Jurnalis Independen: Penekanan, dorongan masyarakat kepada Pemerintah, Anggota Parlemen maupun penegak hukum di negeri ini telah memudar. Khususnya tuntutan kepada pelaku tindak korupsi di negeri ini.
Hingar bingar penuntutan hukuman mati terhadap koruptor, tidak saja sepi dilakukan oleh rakyat di seantero negeri bahkan para pegiat anti korupsi seakan juga melalaikan tugasnya.
Entah mengapa mereka menjadi loyo dan seakan tidak peduli lagi pada kasus yang menurut penulis merupakan sebuah tindak kejahatan paling menjijikan. Terlebih setelah penulis pada hari ini (Selasa, 15/9/2015), sempat mendatangi kantor pajak dikotanya dan menanyakan kewajiban pembayaran pajaknya yang tertunda.
Dari petugas pajak yang cantik itu, penulis mendapatkan gambaran betapa sulitnya seseorang wajib pajak menggelapkan sumber pendapatan sekaligus kekayaan yang dimilikinya dari petugas pajak. Anehnya, di negeri ini ternyata masih banyak warga negara yang mampu menyembunyikan kekayaannya entah didapat dengan cara legal atau tidak dari kejaran petugas pajak negara.
Sementara itu, bagi golongan masyarakat seperti penulis yang memiliki pendapatan dari perdagangan tingkat gurem, yang paling banter beromzet Rp 200 jutaan setahun, tidak mungkin bisa mengelak dari kejaran pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Bagi penulis dan warga lainnya di negeri ini, omzet sebesar itu bukanlah hasil bersih. Padahal itupun sudah disunat sana sini. Namun tanggungan pajak yang harus dibayar menjadi beban bagi warga yang memiliki usaha seperti penulis.
Bayangkan saja, jika pajak yang dikumpulkan dari banyak warga berstatus seperti penulis yang bukan pegawai negeri, TNI, swasta pabrikan, kantoran maupun pengusaha menengah yang gampang mendapatkan pinjaman dari Bank, kemudian dikorupsi, dihambur-hamburkan oleh pejabat pemerintah dan andahannya, tentu saja hati kita menjadi panas, kepala kita serasa meledak lantaran tindakan pejabat yang kejam itu.
Kekejaman koruptor dan pengambur kekayaan negara yang sebagiannya di dapat dari memungut pajak pada warga miskin seperti penulis, jelas tidak bisa ditolelir dengan cara apapun.
Para koruptor seperti Gayus Tambunan, Joko Susilo dan sederet nama pejabat dari berbagai institusi, departemen dan seluruh bidang yang berhubungan dengan pemerintahan dan keuangan negara tidak bersungguh-sungguh membasmi korupsi, maka layak bagi mereka mendapat julukan sebagai "manusia iblis" yang layak dimusnahkan.
Karenanya, penulis menghimbau kepada Penegak Hukum, Pemerintah, Anggota Parlemen, Aktivis, Mahasiswa dan masyarakat untuk mendorong, menggodok dan memberlakukan produk hukuman mati bagi koruptor di negeri ini. Jika tidak segera dibuat dan dilaksanakan hukuman mati bagi para koruptor dan penghambur uang negara dalam waktu dekat, negara ini cepat atau lambat akan hancur oleh kerusuhan sosial yang bengis.
Akhirnya, penulis dengan segala resiko mengatakan disini, agar Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya segera merumuskan dan melaksanakan hukuman mati kepada kepada pelaku tindak kejahatan korupsi dan penghambur uang/kekayaan negara.
Mungkin pembaca bertanya dalam hati. Mengapa penulis memerintahkan Pemerntah dan Presiden Joko Widodo harus segera memberlakukan hukuman mati pelaku tindak pidana korupsi?
Jawabanya adalah, sebab salah satu sumber keuangan negara adalah berasal dari orang seperti penulis yang harus membayarkan pajak dari penghasilan yang sudah dimanipulasi dan dikorupsi oleh para koruptor yang nota bane adalah pegawai pemerintah dan orang-orang yang memiliki akses pada oknum pegawai pemerintah yang ada di tingkat pusat hingga daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar