H. Amin Aryoso, S.H.
Jurnalis Independen: Mengapa tulisan dan pidato-pidato
Bung Karno selalu diterbitkan ulang? Apakah isinya masih relevan dengan kondisi
sekarang, mengingat pidato-pidato itu sudah lama diucapkannya? Bukankah
ajarannya sudah ketinggalan zaman, terutama diukur dari cepatnya perubahan di
era informasi dan globalisasi dewasa ini? Apakah ini bukan berarti menyuruh
kita supaya berorientasi ke belakang dan bukan ke masa depan yang punya
perspektif?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu, diperlukan parameter tertentu. Tentu saja ilmu
pengetahuan tidak mengajar kita supaya berorientasi ke masa silam tapi selalu
mengatakan supaya berorientasi ke masa depan. Kita mempelajari sejarah memang
bukan dimaksudkan supaya kita selalu berorientasi ke belakang. Kita mempelajari
sejarah justru supaya kita bisa lebih arif melangkah ke depan.
Ada yang menganggap ajaran Bung
Karno adalah suatu yang sudah klasik. Klasik sama sekali bukan kuno atau
ketinggalan zaman dalam pengertian nilai. Karya-karya klasik dari Beethoven
atau Mozart misalnya, bahkan selalu dinikmati sebagai musik yang indah dan
abadi, dihasilkan tokoh-tokoh musik yang sangat berbakat.
Ajaran kitab-kitab suci yang
dibawa oleh para Nabi, meskipun sudah ribuan tahun usianya, ajarannya tetap
aktual di setiap zaman dan dianut oleh seluruh umat manusia di muka bumi.
Dalam ajaran Islam pengertian ini
lebih jelas lagi dengan mengacu kepada HadisNabi yang mengatakan : Apabila
seorang anak Adam meninggal, maka terputuslah untuknya pahala segala amalnya,
kecuali dalam 3 hal :
1. Sedekah jariah yang pernah
diamalkannya selagi ia hidup.
2. Ilmu yang pernah diajarkannya
dan tetap dimanfaatkan orang.
3. Anak-anak saleh yang
ditinggalkan dan selalu berdo’a untuk kedua orang tuanya.
Dalam Hadis ini jelas
dikategorikan bahwa ilmu yang terus dimanfaatkan adalah sesuatu yang senantiasa
mendapat ganjaran dari Tuhan sampai kapanpun. Membicarakan ajaran Bung Karno,
memang beliau bukan Nabi yang ajarannya bisa abadi, tapi beliau seorang genius
dan ajaran (ilmu) yang ditinggalkannya senantiasa bermanfaat, seperti halnya
banyak penemuan genius lainnya.
Kita ambil saja contoh Abraham
Lincoln, Presiden AS ke-16 (1860-1865) dengan pemikirannya yang agung
menghapuskan perbudakan dan memproklamasikan kemerdekaan semua budak di Amerika
Serikat. Ini adalah jasa abadi Lincoln yang tidak pernah dilupakan oleh rakyat
Amerika.
Bagaimana dengan Bung Karno?
Situasi kondisi Paska Proklamasi
Indonesia dipenuhi issue bahwa Republik Indonesia adalah bikinan Jepang dan
Bung Karno dituduh Kolaborator Jepang, demikian tuduhan Letnan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Dr. Van Mook.
Namun, seorang wartawan BBC
(Inggeris), Richard Straub, pada 22 September 1945 mendarat bersama-sama
tentara Inggeris yang mewakili Sekutu di Tanjung Priok, sebagai wartawan
perang, dibawah komando Jenderal Sir Philip Christison, berpandangan yang
diametral bertentangan dengan Dr. Van Mook.
Prof. Bernhard Dalam dalam
bukunya “Soekarno and the struggle for Indonesia independence”, merekam laporan
wartawan perang Richard Straub antara lain sbb:
Christison yang mendarat di Jawa
22 September 1945 dalam pernyataannya pertama mengatakan bahwa ia tidak akan
menghalau pemerintah Republik.
Pihak Inggris hanya mengharapkan
pemerintah Republik terus menyelenggarakan administrasi sipil di daerah-daerah
yang tidak di duduki oleh tentara Inggris. Pihak Inggris bermaksud untuk
bertemu dengan pemimpin-pemimpin golongan (Indonesia-Belanda), untuk memberikan
penjelasan lebih lanjut bahwa Christison akan mengusahakan agar
pemimpin-pemimpin Belanda dan Indonesia mau menghadiri satu Konperensi Meja
Bundar, yang ternyata di tolak mentah-mentah oleh Belanda.
Kiranya tak mungkin ada sangkalan
yang lebih jelas lagi terhadap prasangka Soekarno yang sudah berlangsung berpuluh-puluh
tahun terhadap Barat dan yang di saat-saat itu dengan cerdik ia sembunyikan dari
pada pernyataan Jenderal Inggris itu. Bung Karno mengatakan, orang-orang Inggris
itu ternyata tidak datang sebagai imperialis pemangsa seperti diperkirakan
semula, mereka bahkan mengatakan tidak bermaksud untuk mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia.
Tentara mereka hanya ditugaskan
untuk mengungsikan tawanan-tawanan perang, melucuti dan memulangkan
serdadu-serdadu Jepang dan memelihara ketertiban.
Bung Karno segera mengatakan
bahwa jika hanya itu tujuan mereka, rakyat Indonesia tidak akan merintangi
Sekutu dalam melakukan pekerjaan mereka.
Dalam waktu bersamaan, Soekarno
memberikan wawancara serupa maksudnya dengan apa yang diucapkannya itu, kepada
seorang wartawan perang Inggris, Richard Straub dari BBC London, yang kemudian
melaporkan dengan penuh antusiasme dalam siaran BBC 2 Oktober 1945
(sekembalinya wartawan itu dari Indonesia), bahwa “Lincoln” masih hidup di
Indonesia. Soekarno tidak disangsikan lagi adalah “Lincoln” itu, orang yang
paling baik di Indonesia telah menyatakan kepadanya, tiga setengah tahun ia
telah berhasil mendirikan sebuah Republik yang mencontoh Amerika Serikat, dan
yang berdasarkan demokrasi. Sekarang Indonesia hanya menantikan pengakuan dari
Amerika Serikat.
Yang dimaksud oleh Richard Straub
bahwa “Lincoln” masih hidup di Indonesia, ialah : Kalau Presiden Abraham
Lincoln telah berhasil menghapuskan perbudakan dan memproklamasikan
kemerdekaan semua budak di AS, juga di Indonesia Bung Karno telah berhasil
memerdekakan 70 juta rakyat Indonesia, penduduk waktu itu, seperti halnya
Lincoln.
Untuk menjelaskan mengapa
kata-kata Bung Karno begitu dikagumi di samping Proklamasinya, terletak pada
sepenggal kata-kata yang menghantarkan pembacaan teks Proklamasi bahwa :
“Sekarang tibalah saatnya kita
benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di tangan kita sendiri.
Bahwa hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangannya sendiri akan
dapat berdiri dengan kuatnya”. Sesudah itu teks proklamasi dibacakan yang
segera menjadikan 70 juta rakyat Indonesia waktu itu merdeka dari penjajahan
Belanda yang sudah berlangsung 350 tahun.
Namun sebelum itu, Bung Karno
juga sudah mempersembahkan sebuah tulisan monumental “Mencapai Indonesia
Merdeka” yang ditulisnya pada tahun 1932. Begitu buku tipis ini yang tidak
lebih dari 100 halaman beredar, langsung dinyatakan terlarang, dan dalam
penggeledahan dari rumah ke rumah, semua buku yang ditemukan dirampas, tuduhan
yang mungkin saja benar, karena tulisan itu dijadikan pedoman bagi rakyat
Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Sesudah buku tipis ini terbit,
Bung Karno ditangkap kembali dan diasingkan ke Endeh kemudian dipindah ke
Bengkulu, sampai Jepang datang mengusir Belanda dari Indonesia. Tiga setengah
tahun kemudian, Indonesia pun merdeka.
Tindakan Belanda melarang buku-buku
Bung Karno di tiru mentah-mentah oleh Orde Baru dalam rangka de-Soekarnoisasi,
di mana semua buku Bung Karno dimusnahkan dan dilarang beredar.
Itulah sebabnya Yayasan Kepada
Bangsaku merasa terpanggil untuk ikut menerbitkan kembali pilihan tulisan atau
pidato-pidato Bung Karno secara berkelanjutan, karena Bung Karno bukan saja
Proklamator Kemerdekaan tapi juga Bapak Bangsa dan Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia. Pemikirannya selalu memberikan inspirasi kepada setiap orang yang
mau berjuang untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih
kepada Dr. H. Roeslan Abdulgani yang telah mengizinkan kami menggunakan
dokumentasi pribadinya yang berisi naskah-naskah yang dimuat dalam buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar