Jurnalis Independen: Jokowi dituduh lakukan
pencitraan, Jokowi dihujat, Jokowi dibunuh, Jokowi mati lantaran banjir dan
macet di DKI. Entah sirik, meri dan akhirnya Jokowi dilarang blusukan. Itulah nada
yang terlontar dari banyak kalangan di Jakarta. Semuanya bermuara pada banjir
dan kemacetan yang ada sejak puluhan tahun lalu dan belum juga bisa teratasi
bahkan oleh Jokowi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta, Dani Anwar mendesak Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) lebih optimal dalam melakukan advokasi
terhadap warga korban banjir.
Menurut Dani, optimalisasi
advokasi korban banjir sangat dibutuhkan karena sebagian besar korban banjir di
DKI Jakarta belum mendapat bantuan makanan, tenaga medis dan lokasi-lokasi
penampungan yang lebih manusiawi.
"Masih banyak diantara
korban banjir di DKI Jakarta yang belum mendapat advokasi berupa bantuan
pemerintah DKI Jakarta berupa makanan, pelayanan kesehatan dan bahkan lokasi
penampungan yang lebih manusiawi," kata Dani Anwar, saat dihubungi JPNN,
Rabu (16/1).
Advokasi lanjut Dani, merupakan
hak warga dan menjadi satu kewajiban bagi Pemprov DKI Jakarta untuk
melakukannya secara optimal. Kalau advokasi dilakukan hanya sekedar basa-basi,
ini bisa menimbulkan masalah sosial baru lagi dari sisi hukum.
"Kalau terus-menerus
masyarakat dibiarkan sendiri dalam menghadapi masalah banjir, warga bisa saja
melakukan class action ke Pengadilan karena merasa tidak diurus secara layak
oleh Pemprov DKI Jakarta," tegas Dani Anwar.
Menurut Dani, untuk kepentingan
yang lebih luas, tindakan class action memang tidak akan menyelesaikan masalah.
Tapi kalau advokasi dari pihak Pemprov tidak optimal terhadap korban banjir,
maka class action dengan sendirinya menjadi sangat berarti.
"Tapi secara pribadi dan
anggota DPD dapil DKI Jakarta, saya lebih memilih untuk mendesak Pemprov
melakukan advokasi secara sungguh-sungguh sehingga masyarakat merasakan bahwa
memang ada pemerintah turut meringankan beban warga terkenan musibah
banjir," ujar Dani.
Jokowi
tak Usah Neko-neko, Disarankan Lanjutkan Konsep Foke
Sementara itu Ketua Departemen
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan DPP Partai Demokrat, Didik Mukriyanto
mengatakan Pemda DKI Jakarta harusnya sudah mempunyai hasil study komprehensif
dan paham cara mengatasi banjir yang rutin melanda Kota Jakarta.
Dengan hasil study komprehensif,
maka pemetaan masalah serta penanggulannganya, menurut Didik, tidak perlu
neko-neko lagi.
“Langkah yang diambil para
gubernur terdahulu sangat komprehensif dengan membangun banjir kanal timur dan
pembenahan kanal barat sebagai langkah strategisnya menuju Jakarta bebas
banjir. Sistem Polder yang diterapkan gubernur sebelum Jokowi juga bagian
penting dari integrasi solusi penanganangan banjir,” ujar Didik ketika
dihubungi wartawan, Rabu (16/1).
Dalam menangani pengendalian
banjir kiriman dan atau lokal, lanjut Didik, berkisar pada tiga hal saja yakni
mengurangi volume air yang lewat, memperbesar daya tampung alur sungai, dan
menurunkan potensi banjir lokal.
Caranya antara lain perbaikan
alur sungai, tanggul atau tembok banjir untuk menampung banjir dalam alur;
saluran pengelak banjir untuk membelokkan sebagian atau seluruh air dari alur
alami sungai; waduk penampung di hulu atau kolam retensi dan sistem Polder.
"Konsep tersebut di atas
bahkan sebagian dari rencana komprehensif itu sudah dilaksanakan oleh Fauzi
Bowo semasa jadi Gubernur DKI Jakarta. Harusnya karya besar Foke itu dijadikan
blue print oleh Jokowi untuk menangani banjir di DKI Jakarta," saran
Didik.
Banjir Kanal dan Sistem Polder,
lanjutnya, terbukti berkontribusi positif meminimalisir banjir. Akan lebih baik
bila Jokowi membuat solusi dan gerakan yang terintegrasi dengan program
sebelumnya sehingga mendatangkan manfaat besar buat Jakarta.
Kalau masalah Jakarta
diselesaikan secara instan dan case by case berdasarkan temuan blusukan Jokowi,
menurut Didik, seorang Jokowi akan kehabisan energi untuk mengatasinya.
Apalagi, lanjut dia, kalau
instanisasi itu tidak berbasis program/blue print yang tidak terintegratif maka
bisa dipastikan penataan Jakarta akan semakin jauh dari harapan sebagai kota
yang bebas banjir dan macet.
Secara teori, kata Didik,
pemetaan dan penanganan masalah harusnya didasarkan pada data dan dihitung
secara matematika sehingga kebijakan tidak berbasis kepada instanisasi solusi
yang akhirnya tujuan besar untuk menata Jakarta menjadi jauh dari harapan.
Adrinof:
Wajar Masyarakat Hujat Jokowi
Sisi lain pengamat kebijakan
publik dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago mengatakan yang
paling realistis dilakukan untuk mengatasi masalah Jakarta adalah memindahkan
pusat pemerintahan. Jakarta menurut Andrinof, tidak bisa berbenah jika pusat
pemerintahan masih ada di dalamnya.
“Saya mendukung berbagai upaya
untuk memindahkan ibukota, karena itu yang paling realistis untuk dilaksanakan
guna mengatasi masalah Jakarta. Tanpa dipindahkan maka masalah Jakarta tidak
akan bisa diselesaikan. Bagaimana mungkin berbenah dengan benar sementara
kegiatan masih terus berlangsung. Ini harus jadi prioritas jangka panjang,”
kata Andrinof, Rabu (16/1) .
Untuk program jangka menengah
menurut Andrinof, Jokowi harus segera mengindentifikasi masalah dengan sistemik
karena selama ini identifikasi masalah Jakarta belum benar-benar mendalam.
”Identifikasi dan laksanakan langsung programnya jangan ditunda jika memang
anggaran sudah disetujui,” tegas dia.
Di saat Jakarta sedang mengalami
banjir ini, saran dia, Jokowi harus benar-benar mampu membantu para korban
banjir. ”Para korban banjir harus benar-benar diperhatikan seperti kesehatan,
makanan dan juga obat-obatan. Ini tidak bisa ditunda dan harus segera
dilaksanakan,” imbuhnya.
Soal banyaknya warga masyarakat
termasuk yang telah memilihnya kecewa dengan Jokowi lantaran dianggap belum
bisa melakukan terobosan, Andrinof menganggap wajar karena memang kondisi
masyarakat sedang stres akibat banjir dan macet yang menggila.
“Saya rasa wajar saja, jika
masyarakat menghujat Jokowi, mereka stress sehingga melimpahkan kekesalan pada
Jokowi. Tapi kita juga harus ingat bahwa tidak semua kritikan itu harus diambil
hati karena banyak juga kritik yang tidak realistis. Seperti menghilangkan
banjir jelas itu kritikan yang tidak realistis, tapi kalau masalah pembangunan
situ untuk menampung air tidak juga dilaksanakan padahal anggaran sudah
tersedia, maka itu (hujatan, red) realistis dan Jokowi harus merespon dengan
kerja,” tegasnya.
Mana
Terobosan Jokowi?
Nada sedikit membela dari wakil ketua DPR Priyo Budi Santoso pada Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo mungkin cukup melegakan. Priyo percaya, jokowi mampu
melakukan terobosan mengatasi banjir. Priyo meminta masyarakat menunggu saja
terobosan yang akan dilakukan mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, itu.
"Saya yakin akan ada
terobosan. Terobosannya apa, ya kita tunggu saja apakah Jokowi akan berhasil
menyelesaikan masalah menahun yang mendera Jakarta ini,” kata Priyo di Jakarta,
Rabu (16/1).
Priyo tak sependapat dengan Ketua
DPR Marzuki Alie terkait gagasan pemindahan ibukota dari Jakarta.
Menurutnya, yang realistis saat ini
adalah menata ibukota dan bukan memindahkannya.
"Lebih mungkin menata
ibukota daripada memindahkannya,” kata politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya Marzuki menyatakan
bahwa masalah Jakarta tidak mungkin bisa diselesaikan, siapapun gubernurnya.
Karenanya, ia mengusulkan lebih baik ibukota dipindahkan dari Jakarta.
Blusukan
Sudah tak Penting!
Anggota Komisi V DPR Marwan Jafar
mengaku prihatin masalah banjir yang mendera DKI Jakarta tak juga kunjung
teratasi.
Padahal, kata Marwan, masalah ini
sudah bertahun-tahun terjadi, bahkan sejak zaman Belanda. Namun, ia menyesalkan
sampai saat ini tidak ada jalan keluarnya.
"Oleh karena itu yang
dibutuhkan sekarang action bukan sekedar wacana. Blusukan sudah tidak penting
lagi," kata Marwan Jafar, yang phobi pada gaya blusukan Jokowi.
Dijelaskan Marwan, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah harus duduk bersama dan segera bertindak nyata.
"Harusnya duduk bersama, (berpikir) besok melakukan apa. Bukan zaman lagi
bahas renstra (rencana strategi). Blue print sudah ada, tinggal
pelaksanaan," kata Marwan.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa di DPR itu mendesak birokrasi yang berbelit-belit untuk penanganan
banjir harus dipangkas. "Kalau soal anggaran tidak ada persoalan. Kita
semua setuju untuk atasi banjir," katanya.
Marwan mengatakan, blue print,
renstra, perkumpulan gubernur Banten, gubernur Jawa Barat, dan gubernur Jakarta,
itu dari dulu sudah ada. Bahkan, kata dia, sejak zaman Sutiyoso, Fauzi Bowo
hal-hal seperti ini sudah pernah dilakukan.
"Yang belum pernah dilakukan
sampai hari ini adalah (berpikir) besok melakukan apa," katanya lagi.
Menurutnya, rencana-rencana baik
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang sudah ada harus dilakukan
segera. Misalnya, kata dia, untuk pengerukan kali Ciliwung apakah sudah
dilakukan atau belum dan solusi lain apakah sudah dijalankan atau belum.
"Nah, sekarang itu butuh
action, bukan rapat koordinasi, bukan wacana, bukan blusukan. Rakor jalan
terus, tapi banjir bukan makin berkurang, malah makin bertambah,"
sesalnya.
Dia mengatakan, sampai saat ini
tidak ada action nyata mengatasi banjir. "Oleh karena itu dibutuhkan
terobosan spektakuler dan revolusioner mengatasi banjir," ungkap Marwan.
Tegasnya, tidak penting lagi
mencari-cari pencitraan dalam kondisi seperti sekarang yang sudah parah ini.
"Pemerintah pusat, pemerintah daerah DKI tidak boleh berpaku tangan.
Segera lakukan action, lakukan tindakan ketimbang wacana," kata Marwan.
Selain banjir, Marwan juga
menegaskan, pemerintah harus segera action mengatasi kemacetan di ibukota.
"Di Jakarta ini macetnya luar biasa. Makin hari macetnya makin parah.
Harusnya berpikir besok lakukan apa, action biar tidak tambah ruwet,"
pungkasnya.@jpn/ji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar