Selasa, 19 Mei 2015

Petral Tamat, SBY,Cendana dan Anteknya "Kumat"

Merdeka.com - PT Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral akhirnya resmi dibubarkan setelah hampir satu dekade beragam cara dilakukan untuk membubarkan anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut. Pemerintahan Jokowi-JK melalui Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto memutuskan melikuidasi perusahaan yang disebut-sebut sarang mafia migas itu.


"Reputasi Petral sejak dulu lekat dengan persepsi negatif," kata Sudirman Said.

Dia memberikan sinyal bahwa keputusan ini sesuai arahan Presiden Jokowi yang disebut-sebut sudah setuju Petral dibubarkan.

"Kata presiden, masa lalu harus diputus," ucapnya.

Kemarin, Menteri ESDM SUdirman Said dan mantan ketua tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri blak-blakan soal panjangnya jalan menuju pembubaran Petral. Termasuk di dalamnya ada kekuatan besar yang mencoba 'melindungi' Petral.

Wacana pembubaran Petral muncul pertama kali pada 2006, di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, perusahaan yang bermarkas di Singapura tersebut rencananya akan digantikan oleh Integrated Supply Chain (ISC) yang dikomandoi Sudirman Said. Namun rencana itu tak berhasil karena 'kuatnya' Petral. Bahkan Sudirman Said harus menerima pil pahit, dipecat pada 2009.

Percobaan pembubaran Petral kembali muncul di era kepemimpinan Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN. Pada 2012 Dahlan menggulirkan kembali wacana pembubaran Petral karena disinyalir tempat tumbuh suburnya praktik mafia migas. Ini terkait temuan indikasi korupsi dan permainan kotor sejumlah oknum dalam impor minyak. Namun hingga lengser dari jabatannya, Dahlan gagal membubarkan Petral.

Faisal Basri dan Sudirman Said buka-bukaan soal perbedaan kondisi pembubaran petral antara era SBY dan Jokowi. Faisal justru terang-terangan memberikan sinyal bahwa pemerintahan SBY melindungi Petral dari pelbagai upaya pembubaran.
Dahlan tiga kali dipanggil SBY
Merdeka.com - Upaya membubarkan Petral sudah lama diwacanakan, namun selalu gagal. Saat 2006 sempat direncanakan membubarkan Petral, namun gagal. Hal serupa juga terjadi saat Dahlan Iskan memimpin Kementerian BUMN.

Tidak heran jika selama ini upaya membubarkan Petral selalu menemui jalan buntu. Banyak usulan perbaikan yang 'mati' di tingkat pemangku kepentingan.

"Dulu Pak Dahlan mau bubarkan Petral, tapi ada kekuatan besar. Yang ada Pak Dahlan bilang, tiga kali dipanggil SBY (Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono)," ujar Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam diskusi bertajuk Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, IJTI, dan Sewatama di Jakarta, Minggu (17/5).

Atasan Dahlan bikin Petral sulit dibubarkan
Merdeka.com - Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengaku masih bingung memberikan rekomendasi terkait keberadaan anak usaha Pertamina yaitu Petral. Faisal bahkan sempat bertemu mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan terkait kerumitan persoalan tersebut.

Pengakuan Dahlan dari hasil pertemuan yang dilakukan di Aceh tersebut adalah, National Oil Company (NOC) Indonesia tidak sebaik lainnya. Dahlan dulu bahkan telah berniat menghentikan operasional Petral.

Namun, pembubaran Petral tidak mudah karena adanya pengamanan dari 'atasan' Dahlan. "Tapi kenapa susah dihentikan, karena ada langit (atasan) di atas Pak Dahlan," kata Faisal di Jakarta, Rabu (24/12).

Ketika dikorek lebih jauh siapa langit yang dimaksud, Faisal ogah menyebutkan secara pasti. Namun, dia menegaskan bahwa 'langit' tersebut merupakan atasan Dahlan saat menjabat sebagai menteri. "Ya atasannya Pak Dahlan, siapa?" ungkapnya.

Di era Jokowi, enteng bubarkan Petral
Merdeka.com - Setelah rezim pemerintahan SBY lengser, jalan pembubaran PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) semakin terang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai pembubaran Petral bukan perkara berat. Pihaknya merasa tidak ada yang perlu ditakutkan dari perusahaan yang disebut-sebut sebagai sarang mafia migas.

Sudirman blak-blakan menyebut Petral diisi segelintir orang yang cuma bisa menyuap para pejabat untuk memuluskan aksi mereka. Karena itu pemerintah tidak merasa kerepotan membubarkan Peral.

"Selebihnya tidak luar biasa. Enteng-enteng saja. Yang perlu benahi ini adalah regulasi yang benar. Modalnya hanya kemampuan dan ketegasan sistem. Ini sesuatu yang sederhana," ujar Sudirman Said dalam diskusi Energi Kita yang digelar merdeka.com, RRI, IJTI dan Sewatama di restoran bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/5).

Bisa dibawa ke ranah hukum
Merdeka.com - Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan, sejak awal Presiden Jokowi memberi perhatian khusus pada Petral lantaran reputasi perusahaan tersebut sarat dengan praktik-praktik yang tidak transparan di masa lalu. Karena itu Jokowi meminta menteri ESDM dan menteri BUMN melakukan audit investigasi pada Petral.

Investigasi diperlukan sebagai cara menghilangkan berbagai spekulasi mengenai keberadaan mafia migas yang selama ini menyelimuti Petral. Jika perlu ditindaklanjuti, kepala negara berpesan untuk diselesaikan secara hukum.

"Begitu diinvestigasi maka semuanya jadi jelas, terang benderang, mana yang baik, buruk, salah. Dan kalau memang ada potensi pelanggaran hukum ya jangan ragu-ragu dibawa ke ranah hukum, setelah diinvestigasi," imbuhnya.

Tidak ada komentar: