Minggu, 31 Mei 2015

Sabda Raja Yogya Jadi Tsunami

Jurnalis Independen: Yogyakarta: Penentangan kerabat keraton Yogyakarta terhadap sabda dan dhawuh raja oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X kian kencang.
Cucu Sultan Hamengku Buwono VIII, Raden Mas Triheru, menyatakan kedua sabda tersebut merupakan bentuk kudeta yang dilakukan oleh Sultan sendiri. “Ngarso Dalem mengkudeta diri sendiri,” kata dia dalam pertemuan trah keraton di Ndalem Yudhanegaran Yogyakarta, 28 Mei lalu.

Sebab, menurut Triheru, bila nantinya yang naik takhta adalah Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, yang belakangan berganti namanya menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, “Dinasti Hamengku Buwono hancur,” ujarnya dalam pertemuan yang dihadiri oleh trah Hamengku Buwono I-IX tersebut.

Menurut Triheru, ketika Mangkubumi bertakhta, dinasti Hamengku Buwono yang merupakan hasil dari perjanjian Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring akan berganti menjadi dinasti Wironegoro, yang diambil dari nama suami Mangkubumi, yaitu Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Wironegoro.  “Dikudeta sekaligus keratonnya diambil. Apa rela?” ujar Triheru, yang merupakan anak almarhum Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Benawa.

Triheru menawarkan opsi kepada Sultan. Pertama, apabila Sultan tetap ingin bertakhta, dua sabda tersebut, termasuk Sabdatama, pada 6 Maret lalu harus dicabut. Kedua, Sultan dipersilakan untuk mandhita alias mundur dan menjadi pandhita. Langkah tersebut pernah dilakukan Sultan Hamengku Buwono VII setelah Hamengku Buwono VIII bertakhta, yang kemudian tinggal di pesanggrahan Ambarukmo hingga akhir hayatnya. “Kalau tetap mau jumeneng dengan gelar seperti itu, ya silakan bangun keraton sendiri saja,” kata Triheru.

Surat ke Presiden

Ketua Trah Hamengku Buwono I-IX se-Jabodetabek, Raden Mas Isnoor Haryanto, mengusulkan agar trah Hamengku Buwono segera mengirim surat kepada Presiden, Menteri Dalam Negeri, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta. “Untuk mageri (membentengi) dulu, biar enggak ditembusi (dari pihak Sultan). Ini kan sudah politik praktis,” ujarnya.

Cucu Hamengku Buwono VIII dari GBPH Hadiwidjojo, yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Poerbokusumo, meminta Sultan mengembalikan persoalan tersebut kepada penerus dinasti Hamengku Buwono, mengingat Sultan Hamengku Buwono X diangkat menjadi sultan berdasarkan musyawarah mufakat keluarga besar Hamengku Buwono IX.

GBPH Prabukusumo mengatakan pertemuan tersebut akan dilanjutkan pada hari ini. Pertemuan yang dihadiri oleh keluarga besar Hamengku Buwono minus Sultan tersebut akan menyusun sikap atas sabda dan dhawuh raja. “Biar cepat selesai, sikap kami seperti apa, Sultan harus bersikap bagaimana,” kata Prabukusumo.

Sultan, yang ditunggu di Kepatihan untuk dimintai konfirmasi, meninggalkan kantor melalui gerbang lain. Sedangkan istrinya, GKR Hemas, yang hadir dalam acara Pelantikan Pengurus Dharma Wanita DIY di Gedung Pracimosono kompleks Kepatihan, menolak berkomentar. “Saya tidak akan ngomong apa pun, enggak ada tanggapan,” kata Hemas, sembari masuk ke mobil.

Tidak ada komentar: