Minggu, 17 Mei 2015

Politisi Busuk di Sarang Pemerintahan Jokowi

Jurnalis Independen: Beberapa ketegasan hukum yang tidak pernah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia(RI) sebelumnya, dilakukan oleh Pemerintahan ke Tujuh RI, Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Ada banyak program merupakan kelanjutan dari kebijakan pemerintah sebelumnya. Tetapi beberapa program gres dari pemerintah Jokowi menuai pro kontra. Tarik ulur, tidak hanya datang dari kalangan publik dalam negeri bahkan publik manca negara mengecam kebijakan baru Jokowi. Selain itu, juga tidak sedikit program pemerintah Jokowi mengalami penjegalan dari lawan politik, penyamun politik bahkan oleh kelompok mafia.

Beberapa kebijakan yang belum pernah dilakukan "mendiang" pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarnoputri, Abdrrahman Wahid bahkan Presiden Soeharto dilakukan oleh Pemerintah Jokowi-JK. Antara lain, pengeksekusian terhukum mati kasus narkotika, pembubaran Trading BBM dan penenggelaman Kapal Ilegal Fishing.

Pemerintahan SBY, tidak berani melakukan putusan hukuman mati, bahkan memberikan grasi pada terhukum mati kasus narkotika merupakan perbandingan terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi. Hal itu sekaligus menunjukkan ketegasan serta perlindungan generasi anak bangsa dari genocid yang dilakukan kartel narkoba internasional.

Masyarakat Indonesia tentu maklum, mengapa "mendiang" Presiden SBY dan presiden lainnya tidak berani melakukan eksekusi hukuman mati itu. Selain kritik, tekanan bahkan ancaman atas pelaksanaan hukuman mati itu adalah pemutusan hubungan politik internasional menjadi taruhannya.

Keberanian dan ketegasan Pemerintahan Jokowi-Jk dalam mengeksekusi mati penjahat narkotika, penenggelaman kapal pencurian ikan di kawasan perairan laut Indonesia serta pembubaran kartel Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu Petral yang tak pernah tersentuh oleh pemerintah sebelumnya termasuk SBY, layak mendapat catatan sebagai tinta emas bagi perjalanan sejarah penegakan hukum di negeri ini.

Sementara kebijakan penghapusan subsidi yang dinilai banyak menyengsarakan rakyat, banyak menuai kecaman, kritikan bahkan "menghilangkan" popularitas Jokowi-Jk. Hebatnya, Jokowi-JK bukanlah sosok presiden/wakil presiden  yang gandrung dengan pencitraan maupun pemimpin yang haus popularitas.

Harus diakui, terkait pembubaran Petral, Pemerintah Jokowi-Jk layak mendapatkan apresiasi  sebagai pemimpin yang tidak takut akan berbagai bentuk tekanan demi menyelamatkan kekayaan yang seharusnya menjadi dan dinikmati rakyat Indonesia.

Penyelamatan kekayaan laut Indonesia, juga didapat dari ketegasan penenggelaman kapal pencuri ikan dan kekayaan laut lainnya yang banyak dilakukan oleh negara tetangga diperairan wilayah Indonesia. Tentu saja kebijakan penenggelaman kapal tidak terlepas dari Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pujiastuti.    

Menteri Susi Pudjiastuti bahkan dalam akun twitternya mengatakan jika ada orang yang mau memberikan sejumlah uang hingga Rp 5 triliun jika dirinya mau mengundurkan diri sebagai Menteri Kelautan.

Hal tersebut diatas mengindikasikan jika kerja Menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi berdampak positif dan sangat para pelanggar hukumdan sebaliknya menguntungkan rakyat dan bangsa Indonesia di masa akan datang.

Sayangnya, masih banyak kalangan tertentu yang merasa tidak puas dan menganggap kerja Pemerintah Jokowi belum berdampak positif dan menguntungkan bagi rakyat.  Terlebih bagi lawan politik Jokowi. Fakta yang ada justru di putarbalikan.

Tidak berhenti pada pemutarbalikan fakta. Politisi busuk, "Politisi Penyamun" dan gembong-gembong mafia melakukan persekongkolan penjegalan jalannya pemerintahan Jokow-JK. Mereka juga masuk dalam sistem pemerintahan Jokowi dengan duduk di dalam kabinet atas rekomendasi Politisi Penyamun.

Para gembong mafia yang selama ini leluasa menikmati menikmati hasil kekayaan anak negeri dengan melakukan persekongkolan dengan "penguasa korup" menjadi belingsatan lantaran kepentingannya terpangkas oleh sistem kebijakan yang diterapkan presiden Jokowi.

Sebagai contoh kasus diatas, adalah dibubarkannya Petral. Mafia minyak yang selama ini menikmati banyak keuntungan dari keberadaan Petral sejak Era Pemerintahan Soeharto, harus meringis kehilangan salah satu ladang keuntungannya.

Hal tersebut menimbulkan rasa sakit hati. Sejak masa kampanye, visi-Misi dan program pemerintahan Jokowi mendatang menjadi kendala bagi para komprador dan komparator di negeri ini.

Bukti eksekusi hukuman mati bagi penjahat narkotika yang tidak pernah berani dilakukan "mendiang"presiden sebelum Jokowi, merupakan pukulan bagi pelanggar hukum berat lainnya dinegeri ini.  

Ancaman, tekanan, cemoohan atas dilaksanakannya eksekusi mati terpidana mati kasus narkoba, bahkan membuat renggang dan tegang hubungan dengan negara seperti Perancis, Australia, Fhilipina yang warga negaranya menjadi korban eksekusi kasus narkotika.

Renggangnya hubungan tersebut, dimaknai berbeda oleh penyamun politik dan dimanfaatkan oleh mafia untuk membakar sentimen rakyat. Hasilnya, rakyat cekak nalar banyak yang terhasut. Bentrok kepentingan antara oknum KPK dan Polri menambah runyam dan memberi celah bagi penyamun politik, mafia migas, kelautan, perikanan dan pertanian.

Waktu 6 bulan terlalu singkat untuk mengukur kinerja Presiden Jokowi yang bercita-cita mengubah mentalitas, meruntuhkan paradigma "ingin diberi", hedonis dan budaya instan. Karena apa? Karena negara ini sudah terlanjur mengalami kerusakan sistem dan mengidap dekadensi moralitas yang dalam.

Proses transformasi sedang berjalan dan membutuhkan waktu, sementara bagi lawan politik Jokowi juga merasa dikejar waktu agar kepentingannya dan keuntungan yang selama ini dinikmatinya tidak tergerus oleh kinerja Pemerintahan Jokowi yang seratuspersen untuk kepentingan Rakyat Indonesia.
Beberapa kali musuh politik dan kepentingan Jokowi menohok dan mementahkan bahkan berusaha menjegal dan menggulingkan dengan berbagai cara.

Yang paling gres adalah gerakan pelengseran Jokowi 20 Mei mendatang. Namun hal itu juga mendapat konter dari pendukung NKRI dan Jokowi. Salah satunya dengan membuka komunikasi antar pendukung Jokowi di Jambore Relawan.

Jambore Komunitas Juang Relawan Jokowi yang digagas Adian Napitupulu dan diselenggarakan di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (16/5/2015), merupakan konter akan adanya isu Gerakan Pelengseran 20 Mei 2015 yang dihembuskan para politisi penyamun, mafia dan para pecundang.

Akhirnya, patut di syukuri jika di negeri ini masih  memiliki pemimpin seperti Jokowi yang masih bisa tegak berdiri walau pemerintahan dan ketokohannya dalam bayang-bayang Politisi busuk, "Politisi Penyamun" dan gembong-gembong mafia terus merongrong kemandirian Pemerintah Jokowi-JK.

Perongrongan terus dilakukan termasuk terkait dengan  reshuffle Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi bahkan oleh Partai Pengusungnya Yaitu PDIP.
           
       
       

Tidak ada komentar: