telah mendiami gunung tadi telah berusia lebih dari ratusan tahun dan tidak pernah terusik oleh manusi yang berani masuk. Terangnya.
Juga kisah yang pernah dialami oleh Habib Nur Ali yang pernah masuk kedalamnya disaat mendapat panggilan dari Syekh Sanusi atas pengangkatan dirinya sebagai Waliyulloh bangsa Rijal.
Beliau bercerita "Tidak ada syafaat yang lebih besar di seluruh wilayah yang ada di Indonesia ini kecuali goa gunung Mujarod. Dan tidak ada suatu pengangkatan waliyulloh yang diakui oleh wali lainnya kecuali lewat tangan Syekh Sanusi sendiri sebagai makom tertinggi yang telah mendapatkan kefadholan dari Alloh SWT, dengan diberikannya umur panjang sampai hari kiamat tiba karena kemustajabahan air Mujarod yang dimilikinya dan tidak ada satupun wali di dunia ini yang tidak butuh rohmatnya, karena sesungguhnya beliau tercipta sebagai raja dari semua waliyulloh"
"Jangan sesekali masuk kedalamnya sebelum yang empunya datang sendiri memanggil anda, sebab lebih dari seabad yang lalu para manusia yang mengaku dirinya ahli bathin tinggi, lebih dari 77 orang telah raib dan tidak bisa diketahui jasad dan rimbanya". Lanjutnya.
Dari beberapa kisah yang pernah dituturkan oleh para masyaikh ini membuat siapapun yang mendengar akan bergidik dan berfikir seratus kali untuk bisa masuk kedalam goa Gunung Mujarod yang penuh akan karomah juga sebaliknya penuh misteri yang sangat mengerikan. 
Mungkin pembaca sekalian masih bertanya dengan kisah ini, sebenarnya dimana letak sesungguhnya goa Gunung Mujarod tersebut?
Menurut cerita para masyaikh tadi bahwa, gunung Mujarod ini terletak disalah satu areal pesarean Ki Muhyi Pamijahan atau yang dikenal dengan Syekh Abdul Muhyi, Tasik, Jawa Barat yang sangat kondang akan derajat kewaliyannya dan banyak diziarohi oleh berbagai lapisan masyarakat lokal maupun dari manca negara.
Namun bila anda pernah datang ke sana dan membeli buku sejarah yang banyak dijual bebas di sepanjang toko kaki lima seputar areal pesarean Ki Muhyi Pamijahan, dengan judul bukunya "Sejarah perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi Waliyulloh Pamijahan" yang di tulis oleh, Drs, H. AA. Khaerussalam, disitu tidak dituliskan sama sekali tentang letak goa gunung Mujarod yang membawa banyak rohmat dan maghfiroh untuk seluruh pengangkatan waliyulloh sedunia.
Mungkin bisa jadi mereka memandangnya tidak perlu membesarkan nama dan letak goa Mujarod, yang dianggapnya tidak menguntungkan sama sekali dari pihak peziarah atau tidak bisa di komersilkan, alasannya keluarga mereka juga tidak ada yang berani sampai masuk kedalamnya, sehingga dengan ini pula para keturunannya tidak sampai mencantumkan perihal goa gunung Mujarod yang sebenarnya.
Nah, dari kisah ini pula diawal bulan Syawal 1429,H, lalu, guruku mengundangku yang intinya menyuruh Saya datang ke goa gunung Mujarod, karena sebuah panggilan darinya (Syekh Sanusi).
Seperti hallintar menyambar disiang bolong, hatiku kaget dan langsung bergetar keras mendengar apa yang barusan di ucapkan oleh guruku tadi, siapa yang tidak takut dengan nama goa gunung Mujarod yang penuh dengan kengerian dan fenomena gaib yang bisa membawa badan kita seketika raib disaat baru masuk kedalamnya.
Namun sepertinya guruku tidak mau ambil pusing dan mengharuskan aku secepatnya datang ke sana. "Ini perintahnya dan bukan kamu yang pinta, lakukan apa yang aku ucapkan" kata sang guru dengan tegas.
Sepulang dari kediaman sang guru hatiku terus bergemuruh antara siap dan tidak, untuk sampai bisa melaksanakan datang ke goa gunung Mujarod dan mulai hari itu pula aku diwajibkan puasa sampai hatiku benar benar merasa tenang dan siap dengan segala keyakinannya untuk sampai datang ke goa gunung Mujarod.
Setengah bulan telah berlalu, hatiku semakin mantap untuk sesegera mungkin melaksanakan tugas mulia yang di embankan oleh sang guru, dan tanpa menunggu waktu lebih lama lagi akupun langsung pamit minta restunya.
Namun sebelum keberangkatanku ke gunung goa Mujarod, guruku langsung mengijazahkan amaliyah khususiah yaitu berupa, Hizib Jabarut dan Uluhiyyah, "Bawalah santrimu yang banyak untuk mendampingimu sampai tujuan dan pilihlah mereka yang hatinya telah memahami keikhlasan," dan setelah itu beliau juga memberikan beberapa tata cara dan kunci disaat akan masuk ke goa gunung Mujarod, yang intinya agar selamat dari segala binatang buas dan bangsa lelembut yang sengaja menghadang dan menyesatkan perjalanan mulia ini.
Selepas dari sang guru, aku langsung mengumpulkan beberapa teman Jam’ul Ijazah yang akan mendampingi pemberangkatanku nanti dan ternyata tidak semua Jam’ul Ijazah masuk dalam kategori yang aku inginkan, sehingga waktu itu hanya 15 orang saja yang aku bawa ikut serta.
Sampailah kita semua didepan pintu goa gunung Mujarod, lewat panduan dari salah satu kepercayaan santri sang guru. Ternyata apa yang aku takutkan selama ini tidak sampai terjadi, sebab goa yang semestinya gelap gulita itu ternyata terang benderang karena ternyata didalamnya sudah lebih dulu ada dua orang sebelum golongan kita datang, dua orang ini berbadan tinggi besar dan sepertinya bukan dari bangsa kita, keduanya memakai pakaian dan sorban serba putih yang disaat kita masuk keduanya menutup wajahnya dengan sorban yang dipakainya.
Nah, dari sorban merekalah cahaya terang benderang itu berasal, sehingga dengan pancaran sinar yang teramat terang ini kita semua akhirnya bisa melihat seisi ruangan goa yang ternyata semuanya terbuat dari marmer asli.
Namun sebelumnya, aku mohon maaf kepada pembaca sekalian, karena tidak bisa menceritakan secara keseluruhan apa yang terjadi didalam goa tersebut sebab bersifat sirri atau rahasia, hanya saja di dalam goa tersebut banyak fenomena dan keganjilan yang tidak masuk diakal yang kami rasakan secara nyata, sehingga semua yang ikut serta masuk ikut pula menyaksikannya secara takjub dan ajib yang mungkin menurut mereka tidak bisa hilang dari ingatannya selama umur masih dikandung badan.

Mustika Hut
Kami lanjutkan lagi ke cerita seputar dunia mistik yang aku peroleh. Lewat panduan sang guru yang telah diajarkan padaku, alhamdulillah akhirnya kita semua selamat dan bisa pulang kembali tanpa sedikitpun ada kendala, walau dalam perjuangan yang sebenarnya penuh haru dan tangisan bahagia yang tidak bisa dilukiskan oleh bentuk apapun juga.
Dari kisah inilah alhamdulillah aku sempat bertemu dengan sosok yang selama ini kami cari dan sempat pula mencium tangannya, yaitu, Sulthonul Bahri atau penjaga laut sedunia, Nabiyulloh Hidir AS, dan demi tulisan ini pula kami sempatkan untuk berkata, Demi Alloh, demi Alloh, demi Alloh, apa yang aku dapatkan selama ini adalah barang terbaik yang aku miliki, yaitu, mustika Hut Nabiyulloh Yunus As, atau mustika ikan hutt sewaktu Nabiyulloh Yunus As, dalam perut ikan Hut selama 41 hari lamanya (secara hikayat yang tercantum dalam Al Quran atau tafsirnya).
Sebelum sampai di penghujung cerita, saya atas nama pribadi mohon maaf yang sebesarnya apabila ulasan ini terlalu fulgar dan sangat transparan. Bukan maksud menggurui siapapun, kami hanya ingin menceritakan yang sebenarnya atas apa yang pernah aku peroleh sewaktu datang kedalam goa gunung Mujarod yang sangat membawa pengaruh besar bagi umat manusia, wabil khusus tentang perputaran zaman yang selalu ditandai beragam fenomena langka yang selalu diawali dari karomah gunung Mujarod.
Tentunya bagi para ahlillah dan ahli bathin khosois lainya, tidak ada yang tidak paham tentang siapa jati diri, Syekh Sanusi sesungguhnya dan apa pula yang dimaksud dari maul Mujarod yang disebut sebagai keluhuran derajat seluruh desa Pamijahan, juga bagaimana Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, sampai bisa datang dari negaranya, Bagdad, hanya sekedar ingin disyahkan derajat kewaliyannya, sehingga beliau mau sampai berlama menetap di daerah Pamijahan sebagai muridnya.
Kini koleksi dari Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, masih bisa anda nikmati disalah satu areal Pamijahan, yaitu goa Safar Wadi, yang telah dibuatnya sendiri, bahkan dalam sejarah Wali Songo goa ini sempat dijadikan tempat bermusyawarohnya para waliyulloh. Semoga kisah ini membawa rohmat bagi para pemimpin bangsa dan selebihnya untuk keselamatan seluruh umat pada umumnya.
Bagi yang penasaran dengan letak goa gunung Mujarod yang konon tidak ada dalam daftar peta maupun buku panduan, Saya akan sedikit memberi jalan kepada anda sekalian. Apabila anda sudah pernah ke goa Safar Wadi, tentunya anda juga tahu betul akan jalan lurus yang sebelumnya belok ke kanan sebelum arah menuju goa Safar Wadi.
ah, kalau goa gunung Mujarod sendiri belok ke kiri dan berlawanan arah dengan jalan menuju goa Safar wadi, yaitu naik ke atas bukit lewat jalan setapak yang sama sekali tidak pernah dijamah oleh kaki manusia.
Apabila kita sudah sampai kesebuah bukit paling atas, berputarlah kearah kanan dan nanti disitu ada sebuah jurang yang sangat dalam, masuklah dengan jalan agak merangkak karena sangat licin dan juga terjal, turunlah sampai mentok kesebuah cadas berair, disitu anda bisa melihatnya secara jelas sebuah mulut goa kecil yang bila anda melihat kedalamnya tidak akan tembus pandang karena terlalu gelap.
Berhati hatilah bagi yang kurang persiapan mental, karena anda akan di sambut saat akan masuk goa oleh beberapa kalajengking raksasa dengan panjang berkisar antara 30 sampai 40 cm. semoga pembaca puas adanya.

Ajaran dan Karamah
Selain menjadi Mursyid Tarekat Syattariyyah, Syekh Abdul Muhyi juga mengajarkan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah – beliau menulis risalah Tarekat ini yang berjudul Kitab Tariqah Qadriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Sebagaimana Mursyid Tarekat pada umumnya, Syekh Abdul Muhyi mementingkan penanaman zikir, agar tidak sekedar lisan, tetapi juga merasuk dan tertanam kuat dalam hati. Syekh Abdul Muhyi menyebutkan tujuh prinsip perjalanan spiritual yang didasarkan pada zikir kalimat Tauhid.
Pertama adalah mendekatkan diri secara lahir dan batin. Kedua adalah mengisi lathaif (organ batin) dengan kalimat laa ilaha illa Allah. Ketiga adalah menyatukan penglihatan mata batin dengan “rasa” Tuhan.
Selalu menyadari kekuasaan, otoritas dan kekekalan Allah. Unsur indera jasmani harus bersatu dengan indera ruhani dan hati. Keempat adalah menyatukan kalimat thayyibah dengan diri keseluruhan: indera, pikiran, perasaan, hati. Kelima adalah mengaktualkan kalimat thayyibah dalam perbuatan, yakni mempraktikkannya secara rinci. Ada empat modal utama dalam hal ini, yakni yakin, iman, islam dan sabar. Keenam adalah menjauhi semua perbuatan dosa. Dan ketujuh adalah menyatukan diri dalam kodrat dan iradat Ilahi.
Menurut Syekh Abdul Muhyi, orang Islam harus khusyuk mentafakuri makna kalimat laa ilaha illa Allah ini. Orang Islam tidak cukup hanya beribadah hanya karena ganjaran, hanya karena takut siksa. Yang lebih utama dari itu adalah ibadah sebagai tindak kepatuhan dan kebaktian kepada Allah, mengikuti perintah Rasulullah.
Mengenai zikirnya, Syekh Abdul Muhyi menyebut ada tujuh tingkatan zikir. Pertama zikir lisan dengan kalimat thayyibah atau zikir nafy-itsbat. Kedua adalah zikir ism al-dzat, menyebut kalimat Allah huwa Allah huwa, yang akan berlanjut ke zikir ism al-ghaib (hu hu).
Ketiga adalah zikir al-sirr, zikir pelan dalam hati. Keempat adalah zikir syughul al-insan al-kamil, yakni zikir dengan menggambarkan rupa guru sambil “mengukir” tanda kekuasaan Allah di dalam hati. Kelima adalah zikir syughul al-ibrah, zikir dengan niat menerakan asma Allah di dalam segala yang maujud. Keenam adalah zikir syughul al-mir’ah, yakni zikir dengan niat berkaca dalam cermin Allah.
Dan ketujuh adalah zikirsyughul al-isti’la, yakni semacam upaya menyaksikan dengan bashirah Allah, melihat di dalam kehendak-Nya, sehingga mampu melihat Ruh Muhammad dan seisi langit dan bumi. Sedangkan lathaif yang mesti dikenai zikir ada tujuh macam, yakni lathifah al-qalab, lathifah al-qalbi, lathifah al-khauf, lathifah al-akhfa, lathifah al-khafi, lathifah al-nafsi dan lathifah al-sirr.
Syekh Abdul Muhyi juga mengajarkan “martabat alam tujuh,” sebuah ajaran tentang tajalli Tuhan, yang bersumber dari ajaran sufi besar Syekh Muhammad ibn Fadlullah Burhanpuri yang dituangkan dalam kitab al-Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi. Ajaran ini berkembang dan diajarkan di banyak tempat di Nusantara dengan sedikit variasi versi – seperti oleh Syekh Abdurrauf, Hamzah Fansuri, Nuruddin Raniri, dalam serat Centhini karya pujangga Yasadipura II, dan serat Wirid Hidayat Jati karangan Ronggowarsito.
Versi Syekh Abdul Muhyi tidak jauh berbeda. Martabat pertama adalah Ahadiyyah – tahap ketika hanya ada Allah  yang tanpa deskripsi, tanpa ungkapan, tanpa arah, tanpa tempat, pendeknya keadaan yang ghaib dari yang ghaib (ghaib al-ghuyub). Ini adalah ketersembunyian mutlak yang tak terjangkau bahkan oleh para Nabi, yakni “perbendaharaan tersembunyi.”
Martabat kedua adalah Alam al-Wahdah, atau ta’ayyun awal yang kadang disebut jauhar awal, atau cahaya pertama, yang dinamakan pula Nur Muhammad atau Hakikat Muhammad, atau a’yan tsabitah, entitas permanen, semacam “cetak biru” azali bagi eksistensi ciptaan, namun dalam bentuk global, belum ada rincian. Martabat ketiga adalah Alam al-Wahidiyyah, atau ta’ayyun tsani.
Alam ini bersumber dari al-Wahdah yang dipancarkan menjadi empat cahaya: merah, kuning, putih dan hitam. Ketiga martabat pertama bersifat qadim dan baqa. Martabat keempat adalah Alam al-Arwah, yang dibuat dari cahaya dengan esensi. Martabat kelima adalah Alam al-Mitsal, adalah dunia “perantara,” di mana yang ruhani di materialkan dan yang material diruhanikan.
Martabat keenam adalah Alam al-Ajsam, yang merupakan wujud yang telah tersusun rapi. Tetapi ia bukan pelengkap bagi ruh, melainkan bentuk derajat yang lebih rendah dan kasar dalam gradasi hirarki eksistensi. Dan martabat ketujuh adalah Insan Kamil, yakni tujuan dari penciptaan, untuk memantulkan “perbendaharaan tersembunyi” dalam Keagungan dan Keindahannya-Nya.
Dalam kitab Istigal Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah diceritakan beberapa kisah karamahnya. Diantara adalah sebagai berikut. Suatu hari ada orang yang dikejar-kejar sekawanan lebah, lari meminta pertolongan Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi berseru kepada kelompok lebah itu, “Kenapa kalian lebah bersikap begitu kepada manusia. Apakah kalian tak mengerti di dalam tubuh manusia lahir dan batin ada lathaif laa ilaha illa Allah!” Lebah-lebah itu langsung mati. Lalu tubuh orang itu seperti keluar asap. Ia selamat tanpa bekas luka apapun.
Seorang pria membawa istrinya yang buta setelah melahirkan menemui Syekh Abdul untuk minta kesembuhan. Oleh Syekh Abdul Muhyi mereka diajak membaca kalimat tahlil sebanyak 163 kali (atau mungkin 165 kali) di masjid. Tak berapa lama orang itu pun sembuh. Di waktu yang lain seseorang membawa anak yang terkena stroke, tubuhnya mati separuh.
Kemudian diajak berzikir dengan tahlil sebanyak 163 kali hingga sembuh total. Adalagi orang yang tidak bisa tidur selama 11 hari dan minta tolong kepada Syekh Abdul Muhyi. Orang itu juga diajak berzikir sebanyak 163 atau 165 kali dan sembuh.
Syekh Abdul Muhyi juga menolong orang lewat karamahnya untuk memperbanyak hasil panen dan ternak kerbau. Syekh Abdul Muhyi juga dikenal kesaktiannya. Beliau mengalahkan dua tukang sihir sakti, dan kemudian dua penyihir itu menjadi murid-muridnya.@

Boks
Bukti Kesaktiannya Bisa Sembuhkan Wanita Buta
Makamnya yang berada di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi salah satu pusat ziarah utama. Banyak yang berziarah kesanaterutama pada bukan maulid (Rabiul Awwal) untuk mengharapkan berkah dan tujuan-tujuan keduniawian.
Tidak diketahui pasti kapan Syekh Abdul Muhyi dilahirkan – setidaknya ada dua versi, yakni tahun 1640 dan atau 1650. Salah satu riwayat menyatakan beliau lahir di Kartasura. Ibundanya, Nyi R. Ajeng Tangenjiah, masih keturunan Rasulullah, sedangkan ayahandanya, Sembah Lebe Wartakusumah adalah keturunan Raja Galuh. Syekh Abdul Muhyi menghabiskan masa remajanya di Gresik, Jawa Timur.
Kemudian, pada usia 19 tahun, beliau pergi ke Aceh untuk berguru kepada Syekh Abdur Rauf Singkel selama kurang lebih delapan tahun (1669-1677). Kemudian, dalam usia 27 tahun, beliau diajak gurunya menziarahi makam Sulthan al-Awliya Syekh Abdul Qadir al-Jilani.
Beliau sempat bermukim di Baghdad selama dua tahun untuk mendalami Islam, terutama Tasawuf. Kemudian bersama gurunya pula beliau menunaikan ibadah haji. Di Mekah inilah Syekh Abdur Rauf menerima ilhami rabbani yang menyatakan bahwa salah satu muridnya akan menjadi wali besar.
Menurut ilham ini, jika nanti Syekh Abdur Rauf sudah mengetahuinya, maka si murid harus segera disuruh pulang ke Jawa untuk menyebarluaskan ajaran yang diperolehnya di suatu tempat tertentu. Tempat yang dimaksud bercirikan sebuah goa yang konon bekas tempat Syekh Abdul Qadir al-Jilani menjalani tawajjuh dalam menerima ilmu dari gurunya, Syekh Imam Sanusi.
Sebelum mencari tempat dimaksud, Syekh Abdul Muhyi pulang terlebih dahulu untuk mohon doa restu orang tuanya. Tetapi orang tuanya menyarankan agar beliau menikah terlebih dahulu. Beliau kemudian menikah dengan Ayu Bakta. Tak lama setelah menikah Syekh Abdul Muhyi berangkat menuju sebuah tempat yang kini disebut Darma di Kuningan Jawa Barat. Di sini beliau menetap selama tujuh tahun dan mendakwahkan ajaran Islam.
Sembari mengajar dan berdakwah beliau selalu mencari-cari goa yang diisyaratkan oleh ilham gurunya itu. Salah satu tanda lokasinya adalah jika beliau menanam padi satu, maka hasilnya juga satu, artinya tidak menambah penghasilan. Tetapi selama beberapa tahun menanam padi, hasilnya selalu melimpah-ruah.
Setelah tujuh tahun mencari tidak ketemu, beliau kemudian mengembara lagi, kali ini ke daerah Pameungpeuk, Garut Selatan. Kepergiannya ditemani sanak-keluarganya, termasuk kedua orang tuanya. Di sini beliau harus menghadapi lawan berat – para dukun ilmu hitam dan penjahat. Di sini pula ayahandanya meninggal dunia, dan dimakamkan di Kampung Dukuh.
Setelah setahun, beliau lalu melanjutkan perjalanan ke Batuwangi, dan Lebaksiuh. Dalam berdakwah di daerah-daerah ini beliau harus menghadapi tantangan dari penganut Hindu yang memusuhinya dan menyerangnya baik itu dengan ilmu gaib (sihir) maupun secara fisik.
Tetapi karena selama menanam padi di sini hasilnya juga melimpah, beliau melanjutkan perjalanan ke lembah di gunung Cilumbu, sebuah lembah yang indah. Gunung ini kelak dinamakannya “Gunung Mujarod,” tempat menenangkan diri atau dalam bahasa Sunda “nyirnakeun manah.” Di kawasan inilah padi yang ditanam Syekh Abdul Muhyi hanya berbuah satu. Dan pada 1690 M beliau, yang sudah berumur 40 tahun, menemukan goa yang kelak dikenal sebagai Goa Pamijahan.
Goa inilah yang kemudian menjadi pusat dakwahnya, dan merupakan tempat yang keramat, karena sering dipakai oleh Syekh Abdul Muhyi untuk melakukan riyadhah spiritual. Konon Syekh Abdul Muhyi bisa langsung ke Mekah melalui salah satu lorong sempit di di sekitar goa itu.
Saat itu tempat itu masih dinamakan Goa Safar Wadi. Nama Pamijahan adalah sebagai perlambang – karena banyak orang berdatangan berduyun-duyun ke goa, laksana ikan yang akan bertelur (mijah), maka ia kemudian disebut “Pamijahan.”
Kharisma dan keilmuannya menyebabkan nama Syekh Abdul Muhyi terkenal di mana-mana. Bahkan banyak ulama yang datang untuk berguru kepadanya. Yang terkenal adalah Syekh Maulana Mansur (putra Sultan Abdul Fatah Tirtayasa Banten) dan Syekh Ja’far Shadiq dari Garut.
Konon mereka bertiga sering pergi ke Mekah lewat sebuah lorong sempit di goa. Bahkan Sultan Mataram saat itu (Paku Buwana I) secara khusus meminta Syekh Abdul Muhyi untuk mengajari putra-putrinya, dengan imbalan daerah Pamijahan akan dibebaskan dari pajak, atau dijadikan tanah perdikan yang otonom. Syekh Abdul Muhyi meninggal pada tahun 1715 atau menurut riwayat lain tahun tanggal 8 Jumadil Awwal 1151 H atau 1730 M.@

Tidak ada komentar: