Kamis, 25 September 2014

SBY Banci, Pengkhianat Rakyat, Takut Digebukin Prabowo Dua Kali

Jurnalis Independen: Kebancian sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat (PD) kentara sudah. Tepat di hari Kamis malam (25/9/2014), dengan PD melakukan walkout dalam penentuan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada menjadi Undang-Undang (UU).


Dalam rapat penentuan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) secara langsung atau melalui mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dengan "terencana dan licik" PD meninggalkan ruang sidang. Seolah mereka bersikap "netral" dengan alasan tidak terakomodasinya 10 syarat yang diajukan.
Sebelumnya, SBY melalui media sosial menyatakan mendukung Pilkada Langsung, namun disertai embel-embel, jika dipenuhinya 10 syarat yang ia ajukan.

SBY selaku Ketua Umum PD, mengintruksikan anggotanya akan memberikan suaranya koalisi yang mendukung Pilkada langsung.

Pilkada langsung yang selama10 tahun terakhir, mendapat dukungan dari Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Adapun opsi pilkada lewat DPRD diusung oleh Koalisi Merah Putih (KMP), yaitu Gerindra, PKS, PPP, dan Golkar.

Pada kenyataannya, KMP merupakan tumpuan para politisi hitam antek Soeharto yang menyerahkan kedaulatan negara kepada pihak asing. Selain itu KMP merupakan tempat bernaung birokrat kotor, korup, otoriter dan para mafia yang mengabdi pada pengusaha dan konglomerat hitam.

Sikap banci SBY dan partainya, bukan tidak memiliki dasar. Justru apa yang direncanakan dalam rapat keputusan terkait UU Pilkada, merupakan strategi politik dari KMP dimana SBY dan PD menjadi bagiannya.

Penerimaan SBY dengan mendukung pilkada langsung, adalah cara "pencucian dosa", penaikan citra dirinya pada Masyarakat Indonesia serta bentuk dukungan terselubung dan konspirasi Cikeas, PD dengan Prabowo dan KMP. Tidak kalah penting dari semua itu, cara meninggalkan ruang sidang putusan RUU Pilkada merupakan bentuk penyelamatan diri dan keluarganya dari tragedi "Hajaran yang kedua kali oleh Prabowo Subiyanto".

Pertama kali SBY "digebukin" oleh Prabowo pada masa menjalani pendidikan AKMIL dulu bernama AKABRI. SBY merupakan yunior dari Prabowo di AKMIL. Prabowo sendiri lantaran hal itu, masa pendidikannya ditambah selama 1 tahun. Seharusnya Prabowo lulus AKMIL tahun 1973, namun lantaran nggebukin SBY, ia mendapat hukuman dari Gubernur AKMIL yang saat itu dijabat oleh Sarwo Edie, Ayah Ani Yudhoyono.

Selanjutnya, kebancian SBY pada RUU Pilkada adalah juga guna menyelamatkan para mafia migas. Dimana banyak keluarga, kolega, Kabinet Indonesia Bersatu terlibat di dalamnya. Selain itu indikasi keterlibatan dirinya dalam kasus korupsi besar seperti Century, Hambalang, merupakan tendensi lain yang mengharuskan keberpihakannya kepada KMP dan menjatuhkan, menjegal Pemerintahan Terpilih Joko Widodo-jusuf Kalla. Sebab Jokowi dikenal akan ketegasan dan konsistensinya, kejujuran, serta anti korupsi.          

Kemenangan perubahan UU pilkada dari langsung menjadi melalui DPRD, bisa dikatakan sebagai kemenangan kekuatan Dajjal. Kekuatan Dajjal yang selama ini mengangkangi Republik Indonesia. Kekuatan Dajjal muncul di negeri ini seiring dengan kemunculan kekuasaan Soeharto dan jatuhnya Pemerintahan Presiden Soekarno.

Kekuasaan Dajjal, terkerdilkan sejak beberapa bulan lalu. Tepatnya pada 9 Juli 2014, seiiring dengan kemenangan Pasangan Capres dan Cawapres Jokowi- JK, yang diusung oleh PDIP, PKB dan Hanura.  

Para mafia, pejuang, pembela, dan antek-antek kekuatan Dajjal, tentu amat suka cita dengan diputuskannya serta kemenangan putusan pilkada melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan itu artinya, segala bentuk, pola, kekejaman rezim orde baru akan kembali menguasai Republik ini, bahkan akan lebih kejam, rakus dan protektif kepada rakyatnya.

Beberapa diantara tentara Dajjal, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon adalah salah satunya. Mantan tim sukses Capres - Cawapres Prabowo-Hatta Rajasa (Prahara) ini, tak menutupi ekspresi kepuasan dengan hasil sidang paripurna pengesahan (RUU Pilkada).

Bahkan Fadli Zon (baca: Fadli Zionis ), menyatakan seoalh keputusan tersebut merupakan sebuah keputusan yang demokratis lantaran sesuai dengan Sila ke 4 dari Pancasila dan amanat Konstitusi UUD 1945.

Masih menurut Fadli Zon dalam siaran persnya pagi tadi(26/9/2014), "keputusan yang diambil DPR sudah tepat. Ini kemenangan Demokrasi Pancasila, juga kemenangan rakyat".

Sementara itu Presiden SBY walau mengatakan menyesalkan kekalahan kubu pendukung pilkada langsung di Sidang Paripurna dengan perilehan suara 226 menolak pilkada langsung dan 135 suara pendukung pilkada langsung, namun itulah trik sekaligus bukti kepengecutan dan kebancian SBY.

Karenanya, sudak semestinya kita berkabung atas matinya pesta rakyat, atas kemerdekaan rakyat, atas
perampokan hak politik rakyat. Dan sebaliknya mari "bersorak gembira" atas Jayanya Dajjal, atas kembalinya rezim otoriter, atas tetap hidupnya antek Soeharto, atas kepahlawanan Soeharto dan atas kemiskinan dan ketidakadilan Rakyat Indonesia.

Akhirnya, marilah tetap kita tengadakan tangan kita, berharap kepada Sang Pencipta dan pembalas makar manusia yang ingkar kepadaNya dan mengkhianati amanat rakyat. sebab hanya Sang Pencipta lah yang mampu membalas makar mereka. Kita juga tetap berharap agar pemerintah Jokowi-Jk kedepan tidak "digulingkan" dalam perjalanan waktu. Atau Jokowi tetap terhindar dari "pembunuhan" yang telah mereka rencanakan sejak hari ini.JI  

Tidak ada komentar: