Jumat, 18 September 2015

Debat Gaji dan Tunjangan Anggota Parlemen Disaat Krisis Antara Tokoh KIH, KMP dan Presiden RI Joko Widodo

Jurnalis Independen: Disaat masyarakat mengalami krisi berat lantaran melonjaknya harga rupiah atas dollar Amerika Serikat, kalangan parlemen dari kelompok Koalisi Merah  Putih(KMP) justru malah mengajukan kenaikan gaji dan tunjangan.
Banyak alasan dilontarkan oleh anggota parlemen guna menggolkan keinginannya agar gaji dan tunjangan yang diterimanya bisa dinaikkan. Sebaliknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru mengaku malu dan tak etis untuk menerima kenaikan gaji dan tunjangan di tengah-tengah lesunya ekonomi.

Presiden Jokowi tertawa sinis atas ajuan anggota DPR RI terkait kemaruk uang rakyat tanpa melihat, merasakan perasaan rakyat disaat mengalamai kesulitan ekonomi akibat dari kenaikan dollar.
 
"Ha..ha..ha.. Jangan aneh-aneh lah wong ekonomi melambat kayak gini, urusan gaji, tunjangan, malu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/9) lalu.

Dalam kesempatan itu pula, orang nomor satu di Indonesia ini tak mau berkomentar soal kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Dia mengaku tidak tahu menahu jika Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro telah menyetujui kenaikan gaji dan tunjangan tersebut.

"Ya, urusan yang di sana (Menkeu). Jadi, tanyakan langsung ke Menkeu, saya enggak tahu menahu," ujar Presiden Jokowi.

Sebelumnya, sejumlah wakil rakyat di Parlemen mendesak kenaikan tunjangnya. Mereka seakan cuek dengan kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengalami krisis ekonomi, serta mata uang rupiah kian hari terus melemah.

Berikut beberapa alasan tokoh-tokoh KMP agar gaji dan tunjangannya dinaikkan. Padahal tokoh-tokoh itu yang selama ini mengaku menjadi pembela rakyat dan ingin menyelamatkan negara agar tidak di presideni Joko Widodo.

Salah satu tokoh yang pernah tergabung di KMP adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fahri beralasan bahwa tunjangan bagi tiap anggota DPR masih belum mencukupi untuk menopang kinerja tiap anggota. Fahri yang pernah menyebut Jokowi tidaklayak memimpin negeri ini berkilah bahwa APBN tahun 2015 dari total keseluruhan anggaran sebesar Rp 2039,5 triliun, DPR hanya mendapatkan sekitar Rp 4 triliun.

Dia kemudian membandingkan tunjangan yang diberikan negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kata dia, 'hanya' memiliki lima pimpinan namun diberikan tunjangan melimpah.

"Menurut saya saat ini, tunjangan yang diberikan kepada DPR RI masih jauh dari memuaskan. Jadi presentasenya kira-kira 0,00191 persen. Nah inilah yang diributkan. Setiap hari, setiap kasus, soal tunjangan, soal parfum, soal kunjungan ke Amerika, itulah yang 0,00191 persen itu. Sedangkan KPK yang penyidiknya cuma 5 orang Rp 1 triliun. DPR 560 orang, DPD 132 orang ini dipilih oleh rakyat. Jadi kalau dipilih rakyat punya kewenangan lebih besar ini karena kedaulatan rakyat," kata Fahri.

Tantowi Yahya yang memiliki jabatan sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, juga berkeras meminta kenaikan tunjangan guna menyesuaikan kenaikan harga barang-barang pokok yang melonjak saat ini.

"Kenaikan tunjangan diharapkan bisa menutup kenaikan harga barang, dolar naik melonjak tak terkendali, mengakibatkan kebutuhan-kebutuhan pokok, biaya transportasi mengalami kenaikan, sehingga seluruh komponen gaji itu perlu disesuaikan," kata Kader Golkar itu.

"Jadi tidak hanya anggota DPR, semuanya naik, gaji pembantu saya juga naik kok, dia naek motor atau naik transportasi dari rumahnya ke tempat saya, sekarang sudah tidak sama harganya, sehingga mau tidak mau, supir saya, pembantu saya harus disesuaikan. Jadi tidak dinaikkan. Tapi ini penyesuaian," simpulnya.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyebut kenaikan tunjangan tidak hanya terjadi di DPR. Melainkan, ia mengklaim seluruh institusi juga mendapatkan kenaikan tunjangan tahun 2016 nanti.

"Sebetulnya gini, tunjangan gaji kehormatan dan jabatan itu kan setiap institusi disesuaikan, kami sudah konfirmasi ke Menteri Keuangan terkait kenaikan tunjangan itu dan ternyata tidak hanya DPR saja," kata Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/9).

Taufik menyatakan setidaknya ada 3 parameter yang diambil terkait kenaikan tunjangan bagi setiap pejabat, yaitu inflasi, parameter ekonomi dan daya beli masyarakat. Dari tiga parameter tersebut, kata dia, yang menjadi alasan mengapa tunjangan menjadi dinaikkan.

Meski demikian, dia menilai, ada baiknya tunjangan bagi tiap pejabat tersebut dikoreksi. Dia menyoroti gaji dan tunjangan yang dimiliki oleh direksi BUMN yang selangit. Sehingga, gaji dan tunjangan direksi BUMN tidak melampaui gaji dan tunjangan lebih tinggi dari yang didapat oleh Presiden sebagai Kepala Negara.

"Perlu diluruskan bagaimana direksi BUMN bisa gajinya selangit, belum lagi kalau BUMN merugi, nah itu kenapa masih tinggi, itu yang harus dicover, jangan sampai itu nanti jadi posisi membuat situasi jadi nggak logis, jangan sampai sekelas BUMN (gaji dan tunjangannya) di atas Presiden," terang dia.

Lantaran itu, dia meminta semua pihak tidak hanya menyoroti kenaikan tunjangan bagi tiap Anggota DPR. Melainkan, lebih menyoroti kenaikan gaji dan tunjangan para direksi BUMN.

Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) meminta penambahan anggaran tunjangan kerja sebesar Rp 1,1 triliun. DPR beralasan, kenaikan dilakukan karena inflasi yang terjadi setiap tahunnya.

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Irma Suryani akhirnya  menjelaskan terkait tuntutan dari anggota DPR RI tersebut.

"Memang ada permintaan dari BURT ke Pemerintah untuk perbaikan tunjangan anggota DPR," kata Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Irma Suryani, Selasa kemarin(15/9/2015).

Politikus Partai NasDem ini mengungkapkan, Kementerian Keuangan melalui surat Nomor S-520/MK.02/2015 telah menyetujui kenaikan anggaran tersebut, meskipun angkanya di bawah usulan DPR.

Irma mengklaim, kenaikan tunjangan ini dibutuhkan karena inflasi yang terjadi setiap tahun. Terlebih, tunjangan anggota DPR tak pernah naik selama 10 tahun belakangan. Namun, ia enggan membeberkan berapa jumlah kenaikan anggaran tunjangan anggota DPR yang disetujui oleh Menteri Keuangan.

"Informasi dari kawan mantan anggota DPR RI, sudah hampir 2 periode tunjangan Anggota Parlemen tidak dinaikkan," tukasnya.

Namun demikian, tidak sedikit anggota DPR RI, khususnya mantan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang menolak kenaikan tunjangan ini dengan alasan kondisi negara sedang krisis ekonomi. Namun, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Tantowi Yahya dan Taufik Kurniawan tetap berdalih agar tunjangan harus dinaikkan.

Bagaimana? Pembaca masih rela diparlemeni manusia model seperti kelompok KMP yang terus berkoar-koar menjelekkan pemerintahan JKJKW? Apalagi banyak  anggota parlemen lulusan KMP yang mendatangi dan mendukung Donald Trump yang sedang mencalonkan diri menjadi Presiden Amerika Serikat menggantikan Barack Obama?

Tidak ada komentar: