Sunan
Kalijaga Duta Anti Peperangan
Jurnalis Independen: Rombongan
Sunan Kalijaga harus pandai-pandai memilih jalan. Kadangkala memutar kalau
dirasa perlu. Mereka sengaja menghindari tempat keramaian. Mereka lebih memilih
menerobos hutan belantara demi menjaga keamanan.
Dan, manakala mereka sudah tiba
di Blambangan, Sunan Kalijaga, menunjukkan statusnya. Dengan mengibarkan
bendera putih tanda gencatan senjata, dia memasuki kota Blambangan yang
mencekam.
Para prajurid Majapahit terkejut
melihat ada serombongan kecil orang-orang muslim memasuki kota Blambangan.
Mereka mengibarkan bendera putih. Mereka bukan tentara. Mereka tidak
bersenjata. Serta merta, kedatangan mereka dihadang oleh pasukan Majapahit. Dan
mereka tidak diperkenankan memasuki kota. Prajurid Majapahit, siap tempur.
Namun, Sunan Kalijaga menunjukkan
siapa dirinya. Dia meminta kepada kepala prajurid agar menyampaikan pesan
kepada Prabhu Brawijaya, bahwasanya dia, Raden Sahid atau Sunan Kalijaga,
datang sebagai duta dan mohon menghadap.
Ketegangan terjadi. Rombongan
kecil ini diujung tanduk. Nyawa mereka terancam. Namun mereka yakin Allah SWT
melindungi mereka. Selain itu, jika prajurit Majapahit terlatih mata bathinnya
oleh tempaan ajaran Shiva, tentu prajurid Majapahit bisa membedakan, mana musuh
dalam medan laga dan mana musuh dalam status duta. Mereka tidak akan berani
mencelakai seorang duta.
Ketegangan sedikit mencair
manakala ada pesan dari Sang Prabhu yang mengabulkan permohonan Sunan Kalijaga
untuk menghadap kepada beliau. Prabhu Brawijaya tahu bagaimana menghormati
seorang duta. Prabhu Brawijaya-pun tahu dari laporan para pasukan Sandhi
(Intelejen) bahwa Sunan Kalijaga bersama para pengikutnya, tidak ikut melakukan
penyerangan ke Majapahit.
Sunan Kalijaga beserta rombongan
bisa bernafas lega. Mereka segera menghadap Prabhu Brawijaya dengan pengawalan
yang sangat ketat sekali. Sembari memegang persenjataan lengkap dan siap
digunakan, para prajurid Bhayangkara menyambut kedatangan Sunan Kalijaga.
Mereka mengapitnya. Sunan Kalijaga diperkenankan masuk. Beberapa santrinya
disuruh menunggu diluar.
Prabhu Brawijaya, didampingi para
penasehat beliau yang terdiri dari para Pandhita Shiva dan Wiku Buddha, juga
Sabda Palon dan Naya Genggong, nampak telah menunggu kedatangan Sunan Kalijaga.
Begitu ada dihadapan Sang Prabhu, Sunan Kalijaga menghaturkan hormat.
Prabhu Brawijaya menanyakan
maksud kedatangan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mengatakan bahwa dia adalah
duta Raden Patah sekaligus Nyi Ageng Ampel. Sunan Kalijaga menceritakan
segalanya dari awal hingga akhir. Bahkan dia menceritakan pula kondisi
Majapahit. Prabhu Brawijaya meneteskan air mata mendengar banyak penduduk yang
harus meregang nyawa karena, mendengar Keraton megah kebanggaan Nusantara
dibumi hanguskan, mendengar tempat-tempat suci hancur rata dengan tanah.
Seluruh yang hadir merasa sedih,
marah, geram, semua bercampur aduk menjadi satu.
Dan manakala Sunan Kalijaga
mengahturkan tujuan sebenarnya dia menjadi duta, yaitu agar Prabhu Brawijaya
berkenan kembali memegang tampuk pemerintahan di Majapahit, seketika semua yang
hadir memincingkan mata.Seolah mendengarkan kalimat yang tidak bisa dicerna.
Prabhu Brawijaya tercenung.
Beliau meminta nasehat. Beberapa penasehat mengusulkan agar hal itu tidak
dilakukan, karena sama saja menerima suatu penghinaan. Dinasti Majapahit, bisa
kembali berkuasa hanya karena kebaikan hati orang-orang Islam. Tidak hanya itu
saja, wibawa Sang Prabhu akan jatuh dimata para pendukungnya. Tidak ada artinya
tahta yang diperoleh dari belas kasihan musuh. Masyarakat Majapahit akan
memandang rendah pemimpin mereka yang mau menerima tahta seperti itu. Selama
ini, Raja-Raja Majapahit, tidak pernah melakukan itu. Bila wibawa Sang Prabhu
telah jatuh, dengan sendirinya, para pengikut Sang Prabhu akan berani juga
bermain-main dengan Sang Prabhu kelak. Hukum tidak akan dipatuhi. Para
pembangkang akan muncul dimana-mana bak jamur tumbuh dimusim penghujan. Dan
lagi, apakah Sang Prabhu tidak malu menerima tahta dari anaknya sendiri?
Sebaiknya Sang Prabhu tidak
menerima tawaran itu.
Sang Prabhu menghela nafas …
Sunan Kalijaga mohon bicara.
Apabila memang Sang Prabhu tidak mau menerima tahta Majapahit dari tangan Raden
Patah, maka seyogyanya Sang Prabhu mempertimbangkan kembali jika hendak
mendapatkannya dengan jalan merebut. Sebab, bila hal itu sampai terjadi, tidak
bisa dibayangkan, tanah Jawa akan banjir darah. Dukungan kekuatan militer bagi
Sang Prabhu akan datang dari segenap pelosok Nusantara, tidak bakalan tanggung-tanggung
lagi. Jawa akan semakin membara bila seluruh Nusantara akan bangkit. Pembunuhan
yang lebih besar dan mengerikan akan terjadi.@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar