Jurnalis Indonesia: Pemerintahan Presiden Joko Widodo -Jusuf Kalla m,emanmg harsuberjibaku dalam semua lini guna memperbaiki selain keadaan ekonomi bangsa kondisi politik dalam negeri terutama dengan kawasan dua propinsi Pulau Irian Barat yang sekarang berganti nama menjadi Papua Barat.
Di negara-negara kepulauan kecil kawasan Samudera Pasifik berpenduduk mayoritas ras Melanesia, tersimpan kekuatan besar mendorong kemerdekaan Papua dari Republik Indonesia. Negara yang namanya kurang akrab buat penduduk di Tanah Air, contohnya Vanuatu, secara tegas mendukung kemerdekaan Papua Barat.
Pada 4 Maret 2014, Perdana Menteri Vanuatu Moana Carcasses Katokai Kalosil di hadapan Sidang Tingkat Tinggi HAM PBB ke-25, mendesak komunitas internasional mendukung kemerdakaan rakyat Papua yang kini sebatas menjadi rakyat dua provinsi di Indonesia.
Bagi kebanyakan penduduk Indonesia di wilayah Barat yang lebih sejahtera, wacana kemerdekaan Papua selalu dianggap makar. Namun penduduk negara-negara Pasifik yang sama-sama bangsa Melanesia, meyakini rakyat Papua selama hampir 50 tahun ditindas oleh rezim Jakarta. Marak pula kampanye bahwa Pepera 1969 yang membuat Papua menjadi provinsi ke-26 RI penuh manipulasi.
Mengingat semua fakta itu, akhir Juni lalu pemerintah RI melakukan manuver politik mengejutkan. Yakni bergabung dengan Komunitas Negara Melanesia (MSG). Organisasi ini terdiri atas Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, serta Kaledonia Baru.
Bendera Papua merdeka berkibar sejajar dengan bendera anggota MSG. ©2015 Daniel Randongkir/Facebook
Bendera Papua merdeka berkibar sejajar dengan bendera anggota MSG. ©2015 Daniel Randongkir/Facebook
Selain negara-negara itu, di MSG bercokol United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai peninjau. ULMWP adalah lembaga swadaya yang secara tegas memperjuangkan kemerdekaan dua provinsi Papua yang berada di bawah kendali Jakarta.
Kementerian Luar Negeri secara implisit mengakui langkah bergabung dengan MSG, merupakan strategi menghambat wacana dukungan bagi Papua merdeka di kalangan negara-negara sekitar Pasifik.
Juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir dua hari lalu, menyatakan diterimanya RI sebagai anggota MSG menandakan akan ada stabilitas politik di Papua. Indonesia pun disebutnya berkepentingan masuk MSG, karena ada 11 juta WNI dari ras Melanesia, seperti di Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT.
Lebih dari itu, dalam statuta MSG tertulis organisasi ini tidak akan ikut campur dengan masalah internal negara anggotanya. "Pernyataan jelas, bahwa mereka menghormati kadaulatan RI terhadap Papua," kata jubir yang akrab disapa Tata itu.
Selain manfaat politik, melibatkan diri dalam organisasi negara Melanesia bisa menggenjot perekonomian. Tata optimis ketika kawasan Papua dan sekitarnya semakin sejahtera, maka semua pihak akan memperoleh keuntungan. Salah satu kerja sama konkret yang akan dilakukan segera adalah menjual listrik dari Indonesia ke Papua Nugini.
"Kita bisa meningkatkan konektivitas dengan negara di Pasifik, lalu kita juga bisa buka akses lebih besar dengan negara-negara di timur Indonesia," ungkapnya.
Keputusan menerima Indonesia menjadi anggota MSG diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill. Dia menyatakan membahas isu tersebut secara kolektif bersama negara anggota lainnya, mengingat Indonesia dapat memberi manfaat ekonomi bagi negara-negara kawasan Pasifik.
"Kami menantikan pembicaraan yang lebih mendalam dengan Indonesia, dalam semangat kekeluargaan regional," kata O'Neill seperti dilansir Solomon Star (27/6).
Disebut-sebut, Indonesia dan ULMWP bersamaan mengajukan permintaan menjadi anggota kepada MSG. Tapi pada akhirnya...?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar