Kacaukan Tentara Penjajah dengan Pasukan Lebah Gaib
Kiai Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan
mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang,
konsentrasi lawanpun menjadi lengah.
Kiai kharismatik ini
merupakan seorang tokoh agama yang lahir di Bangkalan, Madura. Nasabnya,
bertemu dengan Jamaluddin Al Kubra dan tersambung dengan nasab ahlul bait. KH
Kholil termasuk golongan dari sebelas waliyullah tanah jawa termuda atau
terakhir. Kewara’annya pada duniawi membuat kewaliannya banyak diakui
masyarakat awam maupun ulama lain di nusantara.
KH Muhammad Khalil
bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim bin Kiai
Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Sayid
Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif
Hidayatullah sendiri merupakan putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang
memerintah di Camp (Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid
Jamaluddin al-Kubra.
KH. Muhammad Kholil
dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijriah atau 27 Januari 1820 Masehi di
Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan,
Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng
langsung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta'lim diberbagai pondok
pesantren. Sekitar tahun1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai
Muhammad Khalil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan,
Tuban, Jawa Timur.
Dari Langitan beliau
pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke
Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok pesantren ini beliau
belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari
Keboncandi.
Kiai Nur Hasan ini,
sesungguhnya, masih memiliki hubungan keluarga dengan Kiai Kholil. Sewaktu
menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan (tata bahasa
arab), seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu beliau juga seorang
hafizun Al-Quran. Beliau mampu membaca alqur'an dalam Qira'at sab'ah (tujuh
cara membaca Al-Quran). Pada 1276 Hijrah atau tahun1859 Masehi, KHMuhammad
Khalil Belajar di Mekah.
Di Mekkah KH Muhammad
Khalil al-Maduri belajar bersama Syeikh Nawawi al-Bantani (Guru Ulama Indonesia
dari Banten). Di antara gurunya di Makkah adalah Syeikh Utsman bin Hasan
ad-Dimyathi, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi
al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani i. Beberapa sanad hadis
juga diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin
Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa).
KH.Muhammad Kholil
Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasym Asy'ari, Kh.Wahab
Hasbullah dan KH.Muhammad Dahlan. Ulama-ulama dahulu memiliki kebiasaan
memanggil guru sesama rekannya. Dan Kh.Muhammad Kholil yang dituakan dan
dimuliakan diantara mereka dan menerima panggilan guru..
Sewaktu berada di Mekah
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH.Muhammad Khalil bekerja mengambil
upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para siswa. Diriwayatkan
bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu Syeikh Nawawi
al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani
(Semarang) menyusun metode penulisan huruf Pegon.
Huruf pegon adalah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa,
Madura dan Sunda.
Huruf pegon tidak
ubahnya tulisan Melayu atau Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.
karena Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di
Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli /
pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya.
Untuk mengembangkan
pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil
selanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer
arah Barat Laut dari desa kelahirannya. KH Muhammad Khalil al -Maduri adalah
seorang ulama yang bertanggung jawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan
maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada
zamannya, negeri ini masih terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan
yang dianutnya. Beliau dan seluruh suku bangsa Madura seratus persen memeluk
agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah adalah bangsa
kafir. Bangsa yang tidak percaya akan islam sebagai agama yang diridhoi Sang
Khaliq.
Sesuai dengan kondisi
beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad
Khalil tidak terlibat dalam medan perang. Walau tidak terlibat langsung dalam
perang fisik dan mengangkat senjata, Kiai Kholil terlibat aktif mengkader para
pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya . Kiyai Muhammad Khalil sendiri
pernah ditahan oleh kolonial Belanda karena dituduh melindungi beberapa pejuang
yang menjadi buronan penjajah Belanda. Pondok pesantrennya, dikenal sebagai
tempat persembunyian yang paling aman oleh para pejuang. Dan hal itu diketahui
oleh tentara penjajah Belanda. Hingga berakibat ditahannya Kiai Kholil lantaran
menyembunyikan para pejuang dan setelah tentara Penjajah Belanda menggeleda
pesantren Kiai Kholil, ternyata tidak menemukannya. Hal itu terjadi lantaran
karomah yang dimiliki KH Kholil menyelimuti para pejuang di pesantrennya.
Sehingga tidak terlihat oleh tentara penjajah Belanda.
Beberapa tokoh ulama
maupun tokoh-tokoh kebangsaana lainnya yang terlibat perjuangan kemerdekaan
Indonesia tidak sedikit yang mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil
al-Maduri. Menurut keterangan Kh.Ghozi,
dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil bersama kiai-kiai besar seperti Bisri
Syamsuri, Hasyim Asy'ari, Wahab Kasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon,
mengerahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu.
Hizib-hizib yang
mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan
lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu
bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak tinggi. Tak ketinggalan, Kiai Kholil
mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib
piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawanpun menjadi
lengah. Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kemerdekaan ganti
menyerang lawan yang kafir itu. "Hasilnya terbukti, dengan peralatan
sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi
sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaib itu, tak banyak
dipublikasikan, "papar Kiai Ghozi, cucu KH Wahab Kasbullah ini.
“Kesaktian” lain yang
dimiliki Kiai Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di
beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau
mengajar di pesantrennya. Saat sedang memberikan pelajaran kepada para
santrinya, tiba-tiba Kiai Kholil melakukan gerakan yang tidak ada hubungannya
tema ceramahnya. Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata.
“Beberapa saat kemudian baju dan sarung beliau basah kuyub," cerita KH
Ghozi.
Para santri heran.
Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngeloyor
pergi dan masuk rumah mengganti bajunya. Teka-teki itu baru terjawab setengah
bulan kemudian. Setelah ada seorang nelayan sowan ke Mbah Kholil. Dia
mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut beberapa
hari lalu, mendapat pertolongan dari Mbah Kholil yang saat itu juga sedang
melakukan ceramah pada santrinya. "Kedatangan nelayan itu membuka tabir.
Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai
untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah tersapu ombak besar dan
menghantam karang. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap ia bisa sampai
laut dan membantu si nelayan itu, "cerita KH Ghozi yang kini tinggal di
Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
Di antara sekian
banyak murid KH Muhammad Khalil al Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah
perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia adalah Kh Hasyim Asy'ari (pendiri
Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pendiri NU Ulama / NU) Kiyai Haji
Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); Kiyai
Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren Denanyar); Kiyai Haji Ma'shum
(pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali
Ma'shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang); dan
Kiyai Haji As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus,
Situbondo).@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar