Oleh: Aditya Nugroho
Jurnalis Independen: Zionisme awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan sekitarnya. Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat. Injil Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Jurnalis Independen: Zionisme awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan sekitarnya. Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat. Injil Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit
yang terletk di barat day Al-Quds (Yerusalem). Kaum Yahudi percaya, pada lokasi
tersebut, King Solomon (Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya
(haikalnya) dan menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut. Harta
tersebut bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem,
Godfroy de Bouillon mendirikan Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer
Ksatria Templar. Semua ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan
Shalahudin Al-Ayyubi (1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan
Paus Clement pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan
Lomas, di dalam bukunya “The Hiram Key” menulis bahwa mereka telah menemukan
sisa-sisa penggalian yang dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang
masih masuk dalam markasnya. Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan
selama berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus melakukan
penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu,
istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan
bagi orang-orang Yahudi Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina
dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral ini
menjadi begitu politis. Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai
gerakan politik bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina. Gagasan
Bernbaum didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah Palestina.
Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch Kalischer dengan getol
mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan kemungkinan-kemungkinannya.
Ide berawal dari Nathan Bernbaum
ini kemudian terus dimasak oleh tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana
aksi yang matang. Seorang Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk
menguasai Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan yang
memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi beberapa abad
silam. Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat dukungan dari sejumlah tokoh
kolonialis Barat merasa memiliki irisan kepentingan yang sama, yakni untuk
menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah
orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan daerah sekitarnya. Apalagi
keberadaan orang Yahudi di Eropa sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang
Kristen. Pada 1891 sejumlah pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim
telegram ke Istambul, ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu
Tanah palestina merupakan bagian dari kekuasaannya. Dengan penuh nada cemas,
para pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke wilayahnya
akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku
“Der Judenstaat” (1896) yang ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama
Theodore Hertzl. Buku itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya
pendirian ‘negara Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai
‘Bapak Zionisme Modern’. Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara
singkat bisa diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti:
“Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit, dipastikan
akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.” Sebuah kalimat yang
memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh dijalankan oleh gerakan
Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian melahirkan ide komunisme yang
menyatakan sebagai pejuang garda terdepan dalam membebaskan proletariat, dan
juga kapitalisme yang merupakan negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis
mengambil keuntungan dari pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa
sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan satu negara Yahudi di atas tanah
Palestina, maka mustahil dengan cara-cara demokratis. Bahkan Hertzl memberikan
resep jitu agar Tanah Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan
memenuhi tanah Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus dilakukan
seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran penyakit, pembukaan lahan
kerja di negara tetangga, dan sebagainya. Agar segala yang dilakukan gerakan
Zionisme bisa diterima oleh dunia internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi
seluruh dunia harus bisa memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu
undang-undang yang melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis,
“Kami akan mengeluarkan kaum tidak berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari
perbatasan dengan cara membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga,
dan bersamaan dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami.
Kedua proses itu harus dilakukan secara rahasia.”
Gerakan ini mengadakan kampanye
ke seluruh dunia. Kaum Yahudi mencetak buku-buku yang kelihatannya ilmiah yang
menyatakan jika sebenarnya Tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan
kepada bangsa Yahudi. Buku-buku ini disebar ke seluruh negeri. Bahkan kitab
suci orang Kristen pun diberi catatan kaki yang banyak yang seluruhnya
menjadikan ayat-ayat Injil sebagai dukungan bagi berdirinya negara Israel di
Palestina. Scofield adalah orang yang ditugaskan untuk memberi ribuan catatan
kaki pro-Zionistik di dalam Injil versi James yang menjadi Injilnya orang-orang
Barat. Berbagai kelompok kajian alkitab disusupi dan menjadikan orang-orang
Eropa yang tadinya memusuhi Yahudi kini menjadi banyak yang menjadi pendukung
negara Israel.
Di dalam masa-masa itulah Hertzl
menemui Sultan Abdul Hamid II sebagai Khalifah dari kekhalifahan Turki
Utsmaniyah (1876-1909). Dengan segala bujuk rayu, Hertzl berusaha agar Sultan
mengizinkan oarng-orang Yahudi mendirikan negara Israel di Palestina. Jika
Sultan bersedia, maka para pemilik modal Yahudi di seluruh Eropa akan
memulihkan kas keuangan Turki Utsmani yang sedang kosong. Namun Sultan menolak
mentah-mentah hal ini sehingga Zionis-Yahudi menghancurkan Turki Utsmaniyah
lewat seorang agen Yahudi dari Tsalonika bernama Mustafa Kamal Pasha.
Hertzl menggelar Kongres Zionis
Internasional I di Swiss sebagai upaya penyatuan sikap tokoh Zionis Dunia.
Salah satu hasil kongres berbunyi: “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah
Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang.”
Theodore Hertzl terpilih sebagai pimpinan gerakan ini dan menulis dalam buku
hariannya, “Kalau saya harus menyimpulkan apa hasil dari kongres Bassel itu dalam
satu kalimat pendek, yang sungguh tidak berani saya ungkapkan kepada
masyarakat, saya akan berkata: ‘Di Bassel saya menciptakan negara
Yahudi!’” Protocolat of Zion yang berisi
24 strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia juga disahkan menjadi agenda bersama.
Selain menghancurkan kekhalifahan
Turki Utsmani, Yahudi Internasional juga bekerja siang-malam mempersiapkan
segala hal untuk bisa mewujudkan cita-citanya. Pada 2 November 1917, Menlu
Inggris, Lord Arthur James Balfour, mengirim sebuah surat yang ditujukan kepada
Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk diteruskan kepada Federasi
Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan pemerintahan Inggris yang
telah menggelar rapat Kabinet tanggal 31 Oktober 1917, atas permintaan bangsa Yahudi
untuk bisa mendapatkan tanah Palestina. Saat itu, sebagian terbesar wilayah
Palestina masih berada di bawah Khilafah Turki Utsmani, hanya saja kekhalifahan
ini sudah diambang kehancuran. Batas-batas yang akan menjadi wilayah Palestina
telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot, 16 Mei 1916, antara
Inggris dan Prancis.
Kata-kata Deklarasi ini kemudian
digabungkan ke dalam perjanjian damai Sèvres dengan Turki Utsmani dan Mandat
untuk Palestina. Penyebutan Palestina sebagai satu-satunya nominator tempat
berdirinya negara Yahudi sebenarnya memiliki catatan yang panjang. Awalnya ada
sejumlah tempat yang dianggap bisa menjadi tempat berdirinya negara Yahudi di
Afrika dan Amerika Selatan, seperti Mozambique, Kongo, Afrika, Uganda, bahkan
Argentina dicalonkan pada 1897, Cyprus pada 1901, Sinai pada 1902, dan atas
usulan pemerintahan Inggris, Uganda diusulkan kembali pada 1903.
Penyebutan tempat-tempat tersebut
mendapat tentangan keras dari para Rabbi Yahudi Konservatif. Apa yang digalang
oleh Hertzl dan kelompok Zionisnya dianggap sebagai gerakan sekularis yang
menunggangi agama Yahudi. Bahkan dalam Kongres Para Rabbi di Philadelphia-AS,
pada akhir abad ke-19, salah satu putusannya adalah menentang adanya satu
negara Yahudi yang dipaksakan. Menurut kelompok Rabbi Konservatif ini, Zionisme
merupakan gerakan sekuler yang berlandaskan Talmud, sebuah kitab iblis, dan
bukan Taurat Musa. Bagi para Rabbi, negara Yahudi akan didirikan pada akhir
zaman, yakni ketika Sang Messias Yahudi muncul dan memimpin orang-orang Yahudi
untuk mendirikan negaranya di Palestina. Bagi kalangan Zionis, berdirinya
negara Yahudi tidak harus menunggu kedatangan Messias di akhir zaman, hal ini
malah harus dilakukan secepatnya guna menyambut datangnya Messias. Inilah titik
tolak perbedaan pandangan antara Yahudi Zionis dengan Yahudi Anti Zionis yang
sekarang ini salah satu kelompoknya adalah Neturei Karta dan juga International
Jews Anti Zionist (IJAN).
Dr. Chaim Weizmann, jurubicara
organisasi Zionisme di Inggris dan pendukung utama Zionisme merupakan seorang
pakar kimia yang berhasil mensintesiskan aseton melalui fermentasi. Aseton
diperlukan dalam menghasilkan cordite, bahan eksplosif yang sangat berguna
dalam semua persenjataan Inggris. Jerman diketahui telah memonopoli ramuan
aseton kunci, kalsium asetat. Tanpa kalsium asetat, Inggris tak bisa
menciptakan aseton dan tanpa aseton takkan ada cordite. Jadi, tanpa cordite,
Inggris saat itu mungkin akan kalah dalam Perang Dunia I. Sebab itu, Inggris
sangat berhutang budi pada Yahudi, khususnya kepada Weismann. Inilah mengapa
Inggris begitu mendukung kaum Yahudi untuk mendirikan negara di Palestina.
Pada 14 Mei 1948 Israel sebagai
sebuah negara dideklarasikan dan David Ben Gurion diangkat sebagai PM pertama.
PBB mensahkan negara Israel. Langkah PBB ini membuktikan kepada dunia jika
lembaga internasional tersebut mendukung penjajahan bangsa Palestina yang
dilakukan oleh Zionis Israel. Berdirinya Israel didahului upaya teror,
pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, pemilik sah atas Tanah
Suci tersebut.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar